Charles Wright Mills lahir pada 28 Agustus 1916 di Waco, Texas. Mills berasal dari keluarga yang memiliki latar belakang kelas menengah konvensional. Ayahnya bekerja sebagai broker asuransi dan ibunya sebagai ibu rumah tangga. Ia, menyelesaikan kuliahnya di Universitas Texas pada tahun 1939 dengan menyandang gelar sarjana dan master. Mills melanjutkan kuliahnya sebagai penerima beasiswa di Universitas Wisconsin dan meraih gelar Ph.D nya pada tahun 1941. Dengan dibawah bimbingan Hans Gert dan Howard Becker. Mills bekerja pertama kalinya di Universitas Maryland. Sejak 1945 sebagian besar karirnya diabdikan di Universitas Columbia hingga ajal menyapa dirinya. Pada 20 Maret 1962, Mills meninggal dunia di Nyack, New York.
Mills menulis karyanya yang berjudul “The Sociological Imagination”. Karya ini paling berpengaruh karena membantu menjelaskan titik berat pemfokusan Mills atas biografi dan sejarah sebagai sumber data sosiologis. The Sociological Imagination membahas mengenai nalar (reason) dan kebebasan (freedom) manusia modern. Nalar dan kebebasan saling mensyaratkan satu sama lain. Kita dapat melatih secara khusus bidang nalar manusia untuk menemukan dan mengkreasikan tujuan serta objektivitas kehidupan yang membimbing usaha kita dalam mencetak sejarah,hanya dengan cara kita membebaskan diri dari segala hambatan-hambatan alam ,kerja keras, dll.
Menurut Mills dengan imajinasi sosiologis seseorang memiliki pemahaman historis yang lebih luas dari segi kehidupannya terhadap hakikat kehidupan (inner life) dan kebutuhan kehidupan (external career) berbagai individu. Dengan menggunakan imajinasi sosiologi ini dapat melihat bagaimana individu-individu dalam kehidupan sehari-harinya yang sering berpengaruh pada posisi sosial mereka. (Mills,1977:11-12). Mills meyakini perspektif “imajinasi sosiologi” dibutuhkan sebab mengandung tiga masalah pokok yaitu:
1. Arti penting kedudukan ide dalam sejarah manusia
2. Hakikat kekuasaan dan hubungannya dengan pengetahuan
3. Pengertian Tindakan moral dan penempatan pengetahuan di dalamnya.
Pada bagian ini saya mencoba menghubungkan relevansi antara teori imajinasi sosiologi yang di dalamnya ada nalar dan kebebasan dengan pengalaman saya setelah lulus dari SMA. Orang tua saya memberikan kebebasan pada saya untuk memilih melanjutkan kuliah atau bekerja. Karena lingkungan pertemanan saya banyak yang kuliah dan lapangan pekerjaan rata-rata juga membutuhkan ijazah sarjana maka saya memutuskan untuk melanjutkan kuliah. Ketika mendaftar Perguruan Tinggi saya harus mempertimbangkan pilihan-pilihan dari orang tua, kakek,dan tetangga. Padahal awalnya saya hanya berpikiran belajar dan mencari peluang untuk lolos di Perguruan Tinggi. Ternyata ibu saya menyuruh untuk mendaftar di salah satu PTN di Yogyakarta dengan memilih jurusan pendidikan. Ibu saya memiliki angan-angan sehingga membayangkan kalau setelah lulus dari kuliah jurusan pendidikan akan menjadi seorang guru. Sedangkan tetangga saya, memberikan saran bahwa lebih baik masuk ke Institut Seni yang ada di Yogyakarta. Alasan tetangga memberikan saran itu karena kakak saya kuliah di sana,sehingga saya bisa menciptakan karya yang baik seperti kakak saya. Lain hal dengan kakek saya, kakek menyuruh untuk mendaftar di Sekolah Tinggi Kesehatan karena peluang kerja untuk tenaga kesehatan banyak dibutuhkan. Dari keluarga dan tetangga saya dapat dilihat bahwa terdapat ekspektasi mengenai perguruan tinggi yang baik untuk saya pilih. Setelah melalui pertimbangan yang lumayan sulit, akhirnya saya menemukan perguruan tinggi dan jurusan yang saya minati. Lalu, saya bicarakan baik dengan orang tua saya. Akhirnya orang tua saya memberikan izin terhadap keputusan yang saya ambil. Orang tua saya membebaskan apapun pilihan nya yang terpenting saya tidak merasa terbebani dan senang dalam menjalaninya.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah nalar dan kebebasan dalam prakteknya tidak semata-mata sebagai sarana untuk mencapai tujuan. Yang terpenting adalah konsens nalar pada pencapaian tujuan dan objektifikasi kehidupan. Sebagai konsekuensinya, kita berkemampuan memilih bagaimana cara kita hidup dan bagaimana kita mencetak sejarah. Akhirnya kita menjadi orang bebas (free man) karena dituntun nalar dalam melaksanakan urusan-urusan manusia. Dengan imajinasi sosiologis ini memampukan sosiolog untuk memahami,mengerti, dan memprediksi apa yang sedang mengancam dan bagaimana cara mengantisipasinya.
Referensi :
Ridwan al- Makassary. (2000). Kematian Manusia Modern: Nalar dan Kebebasan Menurut C. Wright Mills. Yogyakarta: UII Press.