Sebagaimana kita pahami, pendidikan adalah hak dasar yang harus diterima oleh setiap warga negara. Pendidikan adalah modal bagi warga negara untuk mengembangkan potensinya.
Pendidikan menjadi gerbang bagi seseorang untuk mendapatkan pekerjaan, yang nantinya menjadi penghidupan untuk membangun sebuah keluarga.
Hak untuk mengenyam pendidikan telah dijamin oleh negara pada Pasal 31 ayat 1 UUD 1945 yang menyatakan, "Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan".
Realisasi aturan perundangan tersebut diwujudkan dalam bentuk himbauan "wajib belajar". Setiap warga negara wajib mengenyam pendidikan dasar dan pendidikan menengah yang dijamin pembiayaannya oleh negara dengan mendaftarkan diri ke sekolah negeri.
Biaya lain-lain yang mendukung aktivitas belajar-mengajar seperti seragam, buku, sepatu, dan perlengkapan sekolah lainnya disandarkan pada kemampuan masyarakat.
Selepas mengenyam pendidikan dasar dan pendidikan menengah, negara juga memfasilitasi pembiayaan setiap warga negara yang ingin melanjutkan jenjang ke pendidikan tinggi.
Negara menawarkan berbagai program beasiswa yang mengharuskan calon mahasiswa mengikuti serangkaian seleksi untuk mendapatkan kuota tersebut.
Namun, masalah kian muncul seiring meningkatnya tren "berkuliah".
Setiap orang yang gagal atau tidak memenuhi kriteria pembiayaan negara melalui beasiswa, mencoba peruntungan melalui jalur mandiri agar dapat mengenyam pendidikan di kampus ternama.
Jalur masuk mandiri inilah yang kian disusupi oleh berbagai kepentingan, demi mendapatkan "bangku" tanpa melalui proses seleksi dan tes tertulis sebagaimana prosedur yang berlaku.