Mohon tunggu...
siti fatima
siti fatima Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasasiswi

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Ratapan di Bawah Langit yang Retak

30 September 2024   19:35 Diperbarui: 30 September 2024   19:42 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di bawah langit yang retak, aku berdiri,  
Menatap dunia yang perlahan mati.  
Jerit jiwa terperangkap dalam sunyi,  
Saat angin membawa kabar duka tak terperi.  

Dahulu langit biru menyapa lembut,  
Kini hanya debu dan kelam menggantung lurus.  
Di mana doa-doa terhenti di bibir yang beku,  
Di mana cinta tertinggal di jalan penuh batu.

Langit menangis, tapi hujannya racun,  
Mengubur harapan dalam bisu yang tak tersusun.  
Tangan-tangan kecil meraih cahaya,  
Namun gelap memeluk mereka tanpa sapa.

Ke mana perginya keadilan yang dijanjikan?  
Mengapa bumi menangis dalam keterasingan?  
Di bawah langit yang retak, kami hanya bayangan,  
Tanpa suara, tanpa tuan, hanya penantian.  

Apakah langit akan sembuh, atau terus terluka?  
Apakah kami akan bangkit, atau hilang dalam lupa?  
Ratapan ini memecah malam yang sunyi,  
Di bawah langit yang retak, kami menunggu abadi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun