Perkembangan Islam di Nusantara tidak pernah terlepas dari dinamika Islam di kawasan-kawasan lain. Karena itu adalah keliru pandangan yang menganggap seolah-olah Islam Nusantara berkembang secara tersendiri serta terisolasi dari perkembangan dan dinamika Islam di tempat-tempat lain.
Peradaban Islam Nusantara juga menampilkan ciri-ciri dan karakter yang khas,relatif berbeda dengan peradaban Islam di wilayah-wilayah peradaban Muslim lainnya,misalnya Arab,Turki,Persia,Afrika Hitam,dan Dunia Barat.Â
Islam yang datang pertama kali adalah Islam yang umumnya dibawa para guru pengembara Sufi,yang mengembara dari satu tempat ke tempat lain untuk menyebarkan Islam.Islam sufistik yang dibawa para guru pengembara ini jelas memiliki kecenderungan kuat untuk lebih menerima terhadap tradisi dan praktik keagamaan lokal.Bagi guru-guru Sufi pengembara ini,yang paling penting adalah pengucapan dua kalimah syahadat setelah itu barulah menperkenalkan ketentuan-ketentuan hukum Islam.Â
Baca juga: Makam Bathara Katong Menjadi Bukti Nyata Historis dan Islamisasi di Ponorogo
Masyarakat Nusantara pada umumnya adalah masyarakat pesisir yang kehidupan mereka tergantung pada perdagangan antarpulau dan antarbenua.Sedangkan mereka yang berada di pedalaman adalah masyarakat agraris,yang kehidupan mereka tergantung kepada pertanian.Dalam bidang kebudayaan,umat islam mempunyai ciri yang khusus pula dari budaya material (material culture) dalam kehidupan sehari-hari,sampai kepada budaya spiritual (spiritual culture).
Bahkan sampai sekarang kita masih bisa menyaksikan berbagai kesinambungan tertentu antara tradisi islam dengan tradisi tradisi budaya spiritual praislam yang sedikit banyak diwarnai tradisi Hindu,Buddha,dan bahkan tradisi keagamaan spiritual lokal.
Baca juga: Sejarah Pangeran Lanang Dangiran (Tokoh Islamisasi di Surabaya)
Faktor pemersatu terpenting diantara berbagai suku bangsa Nusantara adalah Islam.Islam mengatasi perbedaan-perbedaan yang terdapat di antara berbagai suku bangsa dan menjadi identitas yang mengatsi batas-batas geografis,sentimen etnis,identitas kesukuan,adat istiadat dan tradisi lokal lainnya.Tentu saja,sejauh menyangkut pemahaman dan pengalaman islam,terdapat pula perbedaan-perbedaan tertentu terhadap doktrin dan ajaran islam sesuai rumusan para ulama,bukan dengan identitas suku bangsa.
Faktor pemersatu kedua,yaitu bahasa melayu.Bahasa ini sebelum kedatangan Islam digunakan hanya di lingkungan etnis terbatas,yakni suku bangsa Melayu di Palembang,Riau,Deli (sumatera Timur),dan semenanjung Malaya.Terdapat bahasa-bahasa lain yang digunakan lebih banyak orang suku bangsa lain di Nusantara,seperti bahasa jawa dan bahasa sunda.
Bahasa Melayu yang lebih egaliter dibanding bahasa Jawa,diadopsi sebagai lingua franca oleh para penyiar islam ,ulama,dan pedagang.Kedudukan bahasa Melayu sebagai lingua franca Islam di Nusantara bertambah kuat ketika bahasa Melayu ditulis dengan aksara Arab.Bersamaaan dengan adopsi huruf-huruf Arab,maka dilakukan pula pengenanalan dan penyesuaian pada aksara Arab tertentu untuk kepentingan bahasa-bahasa lokal di Nusantara.Kedudukan bahasa Melayu itu menjadi semakin kuat lagi ketika para ulama menulis banyak karya mereka dengan bahasa Mekayu berhuruf Jawi tersebut sehingga pada gilirannya,tulisan Jawi menjadi alat komunikasi dan dakwah tertulis bagi masayarakat Melayu-Nusantara menggantikan beberapa bentuk tulisan yang berkembang sebelumnya.Â