Berikut adalah sebuah perjalanan menyedihkan tentang kisah nyata ku dan adik. Setelah mamak wafat maka hidup kami layaknya sebatang kara tanpa arah tujuan dan ingin mengadu untuk berlindung harus dengan siapa. Dimana satupun anggota keluarga tiada perduli malah menyudutkan dengan mengatai kami pembawa sial dan sebagainya.
 Serta merampas semua hak kepemilikan kami yakni dua kali kami kehilangan rumah dan terpaksa mengontrak walau sebenarnya nggak mampu harus di mampuin. Sementara bapak kami yang seorang kuli bangunan semakin tua dan berapalah juga penghasilan kami jualan dimana itu saja untuk makan masih tiada cukup.
 Rasa putus asa telah membelenggu diri di berbagai cara meminta bantuan rumah tetap walau sepetak dari ke kalangan artis sampai pemerintahan kenyataan berbuah nihil. Entah sampai kapan harus begini dalam memperjuangkan perjalanan kehidupan ini meski aku dan adik di katakan anak berprestasi dan berbakat ternyata kenyataan tak menjamin hidup lebih baik walau sudah berusaha sebaik mungkin dan sebisa mungkin.
Yah, slalu penuh dengan harapan bisa mempunyai rumah tetap nggak mengontrak lagi maka itu menjadi impian kami dua kakak adik dan inginkan bapak kami yang sudah tua tiada harus bekerja kuli bangunan lagi. Entah akan terwujud atau tidaknya dapat bisa memiliki rumah tetap.Â
Walau impian di harapan andai punya rumah tetap bisa bercocok tanam juga beternak ayam serta buka usaha rajutan di balik kami yang kompak bisa membuat bermacam rajutan namun masih gaptek dalam teknologi untuk mempromosikannya yang banyak sebagian rajutan kami di buang dan kasihkan ke orang walau sebagiannya terjual juga tanpa online.
Yah, begitulah perjuangan tentang kehidupan kami tak bisa di sebutkan dan di perjelaskan banyak air mata dan tangisan batin nggak gampangnya menaiki ke puncak berharap kesuksesan tiba untuk mengubah jalan hidup yang buntu ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H