Mohon tunggu...
Aya
Aya Mohon Tunggu... Mahasiswa - xxx

yyy

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Asal-usul Watu Ngelak atau Batu Haus di Desa Wisata Puton Yogyakarta

8 April 2022   09:26 Diperbarui: 8 April 2022   09:34 1292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Watu Ngelak (Dokumen Pribadi)

Berlokasi di Desa Wisata Puton, Puton, Trimulyo, Kec. Jetis, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta 55781. Watu Ngelak merupakan salah satu situs bersejarah berupa sebuah batu besar yang membentang di pinggiran Sungai Opak. Sungai Opak atau Kali Opak sendiri adalah nama sungai yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Yogyakarta. Hal ini karena panjangnya aliran Sungai Opak atau Kali Opak mengalir dari Merapi hingga Pantai Samas sejauh 65 kilometer melintasi 11 kapanewon di Sleman dan Bantul.

Watu Ngelak yang berada di Desa Wisata Puton ini memiliki sejarah dan  asal-usulnya sendiri yang sudah dipercaya oleh warga secara turun-menurun. Asal-usul Watu Ngelak bermula ketika Sultan Agung Hanyokrokusumo atau yang merupakan raja Kesultanan Mataram pertama itu sedang melakukan perjalanan menuju Laut Kidul atau Laut Selatan. Beliau menyusuri Sungai Opak menuju laut Selatan untuk bersemedi dan ketika sampai pada sebuah bukit batu yang saat itu belum memiliki nama, Sultan Agung merasa haus hingga seorang anak yang sedang mencari ikan kemudian memberikan minum kepada Sultan Agung berupa air kelapa muda. Atas peristiwa tersebut Sultan Agung akhirnya memberi nama bukit batu itu dengan nama Watu Ngelak yang artinya batu yang disinggahinya ketika haus.

Dusun yang berada di sekitar Watu Ngelak yaitu Dusun Puton juga merupakan nama yang diberikan oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo. Kata puton berasal bahasa Jawa yaitu putu yang memiliki arti cucu dan Sultan Agung memberi nama ini karena anak kecil yang memberikannya air kelapa sebelumnya merupakan cucu dari seorang janda di Desa Dadapan, sebuah desa yang berada di selatan Dusun Puton. Dusun Puton sendiri memiliki potensi wisata yang sudah diakui oleh Kumpulan Sadar Wisata atau Pokdarwis dan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Bantul.

Sultan Agung memang selalu memberikan nama pada setiap desa yang beliau singgahi dalam perjalanannya menuju Pantai Selatan. Hal ini beliau lakukan sebagai kenangan akan perjalanan tersebut. Salah satu desa yang menarik perhatian Sultan Agung adalah Desa Puton yang menampakkan cahaya indah saat malam datang.

Cahaya tersebut oleh Sultan Agung diteliti berasal dari batu kristal yang terpantul sinar bulan. Sultan Agung kemudian memutuskan untuk singgah bermalam di tempat itu serambi menunggu matahari terbit dan ketika beliau terbangun dalam keadaan haus datang seorang anak kecil yang seolah-olah kenal dengan Sultan Agung memberikannya air kelapa.

Sejak saat itu, Sultan Agung menjadi senang dengan tempat tersebut dan karena peristiwa itu juga lah yang kemudian tempat tersebut diberi nama Watu Ngelak yang maknanya batu yang disinggahi Sultan Agung ketika beliau haus. Kemudian untuk wilayah di sekitar Watu Ngelak diberi nama Puton yang artinya cucu karena merujuk kepada anak kecil yang sebelumnya sudah memberi Sultan Agung air kelapa.

Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi

Alasan mengapa Sultan Agung melakukan perjalanan menuju Laut Kidul atau Laut Selatan adalah karena pada masa kepemimpinannya, tanah Jawa sebagian besarnya masih berupa hutan belantara dan belum ditanami oleh palawija sehingga mata pencaharian warga saat itu adalah berdagang dengan bangsa barat. Sultan Agung merasa cemas akan keberlangsungan hidup rakyat serta ancaman dari luar Pulau Jawa. Oleh karena itu, Sultan Agung merenungkan bagaimana untuk bisa lepas dari ancaman tersebut sehingga akhirnya beliau memutuskan untuk pergi ke Laut Selatan dan bersemedi guna mendapatkan wangsit mengenai cara melepaskan tanah Jawa dari kekangan bangsa barat.

Sebenarnya terdapat pendapat lain mengenai alasan mengapa Sultan Agung melakukan perjalanan menuju Laut Kidul atau Laut Selatan. Salah seorang pengelola Watu Ngelak, Khohari mengatakan bahwa alasan Sultan Agung melakukan perjalanan ke Laut Kidul adalah karena hubungan yang dimiliki oleh Sultan Agung dengan Ibu Ratu Laut Selatan.

Khohari menjelaskan bahwa saat itu Sultan Agung yang merupakan seorang raja atau sultan yang tentunya membutuhkan dukungan dari negara-negara lain baik itu negara yang nampak maupun tidak. Salah satu negara atau kerajaan yang tidak nampak adalah Kerajaan Laut Selatan yang dipimpin oleh Ibu Ratu. Sultan Agung meminta kerja sama kepada Ibu Ratu untuk kemakmuran negaranya dan oleh Ibu Ratu disanggupi atas satu syarat yaitu semua raja yang memegang tahta kerajaan mataram sampai generasi ke 9 harus mau menjadi suaminya.

Setelah itu, kerja sama antara Mataram dengan Kerajaan Laut Selatan mulai terjalin melalui hubungan suami istri antara Sultan Mataram dengan Ibu Ratu Laut Selatan yang bersifat goib atau tidak dapat dilihat secara kasat mata. Hanya orang-orang tertentu yang dapat menyaksikannya. Ikatan yang dimiliki oleh Sultan Agung dengan Ibu Ratu Laut Selatan tersebut membuat setiap malam tertentu seperti malam bulan purnama Sultan Agung datang mengunjungi istrinya yaitu Ibu Ratu Laut Selatan.

"Setiap saat-saat tertentu misalnya bulan purnama, Sultan Agung selalu mengunjungi istrinya untuk bercengkrama dan selalu melewati sungai" kata Khohari menambahkan.

Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi

Terlepas dari sejarah, asal-usul, dan mitos yang mengikutinya, saat ini Watu Ngelak menjadi icon bersejarah yang ada di Desa Wisata Puton. Setelah diresmikan, banyak turis lokal maupun mancanegara yang datang ke Desa Wisata Puton dan mengunjungi Watu Ngelak. Bahkan Khohari juga menambahkan bahwa ada kurang lebih 61 negara di belahan dunia yang sudah pernah mengunjungi Watu Ngelak. Hal ini tercatat dalam buku tamu Desa Wisata Puton yang saat ini berada di rumah Soraya Iswandiari yang merupakan Dukuh Puton sekaligus Ketua Pengelola Desa Wisata Puton.         

Dan itulah tadi asal-usul dari Watu Ngelak atau Batu Haus di Desa Wisata Puton Yogyakarta. Kita sebagai generasi pewaris sudah sepatutnya paham mengenai sejarah yang ada di sekitar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun