Di tengah hiruk pikuk kota, Â
Tersimpan rindu pada asal mula, Â
Akar budaya yang lama terlupa, Â
Memanggil hati untuk kembali jua.
Kami melangkah meninggalkan gemerlap, Â
Menuju desa yang sunyi dan damai, Â
Di sana, di pelukan alam, Â
Kami menemukan akar budaya yang hakiki.
Di bawah pohon tua yang rindang, Â
Tersimpan kisah nenek moyang, Â
Tentang kebijaksanaan yang sederhana, Â
Dalam setiap ritual dan tradisi yang terjaga.
Di alun-alun desa, suara gamelan, Â
Mengiringi tari-tarian yang anggun, Â
Setiap gerakan adalah doa, Â
Setiap irama adalah cerita.
Kami menyaksikan dengan takjub, Â
Bagaimana kearifan lokal hidup, Â
Dalam tenunan kain, dalam ukiran kayu, Â
Tertanam jiwa leluhur yang abadi.
Di ladang-ladang yang subur, Â
Kami belajar dari para petani, Â
Tentang cara hidup yang selaras, Â
Dengan alam yang memberi tanpa pamrih.
Di sungai yang mengalir jernih, Â
Kami mendengar bisikan sejarah, Â
Tentang kehidupan yang bersahaja, Â
Dalam harmoni dengan alam semesta.
Kembali ke akar budaya, Â
Adalah menemukan diri yang sejati, Â
Dalam setiap nyanyian rakyat, Â
Tersimpan cinta dan kebanggaan.
Kami duduk bersama para tetua, Â
Mendengar petuah penuh makna, Â
Dalam setiap kata yang terucap, Â
Tersimpan harta yang tak ternilai.
Di bawah langit desa yang luas, Â
Kami merasakan kehangatan, Â
Bahwa dalam setiap tradisi dan adat, Â
Tersimpan kekuatan yang menyatukan.
Kembali ke akar budaya, Â
Adalah kembali ke rumah jiwa, Â
Menemukan jati diri dalam sejarah, Â
Dan melanjutkan warisan dengan cinta.