Suasana politik Indonesia jelang Pemilu 2024 sedang panas-panasnya, beragam aksi kampanye saat ini sudah mulai hawar-hawar terlihat sumbunya. Isu primadona yang menjadi ajang kampanye tetap menempatkan ekonomi dan sosial sebagai sentral utama pembangunan. Seringkali, para petinggi lupa akan isu lingkungan. Bukan hanya berkiblat pada Pemilu 2024 di Indonesia saja, konsep pembangunan yang diusung seluruh dunia saat ini yaitu model pembangunan berkelanjutan yang meletakkan isu lingkungan di urutan buncit, terkecuali saat dampaknya sudah mulai mempengaruhi  kehidupan sehari-hari.
Berkaca pada kasus kebakaran TPA Sarimukti di Bandung, Jawa Barat, beberapa pekan lalu. Kebakaran tersebut kini mulai bisa mengalihkan dan menjadi perbincangan insentif oleh pemerintah. Padahal, jika ditinjau, sebelum kebakaran terjadi, seharusnya pemerintah dapat meninjau jika kapasitas sampah di TPA Sarimukti yang memang sudah Overload.
Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, produksi sampah di Bandung Raya cenderung meningkat selama 3 tahun terakhir ini. Kondisi TPA Sarimukti sendiri dicatat sudah melebihi kapasitas hingga 700 persen. Apalagi, tim Pusat Ahli Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi menyatakan beberapa lokasi dengan kandungan gas metana yang tinggi (>100 persen LEL) di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Sarimukti.Â
Menindaklanjuti hal itu, maka perlu adanya rasionalisasi dari masyarakat untuk selektif dalam meninjau pemilu dan isu lingkungan terkhusus dalam pengolahan sampah di Indonesia yang masih minim. Lebih jauh, apakah urgensi isu lingkungan dan perubahan iklim akan menjadi salah satu pertimbangan masyarakat sebagai calon pemilih untuk menentukan pilihan? hal tersebut tentunya masih memerlukan penelitian khusus yang didasari oleh kesadaran masyarakat akan hal yang sama.Â
Kurangnya inisiatif dan upaya pemerintah dalam mengkampanyekan isu lingkungan juga menjadi alasan budaya memilah dan memanfaatkan sampah berdasarkan bagiannya masih minim di negeri ini. Padahal, pengelolaan sampah bisa disebut sebagai 'gerbang awal' untuk negara dapat mencapai target pembangunan berkelanjutan, karena hal ini merupakan isu multisektor yang berdampak dalam berbagai aspek di masyarakat dan ekonomi.Â
Tidak hanya itu, pengelolaan sampah juga memiliki keterkaitan dengan isu-isu lainnya, seperti perubahan iklim, pengurangan kemiskinan, keamanan pangan dan sumberdaya, serta produksi dan konsumsi berkelanjutan. Maka, upaya yang dilakukan yang paling tepat untuk sama-sama diintensifkan adalah pengolahan sampah berkelanjutan yang digerakan oleh semua komponen negara, termasuk warga guna mencapai berbagai target terutama pembangunan berkelanjutan. Kembali berkaca pada isu lingkungan terutama sampah, pengelolaan sampah yang berkelanjutan merupakan salah satu bentuk tanggung jawab atas konsumsi dan produksi yang telah dilakukan.
Limbah atau sampah yang tidak dikelola dengan baik akhirnya akan menghasilkan gas metana dan CO2 yang berlebih yang akhirnya berdampak juga pada perubahan iklim. Mengenai isu lingkungan tentang perubahan iklim, Development Dialogue Asia pernah melakukan survei pada masyarakat dewasa di Indonesia dan hasilnya hanya 47% Â dari 88% responden masyarakat yang menyadari perubahan iklim telah terjadi. Mereka 39% dari populasi yang bisa menjawab definisi yang benar tentang perubahan iklim. Selain itu, hanya 1 dari 3 responden yang menjawab pemanasan global telah terjadi saat ini, dan kurang dari setengah populasi (47 persen) yang percaya bahwa pemanasan global disebabkan terutama oleh manusia.
Dalam mencapai pembangunan berkelanjutan dari perspektif lingkungan, catatannya memang perlu untuk diintensifkan terkhusus pada Pemilu 2024 guna terciptanya pembangunan berkelanjutan hijau yang ramah lingkungan disamping masalah ekonomi dan sosial yang juga masih cukup krusial terjadi.