Peredaran narkoba di Indonesia kini semakin kompleks seiring kemajuan teknologi digital. Para pelaku bisnis narkoba memanfaatkan media sosial, aplikasi pesan singkat, hingga dark web untuk memperluas jangkauan peredaran barang terlarang secara tertutup. Platform seperti Instagram, Facebook, Twitter, dan TikTok kerap digunakan untuk menawarkan produk narkoba yang disamarkan melalui kode atau simbol tertentu. Aplikasi pesan singkat seperti WhatsApp, Telegram, dan LINE juga digunakan dalam transaksi karena fitur enkripsi percakapan yang sulit dilacak, memungkinkan para pengedar leluasa berkomunikasi tanpa perlu bertatap muka.
Selain itu, dark web menjadi ruang aman bagi transaksi narkoba yang lebih sulit terdeteksi, biasanya menggunakan mata uang kripto untuk menjaga anonimitas. Di platform-platform ini, para pengedar sering menggunakan berbagai taktik seperti penyamaran istilah dan metode pembayaran cash on delivery (COD) untuk menghindari pelacakan oleh aparat. Anonimitas transaksi di dark web dan penggunaan kripto menjadikan pengawasan lebih rumit, sehingga menjadikan internet sebagai media utama yang mendukung aktivitas ilegal ini.
Fenomena ini membawa dampak serius, terutama bagi generasi muda yang lebih rentan terpapar narkoba melalui dunia digital. Akses narkoba yang semakin dekat dengan anak-anak muda menuntut upaya pengawasan yang lebih ketat dari berbagai pihak. Pemerintah, aparat hukum, dan platform digital perlu bekerja sama dalam memantau aktivitas narkoba di internet dengan memanfaatkan teknologi seperti kecerdasan buatan serta memperkuat pelaporan aktivitas mencurigakan. Beberapa platform media sosial sudah melakukan pembatasan konten terkait narkoba, namun upaya bersama yang lebih intensif masih sangat diperlukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H