Di tepi sawah yang hijau merimbun,
Kincir Angin berdansa di bawah matahari terbenam.
Berkisar, berputar, seperti tarian angin,
Menyanyikan lagu rindu di alam yang damai.
Bilah-bilahnya menari dengan irama lembut,
Menyapu angin sepoi-sepoi, menggenggam mimpi-mimpi.
Kincir Angin, pemintal kisah zaman,
Mengisahkan sejarah dalam gerakannya yang abadi.
Di desa kecil, tempatnya bernaung,
Kincir Angin menjelma penjaga waktu.
Menyaksikan masa berlalu dengan sabar,
Seolah menjadi saksi bisu kehidupan yang terus berputar.
Warna langit senja memeluknya dengan lembut,
Menyulam kisah tentang petualangan angin.
Di setiap berkasnya, ada cerita rakyat,
Yang tertulis dalam gerakan tak terduga.
Kincir Angin, penerang malam di langit desa,
Menyinari jalan pejalan kaki yang lelah.
Sebagai penuntun, ia tetap setia berdiri,
Menyaksikan perubahan, menyimpan rahasia alam.
Dalam bisikan angin, Kincir Angin bercerita,
Tentang kehidupan yang terus bergerak maju.
Menyampaikan pesan damai dari alam,
Mengajak kita bersatu dalam irama kehidupan.
Jadi, lihatlah Kincir Angin di sana,
Berkisar dengan penuh keindahan.
Ia adalah puisi yang tak berucap,
Namun, menyentuh hati dengan pesona yang abadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H