Mohon tunggu...
Siti Atuti
Siti Atuti Mohon Tunggu... Guru - Seorang perempuan yang hobi menulis, memasak, dan berkebun.

Guru Bahasa Indonesia yang suka membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kembang Sepatu [2]

1 Mei 2024   12:42 Diperbarui: 2 Mei 2024   08:26 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini libur. Mayday, libur memperingati hari buruh 1 Mei. Kunikmati libur dengan rebahan. Usai masak, cuci baju, menyapu lantai rumah dan halaman aku memanjakan diri dengan tiduran di kasur. Tentu sambil pegang telepon cerdas di tangan. Aku sedang hobi baca cerpen Femina di gawai.

Sangat nikmat libur, kepalaku bebas dari rasa pusing yg mendera jika masuk kelas. Kelas dengan beberapa anak yg tak sopan.

Kemarin Zul bertanya, "Ibu gila ya?". "Ya, puas kan kamu"

"Kenapa memang kalau saya gila?"

"Oh ibu periksanya ke Magelang ya."

Tapi puncak marahku saat kerudungku ditarik dari belakang. Pembullyan yang tak kumaafkan.

Dari pada marahku meluap, aku memilih pergi dari kelas. "Ibu baper, sudah tua baperan"

Tak kuhiraukan olok-olok itu.

Nah harus terus bertahan dengan pembully yg tak berperasaan itu? Anak-anak kelas 9 sebenarnya tinggal persiapan menghadapi UKLN. Uji Kompetensi Literasi dan Numerasi. Istilan baru dari Ujian Akhir.

Soal-soal latihan sudah kukirim. Mereka tinggal mengerjakan. Baca soal di telepon genggam dan jawaban ditulis di buku. Hanya beberapa anak yang tekun mengerjakan, sementara yang lain ada yang bermain game, dan Zul dkk lebih suka mengejek gurunya.

Kurikulum Merdeka memanjakan siswa. Tak ada lagi ujian nasional. Semua anak lulus apa pun kondisinya. Tentu saja aturan ini menyebabkan mayoritas siswaku merasa di atas angin. Tak ada yang ditakuti. Bersiksp kurang ajarpun pasti lulus. Andai tak lulus pun mereka tidak takut. Tak ada kemauan belajar tekun.

Latar belakang orang tua tak mendukung mereka punya karakter yg baik. Broken home, hanya tinggal bersama nenek yg memanjakan, atau bapak ibu ada tapi lurqng didikan sopan-santun.

Potret sekolah pinggiran yang lebih banyak jumlahnya dibanding sekolah kota favorit yg mungkin kondisi siswanya lebih baik.

Ya itulah kenyataan yang kuhadapi. Sabar dan sholat yang menguatkan aku.

Aku butuh gaji untuk hidup. Guru juga panggilan hidupku, sekarang mengalami kendala ya jalani saja.

Hiburanku lingkungan sekolah yang asri. Banyak ditumbuhi tanaman. Pohon, dan bebungaan. Cukup membuat mataku sejuk dan menentramkan hati saat panas keluar dari kelas yg kadang membuatku marah.

Pokok kembang sepatu menghiburku dengan bunganya yang indah. Kembang yang sederhana, tak harum baunya. Namun dia mempesona dan bersahaja.

Liburku tinggal setengah hari.

Lumayan hari ini sehat jiwa raga. Semoga besok aku bisa lebih sabar menghadapi Xul dan kawan-kawan. Tak ada tugas pendidik yang ringan. Tugas tuk membimbing siwa dan membangun budaya yang baik. Membangun peradaban agar bangsa ini terus ada dan berkembang dengan insan yang berkualitas. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun