"Karena kita sesama perempuan harus saling menguatkan bukan malah menjatuhkan" -Najwa Shihab-
Makhluk ciptaan Tuhan yang berhati lembut dan penuh kasih sayang. Parasnya yang elok penuh kehangatan selalu menenangkan setiap orang. Tajam kecerdasannya yang selalu menaklukkan segala permasalahan. Terlihat lemah tapi memiliki jiwa tangguh dalam diri yang rapuh. Itulah perempuan. Bagaikan bidadari tak bersayap yang hadir ke bumi untuk menjadi pelengkap dinginnya sifat laki-laki.Â
Setiap perempuan dikaruniai keistimewaan berbeda-beda yang membuatnya lebih unggul di beberapa bidang. Seperti kemampuan multitaskingnya yang membuat disegani banyak orang. Namun kenyataannya sering kita menemukan bahkan membentuk 'kebiasaan' saling menjatuhkan sesama perempuan. Bukan kaum laki-laki yang menjatuhkan, melainkan sesama kaum mereka sendiri.Â
Mulai dari menggunjing seseorang yang tak dikenal, memberi ejekan terselubung lewat candaan, menghakimi tanpa mengetahui permasalahan, bahkan sampai bersikap sinis pada seseorang yang tak memiliki status sosial yang sama. Yang paling menyakitkan ketika melakukan hal tersebut pada teman sendiri atau saudara bahkan pada orang yang tak dikenal sekalipun. Seakan perempuan ini tak bisa hidup jika tak mengusik kehidupan orang lain. Terkadang topik pembahasannya pun sepele. Misal, cara berpakaiannya yang norak, hingga menjurus pada permasalahan pribadi.Â
Sedangkan kita masih satu spesies, sama-sama perempuan. Mungkinkah dia yang suka mengusik perempuan lain lebih-lebih sempurna?? Enggak sama sekali, bisa jadi dia yang lebih buruk dari kita. Dan keyakinanku mengatakan bahwa dia iri pada hidupmu, hidupku, hidup kita. Inget quotes, iri tanda tak mampu kan? Ya, itulah dia yang suka mengusik kamu, duhai perempuan berhati lembut.Â
Seperti yang dialami adek kelasku dulu dipesantren, sebut saja dia Mawar (nama samaran). Jarak umurku dengannya 1 tahun. Saat ini dia sudah memiliki suami, namun belum dikaruniai buah hati. Mungkin jika kamu melihat penampilannya saat ini akan langsung mengumpat, atau reflek berucap "Astaghfirullah". Dia dulu nyantri di pesantren tahfidz, berpakaian tertutup dan berkerudung. Namun saat ini hanya berpenampilan menggunakan bra, celana pendek sepaha dan cardigan selutut. Ditambah dia hobi merokok.
Sama halnya dengan teman dekatku yang dulu juga nyantri di pesantren tahfidz, sebut saja namanya Melati (nama samaran). Keluar pesantren memutuskan untuk menikah, mulai bercadar. Dan sekarang menjadi janda dan melepas cadarnya. Putus kuliah sebab tak sanggup membayar, hingga hutang kesana kemari.Â
Apa yang kamu pikirkan tentang mereka? Respon perempuan yang suka mengusik pasti,Â
"Haduhh, padahal dulu nyantri malah jadi gini"
"Amit-amit dahh, gak tau diri banget tampil buka-bukaan"
"Sia-sia dipondokin kalo hasilnya gini"
"Perempuan gak bener"
Mungkin itu secuil hinaan perempuan pengusik pada mereka. Tak bisa dibayangkan betapa lebih menyakitkannya jika dihina oleh sesama perempuan. Sedangkan perempuan pengusik sendiri hanya tahu permasalahan hidup mereka yang terlihat diluar saja, kenyataan sebenarnya perempuan pengusik gak tahu. Serasa mulutnya yang tak bisa jika gak menghina dan menjatuhkan.
Dan taukah kamu bagaimana kondisi hidup adek kelasku dan teman dekatku saat ini?Â
Karena olokan, hinaan, fitnah perempuan pengusik. Saat ini adek kelasku menjadi seorang model profesional, public speaker sekaligus motivator anak. Sedangkan teman dekatku, bekerja di kantor Bea Cukai dengan gaji yang mampu membantu membiayai hidup orangtuanya yang telah berpisah. Bisa dibayangkan berhasilnya mereka menyumpal mulut perempuan pengusik yang mencoba menjatuhkan mereka.Â