Mohon tunggu...
Siti indarwati
Siti indarwati Mohon Tunggu... Lainnya - hijrah jalan ninjaku

jannah adalah tujuan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Konfigurasi Politik Demokrasi dan Otoriter

14 Agustus 2020   15:15 Diperbarui: 14 Agustus 2020   15:19 724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Istilah demokrasi merupakan istilah ambigouos, pengertiannya tidak tunggal sehingga berbagai negara yang mengklaim diri sebagai negara demokrasi telah menempuh rute - rute yg berbeda. Amerika serikat yang liberal dan (bekas) negara Uni Soviet yang totaliter sama sama mengklaim diri sebagai negara demokrasi.

Kerapkali terjadi manipulasi terhadap konser demokrasi sehingga pemaksaan, penyiksaan, dan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan di negara komunis dapat dianggap dosa kecil dan menurut mereka tetap harus dianggap demokrasis karena ditujukan untuk menyelamatkan rakyat dalam menyongsong masa depannya, jadi setiap tindakan yang dapat diberi alasan untuk menyelamatkan rakyat secara kolektif di negara komunis dianggap demokrasis.

Sesuatu yang sangat berlawanan dengan negara - negara yang menganut demokrasi liberal. Studi ini mengambil pengertian demokrasi yang kontradiktif dengan totaliterisme / otoritersme sebagaimana dikemukakan carter dan Herz, Dahrendorf, dengan catatan bahwa kedua konsep tersebut bersifat relatif.

Dikatakan bersifat relatif karena kenyataannya ada perbedaan disetiap negara maupun setiap perkembangannya, sehingga demokrasi maupun totaliterisme atau otoriterisme tidaklah selalu Sama antara yang ada di suatu negara dan dinegara - negara lain. Ini menunjukan tidak ada sesuatu negara yang betul - betul (sepenuhnya ) demokratis dan tidak ada suatu negara yang betul - betul (sepenuhnya ) otoriter. Carter dan Herz mencirikan kedua sistem tersebut dalam gambaran yg kontradiktif.

Dikatakannya, demokrasi liberal secara institusional ditandai oleh adanya pembatasan - pembatasan terhadap tindakan pemerintah untuk memberikan perlindungan bagi individu dan kelompok - kelompok dengan menyusun pergantian pimpinan secara berkala, tertib, dan damai melalui alat - alat perwakilan rakyat yang bekerja efektif.

Demokrati juga memberikan toleransi terhadap sikap yang berlawanan, menuntut keluwesan, dan kesediaan untuk bereksperimen. Pembatasan terhadap wewenang pemerintah menyebabkan pemerintah tidak boleh turut campur dalam segi tertentu kehidupan warganya yang berarti pula bahwa pegawai pemerintah harus tunduk pada rule of law sebagai tindakan orang biasa dan hanya melaksanakan wewenangnya sesuai dengan yang diberikan oleh undang - undang. Pencalonan dan pemilihan anggota lembaga - lembaga itu mendapat kesempatan yang seluas - luasnya untuk membahas persoalan - persoalan, mengkritik, dan mengirim tapi dari kan pendapat umum.

Dengan demikian, kebebasan mengeluarkan pendapat berserikat dan berkumpul merupakan hak politik dan sipil yang paling dasar. Demokrasi juga ditandai oleh sikap menghargai hak - hak minoritas dan perorangan, lebih mengutamakan diskusi dibandingkan paksaan dalam penyelesaian perselisihan, sikap menerima legistimasi sistem pemerintahan yg berlaku dab penggunaan metode eksperimen.

Dahrendorf mencatat bahwa demokrasi atau pluralisme pada masyarakat bebas didasarkan atas pengakuan dan penerimaan terhadap pertentangan sosial sebagai suatu kenyataan. Di dalamnya ada kebebasan masyarakat yang terutama sekali berarti ada pengakuan pada keadilan dan kreativitas dari kebhinekaan dan pertentangan. Oleh sebab itu, pluralisme (demokrasi) dari institusi, pola - pola pertentangan politik menjadi semangat, semarak, kreatif dan menyediakan kesempatan untuk merebut sukses bagi setiap kepentingan yang disuarakan.

Perjalanan konfigurasi politik melalui harus kontinum dari satu ujung ke ujung lainnya sama dengan perjalanan peran negara dalam proses ekonomi yang serba campuran. Artinya, tidak ada satu negara pun yang sepenuhnya bersifat laizzes - faire atau sepenuhnya bersifat "hemegonik"

Dapat disimpulkan, konfigurasi politik suatu negara tidak dapat dipandang secara "hitam - putih" untuk disebut demokrati atau otoriter. Tidak mungkinnya penyebutan mutlak itu akan terasa jika pilihan suatu negara atas suatu konfigurasi politik dikaitkan dengan tujuan atau keperluan pragmatisnya. Adakalanya ototiterisme kesejahteraan rakyatnya sehingga kepentingan rakyat menjadi perhatian utama. Tujuan negara otoriter seperti ini sebenarnya sama dengan tujuan negara demokrasi dalam melindungi kepentingan rakyatnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun