Orang pintar kalah dengan relasi? Benarkah seperti itu? Mendengar kata itu antara mungkin dan tidak mungkin.Sepakat atau tidak sepakat tapi fenomena seperti ini sudah tidak asing lagi.Dulu ada istilah orang pintar kalah dengan orang bejo, bejo yang berarti beruntung,kita juga bebas mengartikan maksud dari kata antara pintar , beruntung, dan satu lagi relasi.
Banyak yang mendeskripsikan bahwa orang pintar itu bisa segalanya, dalam artian keahlian untuk mengolah otak dan pikiran dalam hal akademik.Orang pintar yang sering kita jumpai dan kita amati mereka yang dalam dari sudut fisik terlihat sedikit banyak yang menggunakan kaca mata, yang kemana-mana membawa buku dan cenderung pendiam dan bahkan sulit untuk bersosialisasi dengan orang di sekitar lingkungannya.
Tapi tidak semua seperti itu orang pintar yang pakai kaca mata yang kemana-mana membawa buku dan cenderung pendiam, tapi juga banyak kok orang pintar yang tidak terlihat kalau mereka itu cerdas dan bahkan dari sisi lain mereka ada yang bersikap lebih aktif, lebih terbuka, dan bahkan ada yang bisa humoris,jadi untuk mendeskripsikan orang pintar jangan dari sudut pandang yang sempit, karena kita bebas untuk berpendapat jadi kita lebih bisa untuk kaya akan sudut pandang.
Nah...Bagaimana dengan orang beruntung? Kenapa orang beruntung begitu hebat bisa mengalahkan posisi orang pintar? Padahal sebelum-belumnya orang pintar itu di nomor satukan istilahnya di sanjung-sanjung.Tapi kita lihat dulu orang beruntung dari segi apa? Yang jelas dan yang pasti karena takdir.Sepintar apapun orang kalau memang dalam hal keberuntungan memang kalah, jangan karena pintar kita merasa sombong, lupa akan siapa kita sebenarnya.Begitupun berlaku untuk orang yang pernah mengalami hal keberuntungan.
Sepertinya jadi orang pintar cenderung di salah-salahkan,kurang inilah kurang itulah dan orang beruntung pun juga sering di salah-salahkan dan banyak yang menggrutu dan yang mengatakan “Ahh...Dia mah cuman beruntung doang!!” dan yang pintar jika mendapatkan sesuatu yang tidak bisa kita miliki atau kita peroleh, kita sering berkomentar atau suka berceloteh “Ahh...Dia mah memang dari sononya udah pinter”.Yang penting dari keduannya ini yang beruntung jangan malas-malasan untuk berusaha dan jangan berhenti berusaha karena mendapat keberuntungan.
Sudah kita bicarakan tentang orang pintar, orang beruntung, dan bagaimana dengan orang berelasi? Dan yang lebih mengerucut lagi tentang sebuah relasi dalam bidang berkarir? Sekarang banyak orang memakai teori bahwa otak pintar pun tidak cukup kalau kita tidak punya banyak relasi.Dan relasi ini juga sangat luas dalam segi hubungan antara satu dengan yang lainnya bisa relasi melalui hubungan keluarga, antara bapak dan anak, paman denagan keponakan, relasi pasangan kekasih, relasi sahabat atau teman karib, relasi organisasi dan banyak relasi yang lainnya.
Bagaimanakah dengan fenomena relasi? Apa kita mengikuti teori seperti itu? Atau bahkan relasi ini sangat erat hubungannya dengan nepotisme.Nepotisme memang musuh besar bangsa kita Indonesia.Bahwa sudah kita ketahui bahwa nepotisme itu lebih memilih keluarga atau teman sendiri berdasarkan karena sebuah hubungan tapi bukan karena kemampuan.Hal seperti ini memang sangat di sayangkan tetapi siapa yang harus menghapus nepotisme ini kalau bukan kesadaran dari pribadi masing-masing.Yang jelas kita semua juga membutuhkan orang pintar di banding orang bodoh, dan kita juga butuh akan keberuntungan tapi keberuntungan yang hakiki, dan kita juga butuh sebuah relasi, tapi relasi yang wajar,relasi yang karena sebuah kemampuan dan softskill.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H