Mohon tunggu...
Siti LailatulMaghfiroh
Siti LailatulMaghfiroh Mohon Tunggu... Guru - Halo hai!

Sedang belajar mencintai menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cerbung : Buah yang Terluka (1)

27 Januari 2023   21:15 Diperbarui: 27 Januari 2023   23:00 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ms.pngtree.com

Tante, mau jadi mamaku, ya?", tanya anak perempuan itu.

Gita tertegun mendengar ucapan Alina. Alina menatap Gita begitu dalam, senyum manisnya hingga membentuk lesung pipi seketika meluluhkan hati Gita. Tatapan Alina seketika mengingatkan Gita begitu berat hal yang harus dihadapi anak yang baru berusia 3 tahun 11 bulan ini. 

Alina, anak yang terlahir dari hubungan diluar janji suci pernikahan. Kelahiran Alina yang didasari hasrat sesaat pada akhirnya memaksa kedua orang tuanya menikah. Satu tahun delapan bulan menjalani biduk rumah tangga, papa dan mama Alina memutuskan untuk berpisah. 

Pemicu luka yang tumbuh pada hati kecil Alina, sebab karakter kedua orang tuanya yang sama-sama keras kepala. Papanya, Nico seorang tempramental  yang suka main tangan dan tak pernah bisa menghargai perempuan. Sedangkan mamanya, Sarah, perempuan yang emosional dan suka diam-diam berganti pasangan untuk menguras habis uangnya. Pertemuan tak sengaja mereka disalah satu cafe pusat kota membuat mereka tertarik satu sama lain. 

Tak hanya luka itu yang tergores pada hati Alina, saat proses penentuan hak asuh anak. Harusnya hak asuh anak yang berusia dibawah 5 tahun jatuh pada tangan mamanya, namun secara terang-terangan Sarah menolak jika harus mengasuh buah hatinya yang berakhir Alina kecil tinggal bersama Nico. Menjadi orang tua tunggal yang membesarkan Alina menjadikan Alina pribadi yang mudah tantrum tak terkendali, murung dan pendiam. 

Apalagi Nico pribadi yang mudah marah dan jarang berada di rumah. Nico sering meninggalkan Alina di rumah bersama ibunya dengan memberikannya gawai, tak peduli Alina lapar ataupun haus. Hilangnya kehadiran sosok mama pada hidup Alina mendorong Nico untuk mencari pasangan demi menemani anaknya dan bertemulah dengan Gita yang hingga saat ini sudah menjalin hubungan selama 3 bulan. 

Selama menjalin asmara dengan Nico, Gita sering menghabiskan waktu bersama Alina dihari libur kerjanya menjadi waiterss cafe. Bermain di taman bermain bersama, berbagi cerita, menginap di kos Gita hingga terlihat Alina mulai merasa nyaman dengan Gita. Wajah ceria Alina mulai muncul saat bersama Gita, namun yang masih belum hilang yaitu tantrum Alina yang tak terkendali cukup membuat Gita kuwalahan terutama belum pernah menikah dan merawat seorang anak. 

"Tante, Alina mau itu?", sambil menunjuk kembang gula. 

"Boleh, Tante mau tanya dulu, Alina tadi udah makan nasi belum?"

"Belum, mau itu tante, mau itu"

Gita jongkok menyamakan tinggi Alina sembari berkata, "Kita makan nasi dulu yuk, habis makan nasi baru kita beli kembang gulanya. Kalo belum makan nasi makan jajan dulu nanti perutnya sakit, gimana?"

"AAAAAAAAAA... GAKKK MAUUU...MAUNYA ITUUU..POKONYA ITUUU TANTEEE...AAAAAAA!!!", teriak Alina di depan banyak orang. Semua mata yang berada di pasar malam menatap Gita dan Alina. Respon Nico, hanya diam tak peduli dengan perilaku anaknya. 

"Nico, anak kamu teriak-teriak, kok diem aja sih??", tanya Gita dengan tegas. 

"Hmm.. aku ingin tahu sampe mana titik kesabaranmu ketika mengatasi anakkku yang selalu seperti ini", ekspresi tak peduli. 

"Gak jelasss! Sekarang bukan waktunya buat ngomongin hal ini kaliii. Kamu kira selama ini aku gak terlihat berusaha sabar nangani anak kamu yang sering tantrum di depan umum???!"

Dengan kondisi Alina yang masih merengek, nangis teriak-teriak, Gita menggendong Alina dan membawanya di tempat yang lebih sepi meninggalkan Nico. Perlahan Gita mencoba menenangkan Alina. 

 "Alinaa..Alinaa... Alina kesel ya? Alina marah sama tante?", kata Gita dengan mengusap air mata Alina.

"Iyaaaaa, Alinaaa kesel sama tanteee", suaranya parau sebab terlalu lama menangis. 

"Alina, kenapa kesel sama tante?"

"Tadi tante gak ngebolehin Alina beli jajan, jadi Alina kesel sama tante"

"Boleh kok, tante ngebolehin Alina beli jajan..."

"Tapi tadi tante nyuruh Alina makan dulu, berarti gak boleh beli jajan"

"Tante tanya dulu, Alina tadi udah makan nasi belum?"

"Belumm.."

"Nah, kalo belum makan nasi, tapi Alina makan jajan dulu nanti perut Alina sakit. Kalo perutnya sakit, nanti harus minum obat dan gak boleh makan jajan yang tadi. Gimana, Alina mau makan nasi dulu atau beli jajan dulu?"

"Alina gak mau makan nasi..."

"Makan nasi dikit aja gapapa sama tante, mau?"

"Tapi janji nanti beli jajan"

"Janji, habis makan beli jajan kembang gula ya, Alina pinter. Alina masih kesel sama tante?", ucap Gita sembari memeluk Alina. 

"Udah ngga tante", dengan nada masih terkesan kesal. 

Tiga bulan berlalu, tantrum Alina mulai terkendali. Alina tumbuh dan berkembang menjadi anak yang cerdas, cantik dan ceria. Saat itu, seperti biasa Alina bermain bersama dengan Gita di taman kota. Sembari duduk menikmati es krim cone ditengah cuaca cerah  yang mulai terasa panas. 

"Alina, hari ini seneng?"

"Seneng banget, tante", ucapnya dengan menggoyang-goyangkan badannya ke kanan ke kiri. Tiba-tiba saja, Alina menghadap Gita sambil bertanya, 

"Tante, mau jadi mamaku, ya?"

Gita tertegun mendengar ucapan Alina. Alina menatap Gita begitu dalam, senyum manisnya hingga membentuk lesung pipi seketika meluluhkan hati Gita. 

"Apa yang harus kukatakan? Apa yang harus ku sampaikan pada anak sekecil ini? Sedangkan aku sendiri benar-benar tak memiliki pandangan perihal masa depan dengan papanya yang begitu kasar padaku. Sering membuat tubuh ini babak belur hanya karena masalah sepele dan waktu dekat ini aku ingin memutuskan untuk mengakhiri hubungan dengannya", batin Gita. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun