Mohon tunggu...
Siti Amira Nabilah
Siti Amira Nabilah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Public Speaker

Selanjutnya

Tutup

Politik

Gen Z Melek Politik, Konsumsi Konten Politik Meningkatkan FOMO di Pilkada 2024?

11 Oktober 2024   14:40 Diperbarui: 11 Oktober 2024   14:43 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Generasi Z, yang kerap disebut Gen Z, merupakan kelompok yang tumbuh di era teknologi tanpa batas. Dengan akses yang luas ke internet dan media sosial, Gen Z semakin menunjukkan ketertarikannya pada berbagai isu sosial dan politik. Namun, dalam Pilkada 2024 yang akan dilaksanakan serentak pada 27 November mendatang, muncul dinamika baru. Fenomena buzzer bayaran dan efek Fear of Missing Out (FOMO) menjadi taktik yang memengaruhi cara Gen Z berpartisipasi dalam ranah politik.

FOMO (Fear Of Missing Out) Mempengaruhi Keputusan Gen Z Dalam Politik

Fear of Missing Out atau yang dikenal dengan FOMO adalah rasa takut yang dialami seseorang ketika merasa "tertinggal" dan "tidak mengikuti" hal-hal baru, baik dalam berita, tren, maupun aktivitas lainnya. Rasa takut tertinggal ini muncul dari persepsi bahwa orang lain sedang bersenang-senang dan menjalani hidup yang lebih baik, sehingga membuat seseorang tidak dapat fokus pada kehidupannya sendiri.

Biasanya, untuk kalangan Gen Z, FOMO dikaitkan dengan kehidupan sosial, baik didunia nyata maupun media sosial. Namun, dalam konteks politik, FOMO juga dapat mempengaruhi keputusan yang mereka pilih pada pemilihan daerah (pilkada) nanti.

Di era teknologi digital ini, banyak konten politik yang semakin bebas. Bahkan, sebagian besar masyarakat bukan hanya membaca konten tersebut, melainkan menonton melalui video pendek yang terdapat di media sosial seperti Twitter, Instagram, Facebook, TikTok, dan lain-lain. Khususnya bagi Gen Z, yang dikenal sebagai generasi Digital Native, media sosial merupakan sarana terbaik untuk mengakses segala bentuk informasi terkait pilkada 2024 mendatang. Namun, hal ini menyebabkan Gen Z mendapatkan informasi yang berlebihan dan tidak akurat, sehingga berpengaruh pada cara pandang mereka dalam menentukan pilihan.

FOMO juga sering dikenal sebagai tindakan sementara yang hanya didorong oleh tekanan sosial atau tren. Namun, ada pula kondisi di mana kampanye memanfaatkan FOMO yang muncul di kalangan Gen Z. Banyak dari mereka yang ingin "terlihat" berpartisipasi hanya untuk mengikuti tren. Contohnya adalah dengan membagikan dan menyukai konten politik, lalu memposting berita pilkada dan mencantumkan hashtag populer tanpa mengetahui isu politik dan pemahaman mendalam terhadap kebijakan yang dibicarakan. Padahal, konten yang tersebar di media sosial belum tentu akurat; bahkan banyak konten yang berasal dari buzzer bayaran.

Buzzer Politik dan Dampaknya terhadap Keputusan Gen Z

Istilah buzzer tidak asing lagi mengingat pilkada sudah di depan mata. Buzzer sendiri adalah individu atau kelompok yang memiliki platform media sosial untuk mempromosikan, mengkampanyekan, atau menyuarakan sesuatu dengan tujuan atau motif tertentu. Ada dua kalangan buzzer dalam politik, yaitu buzzer idealis dan buzzer bayaran. Buzzer idealis adalah buzzer yang secara sukarela mendukung kandidat tertentu tanpa bayaran, sedangkan buzzer bayaran adalah buzzer yang disewa jasanya untuk mendukung kelompok tertentu agar kandidat dari kelompok tersebut dapat memenangkan pemilihan.

Seiring berjalannya waktu dengan munculnya kehadiran buzzer politik ini, dampak negatif pun mulai terasa. Buzzer sering dicap sebagai pihak yang membagikan konten negatif tentang kandidat lawan demi memenangkan kandidat yang mensponsorinya. Konten yang dibagikan bersifat subjektif dan hanya mencerminkan kemauan dari sponsor, sehingga banyak informasi yang disampaikan terkesan berlebihan dan bersifat hoaks. Bahkan tidak jarang dibumbui oleh hate speech yang sengaja dibuat untuk menjatuhkan pihak lawan. Hal ini dikenal dengan istilah black campaign atau kampanye hitam.

Sebagai generasi yang tumbuh bersama kemajuan teknologi, segala hal yang dilakukan oleh Gen Z berhubungan dengan dunia maya. Tidak heran jika sebagai pemilih pemula, Gen Z termakan oleh konten yang dibagikan para buzzer. Fenomena buzzer sendiri sangat berpengaruh dalam kompetisi politik karena mereka dapat memanipulasi informasi dan membentuk suatu tren opini yang membangun persepsi publik. Namun demikian, bukan berarti setiap konten yang dibagikan oleh buzzer bersifat negatif; masih banyak buzzer yang memberikan konten positif yang berwawasan dan bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun