Mohon tunggu...
Siti Fadilah
Siti Fadilah Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Seorang mahasiswa.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Mencari Cahaya di Tengah Pandemi: Kisah Kasih Sayang Tak Terduga

16 Juni 2024   09:56 Diperbarui: 16 Juni 2024   12:42 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Tahun 2020 menandai babak baru dalam sejarah manusia, ketika pandemi COVID-19 menyebar dengan cepat dan mengubah hidup jutaan orang di seluruh dunia. Dampak pandemi begitu luas dan dalam, mencakup aspek kesehatan, ekonomi, sosial, dan psikologis. Di tengah kekacauan dan ketidakpastian yang melanda, ada kisah-kisah individu yang mencerminkan harapan dan cinta tak terduga. Salah satu kisah itu adalah kisah kelahiranku, seorang bayi prematur yang lahir di tengah krisis.

Aku lahir ketika dunia sedang dilanda pandemi COVID-19, sebuah masa ketika kehidupan sehari-hari terhenti dan banyak orang harus berjuang melawan penyakit mematikan ini. Ibuku, seorang korban dari virus ini, terpaksa melahirkan lebih awal karena kondisinya yang kritis. Aku dilahirkan prematur, kecil dan rapuh, dalam situasi yang tidak ideal. Saat itu, rumah sakit penuh dengan pasien, dan tenaga medis bekerja tanpa lelah untuk merawat semua orang yang terkena dampak virus ini.

Hari-hari pertama kehidupanku dihabiskan di dalam inkubator bayi, sebuah kotak penghangat yang membantu mempertahankan suhu tubuhku. Aku sendirian, terpisah dari ibuku yang masih berjuang melawan virus di ruang perawatan intensif. Keluargaku juga tidak bisa mengunjungiku karena kebijakan pembatasan yang ketat di rumah sakit untuk mencegah penyebaran virus. Dunia terasa sangat sepi dan dingin bagi seorang bayi yang baru lahir seperti diriku.

Selama hari-hari pertama di rumah sakit, hidupku sepenuhnya bergantung pada perawatan medis yang intensif. Para dokter dan perawat memberikan perhatian penuh, memastikan bahwa aku mendapatkan perawatan terbaik meskipun mereka juga harus menangani banyak pasien lain. Inkubator menjadi rumah sementara yang melindungiku dari dunia luar yang penuh bahaya. Namun, meski berada di bawah perawatan medis yang cermat, aku tetap merasakan kesepian yang mendalam.

Setiap hari, aku melihat wajah-wajah asing yang datang dan pergi, namun tak ada yang bisa menggantikan kehadiran ibuku. Aku mendengar suara mesin-mesin medis yang berdenging, suara yang menjadi latar belakang kehidupanku. Meskipun aku tidak sepenuhnya menyadari apa yang terjadi di sekitarku, aku bisa merasakan ketegangan dan kekhawatiran yang meliputi tempat itu.

Setelah beberapa hari di rumah sakit, dokter akhirnya menyatakan bahwa aku cukup kuat untuk pulang. Namun, saat hari kepulangan tiba, tak ada seorang pun yang datang untuk menjemputku. Aku ditinggalkan di rumah sakit, sementara para tenaga medis terus melanjutkan tugas mereka. Dua hari berlalu, dan akhirnya seorang perempuan datang dan membawaku pulang. Aku tidak tahu siapa dia, tetapi dia adalah orang yang memberiku harapan baru.

Ketika perempuan itu membawaku pulang, aku masih terlalu kecil untuk mengerti siapa dia atau mengapa dia datang untukku. Ketidakpastian melingkupi pikiranku yang masih polos. Siapa dia? Apakah dia keluargaku? Kenapa dia mengambilku? Pertanyaan-pertanyaan ini terus berputar di kepalaku, meski aku belum mampu mengungkapkannya.

Perempuan itu membawaku ke rumahnya, tempat yang menjadi lingkungan baruku. Rumah tersebut terasa asing pada awalnya, namun seiring berjalannya waktu, aku mulai merasakan kehangatan yang ada di dalamnya. Dia merawatku dengan penuh perhatian dan kasih sayang, seolah-olah aku adalah bagian dari keluarganya sendiri. Bersamanya, ada dua wanita lain yang juga turut merawatku: wanita separuh baya dan gadis muda.

Di rumah baru itu, aku menerima perawatan yang luar biasa. Wanita separuh baya tersebut, yang mungkin sudah berpengalaman dalam merawat anak-anak, memberikan sentuhan lembut dan perhatian penuh. Setiap kali aku menangis, dia akan datang dan menggendongku, menenangkanku dengan suara lembutnya. Dia memberiku makan, mengganti popokku, dan memastikan aku selalu dalam keadaan bersih dan nyaman.

Gadis muda yang tinggal di rumah itu juga tidak kalah perhatian. Dengan semangat dan keceriaannya, dia sering mengajakku bermain dan bernyanyi. Senyum dan tawanya membuatku merasa bahagia dan dicintai. Meskipun aku belum bisa berbicara, aku bisa merasakan kasih sayang yang tulus dari kedua wanita ini. Mereka merawatku dengan penuh kasih, tanpa pamrih, dan tanpa memandang latar belakangku.

Kehidupan di rumah baru ini memberiku pelajaran berharga tentang cinta dan kasih sayang. Aku mulai menyadari bahwa cinta sejati bukan hanya soal hubungan darah, tetapi juga soal bagaimana seseorang menerima dan merawat kita dengan sepenuh hati. Wanita-wanita ini mungkin bukan keluargaku secara biologis, tetapi mereka telah menjadi keluargaku secara emosional. Mereka menunjukkan padaku bahwa kebaikan hati dan kasih sayang bisa datang dari siapa saja yang mampu membuka hatinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun