Sebagai putik, kamu harus bersabar jika benang sari lebih peduli pada kumbang, sehingga tak jua menjatuhkan serbuk sarinya di atas kepalamu.
Sebagai daun, kamu harus bersabar jika cahaya matahari tak kunjung menyinari sehingga fotosintesis mu terhambat.
Sebagai daun, kamu juga harus bersabar jika usia kelak memakan mu, lalu angin datang memisahkan genggaman mu pada ranting.
Sebagai buah yang jatuh, kamu harus bersabar jika tanah yang kamu pijak miring, sehingga kamu terpisah jauh dari pohon mu. Hingga kamu harus menemukan jati diri tanpa bantuan siapapun.
Sebagai manusia, kamu harus bersabar ketika mendapat ujian-dari-Nya. Sebab tak ada satu pun yang luput dari pengawasan-Nya. Ia yang kaya akan di uji dengan hartanya, yang miskin akan di uji dengan laparnya, yang alim akan di uji dengan ilmunya, dan yang bodoh akan di uji dengan ketergesaannya.
Maka, tak elok rasanya jika kamu selalu menyalahkan keadaan. Terlahir bukan dari keluarga kaya melimpah harta, sehingga enggan rasanya untuk memberi. Tak memiliki pengalaman yang cukup, hingga enggan untuk saling berbagi. Dan tak tercipta dengan paras menawan nan sempurna hingga merasa tak layak untuk dicintai.
Meski benar, keadaan itu tak bisa dijadikan kompas pembenaran. Menjadi apapun kamu, itu adalah peran terbaik yang telah Allah pilihkan untukmu, yang semestinya harus ikhlas untuk menjalaninya dengan sebaik-baik peran.
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (QS. Ar- Ra’d : 11)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H