Di ujung ranting terakhir, sebuah kisah tergantung, Â
Menggoyang lembut dihembus angin senja, Â
Ranting yang rapuh namun penuh makna, Â
Mencerminkan akhir dari perjalanan panjang.
Terlalu lama ia bertahan di tengah badai, Â
Menjaga daun-daun yang pernah hijau, Â
Kini hanya tinggal sepi yang tersisa, Â
Mengingatkan kita pada waktu yang tak kembali.
Ranting terakhir, saksi bisu musim yang berganti, Â
Menggenggam erat sisa-sisa harapan, Â
Meski tubuhnya mulai lelah dan letih, Â
Ia tetap bertahan, memberikan pelajaran.
Daun-daun yang pernah lebat dan rimbun, Â
Telah gugur satu per satu, menyatu dengan tanah, Â
Namun ranting terakhir tetap berdiri, Â
Menjaga kenangan dari setiap musim yang berlalu.
Dalam senyap malam yang dingin, Â
Ranting itu bercerita tentang keteguhan, Â
Bahwa meski akhir telah dekat, Â
Kita harus tetap berdiri tegar.
Oh, ranting terakhir, Â
Engkau adalah lambang ketabahan, Â
Dalam keheninganmu, ada kekuatan yang tersembunyi, Â
Mengajarkan kita untuk tidak menyerah.
Ketika akhirnya engkau jatuh ke tanah, Â
Engkau menjadi bagian dari siklus yang abadi, Â
Mengajarkan bahwa setiap akhir adalah awal baru, Â
Dan dari gugurnya engkau, lahir kehidupan yang baru.
Ranting terakhir, engkau mengingatkan, Â
Bahwa dalam setiap perpisahan ada harapan, Â
Dan dalam setiap akhir ada keindahan, Â
Mengajarkan kita tentang keabadian dalam perubahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H