Mohon tunggu...
Siti Barokah Soedari
Siti Barokah Soedari Mohon Tunggu... Guru - Penyuka perjalanan

Pejalan

Selanjutnya

Tutup

Trip

Menjual Wajah Eropa di Wisata Kita

22 Desember 2020   08:04 Diperbarui: 22 Desember 2020   08:09 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masifnya tayangan sosial media akan keindahan di negara Eropa, membuat orang tertarik untuk mengunjunginya. Sayang, harga tiket yang tidak murah menjadi kendala terbenturnya niat tersebut.Selain itu, melakukan perjalanan ke Eropa memerlukan waktu yang tidak sebentar, jika mempunyai waktu cuti hanya dua atau tiga hari saja, lupakan impian ke sana. Karena perjalanan dari Indonesia ke Paris misalnya paling sedikit membutuhkan waktu seharian. Belum lagi pengurusan visa. Tapi kebanyakan  orang memendam impiannya untuk berkunjung ke sana karena biaya.

Para investor yg bergerak dibidang pariwisata sangat jeli membaca peluang ini. Beramai-ramai mendirikan wisata dengan konsep "keeropa-eropaan". Ditandai dengan menjamurnya tempat wisata yang bertema "land mark" eropa, makanan hingga penyewaan "wardrobe". Hal ini sangat mengobati keinginan sampai kesana dengan biaya yang jauh lebih ekonomis.

Alih-alih untuk kebutuhan swafoto diberbagai sosial media, tempat wisata yang menjual wajah eropa ramai dikunjungi dimana-mana. Sebut saja replika "Arc de triompe "ala Paris kini ada di simpang lima Gumul, Kediri. Menara Eifeel, Big ben dan kincir angin Belanda lengkap ada di Merapi Park, Kali Urang Yogyakarta. Di barat Pulau Jawa juga tidak mau kalah, di Taman Bunga Cianjur ada Little Venice lengkap dengan gondola seperti di Venezuela. Devoyage Bogor menyuguhkan wisata dengan atmosfer seperti di Italia, Paris dan Belanda sekaligus penyewaan kostum ala orang Eropa. Bahkan di Lampung ada juga Little Eropa.

Diakui atau tidak, banyaknya tempat wisata berwajah Eropa telah menghampakan jargon "visit Indonesia", karena apa yang mau dilihat oleh pelancong "bule"? Setidaknya seolah-olah kita kurang percaya diri untuk menampilkan "wajah Indonesia" yang kaya. Jika hanya bangunan gaya abad pertengahan Eropa. 

Sebenarnya kita punya banyak rumah adat tradisional yang tidak kalah eloknya bahkan penuh filosofi. Seperti rumah gadang (Sumatera), rumah tongkonan (Sulawesi), Honai (Papua) dan sebagainya. Kostum daerah kita bahkan lebih kaya dan menjual jika mau dikelola. Kurang apa uniknya laki-laki Papua yang memakai koteka, indahnya tenunan tapis lampung,  Baju Bodo, kebaya, ulos dan ratusan baju adat lainnya.

Baju-baju tradisional kita hanya terpajang di anjungan TMII dengan manekin tua, yang sesekali redup di pandangnya. Bangunan adat tradisionalpun tak kalah suramnya.

Lihatlah Mesir, berhasil menjual "wajah Mesir" dengan nilai sejarah bangsanya ratusan Tahun silam.Mumi, artefak dan papyrus bahkan tidak henti-henti dijualnya, tanpa membuat pelancong bosan karena dikemas sedemikian menariknya. Lihatlah sungai Nil yang tidak ada apa-apanya di bandingkan Sungai Kapuas. Sedemikian kreatif dibuat "Nile cruise" dengan suguhan tarian sufi dan  tari perut. Museum sejarah dibuat semenarik mungkin dengan sentuhan teknologi.

Hal ini gamblang menjelaskan bahwa kita sanggup menjual wajah Eropa tapi tidak sanggup memoles wajah negeri sendiri yang lebih kaya, lebih unik dan lebih berwarna.

Apakah kita benar-benar telah kekurangan sumber daya manusia disektor pariwisata yang kreatif dan inovatif? Entahlah, semoga tulisan ini bisa menyadarkan semua pelaku pariwisata bahwa kita punya wajah sendiri yang lebih rupawan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun