Kesehatan Masyarakat di Indonesia
Peluang dan Tantangan untuk Meningkatkan Akses danAkses layanan kesehatan merupakan salah satu isu krusial yang dihadapi oleh berbagai negara berkembang, termasuk Indonesia. Tantangan yang dihadapi dalam akses layanan kesehatan di Ethiopia, seperti yang dipaparkan oleh Demsash dan Walle (2023), mencakup jarak ke fasilitas kesehatan, kendala finansial, serta hambatan sosial dan budaya yang mempengaruhi keputusan wanita untuk mencari perawatan medis. Di Indonesia, situasi serupa juga terjadi, terutama di wilayah-wilayah pedesaan dan terpencil. Meskipun pemerintah telah meluncurkan berbagai program kesehatan seperti Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan BPJS Kesehatan, disparitas dalam akses layanan kesehatan masih menjadi masalah yang signifikan. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, pada tahun 2021, sekitar 17,4% masyarakat Indonesia, terutama di wilayah timur seperti Papua, masih menghadapi keterbatasan akses terhadap fasilitas kesehatan yang memadai (Kementerian Kesehatan RI, 2021).
Sistem kesehatan di Indonesia juga dihadapkan pada tantangan geografis yang kompleks, dengan lebih dari 17.000 pulau dan populasi yang tersebar tidak merata. Sebagai contoh, di daerah terpencil, angka kematian ibu dan bayi masih tinggi, dengan angka kematian ibu mencapai 305 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2019, jauh di atas target Sustainable Development Goals (SDGs) yang diharapkan turun menjadi 70 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2030 (BPS, 2019). Selain itu, kendala sosial seperti minimnya pendidikan dan budaya patriarki masih menghambat sebagian besar wanita di daerah terpencil untuk mengakses layanan kesehatan. Hambatan-hambatan ini semakin memperjelas bahwa akses layanan kesehatan di Indonesia memerlukan perhatian serius, terutama dalam pengembangan kebijakan yang lebih inklusif dan berfokus pada keadilan sosial.
****
Sama seperti yang terjadi di Ethiopia, akses layanan kesehatan di Indonesia juga menghadapi hambatan yang signifikan, terutama di daerah-daerah terpencil dan pedesaan. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2020 menunjukkan bahwa hanya 63,7% rumah tangga di Indonesia yang memiliki akses ke fasilitas kesehatan dalam jarak 5 kilometer, dan angka ini lebih rendah di daerah terpencil seperti Papua dan Maluku, di mana persentasenya kurang dari 40% (BPS, 2020). Hambatan geografis menjadi salah satu faktor utama yang menyebabkan keterbatasan akses tersebut. Tantangan lain adalah kekurangan infrastruktur, seperti jalan yang buruk dan minimnya transportasi umum, yang membuat perjalanan ke fasilitas kesehatan menjadi sulit dan mahal bagi sebagian besar masyarakat.
Selain hambatan geografis, faktor ekonomi juga memainkan peran penting dalam menghambat akses layanan kesehatan di Indonesia. Meskipun program BPJS Kesehatan telah membantu banyak orang untuk mendapatkan layanan kesehatan dasar, masalah finansial tetap menjadi kendala bagi mereka yang tinggal di daerah miskin. Data Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa sekitar 30% dari total populasi belum terdaftar dalam program BPJS pada tahun 2021, dan sebagian besar dari mereka adalah masyarakat di daerah terpencil dan perbatasan (Kemenkes RI, 2021). Banyak di antara mereka yang tidak mampu membayar premi BPJS Kesehatan atau tidak memiliki akses informasi yang memadai tentang cara mendaftar dan memanfaatkan program tersebut.
Hambatan sosial dan budaya juga memainkan peran penting, terutama bagi wanita dan anak-anak di daerah pedesaan. Budaya patriarki yang kuat, terutama di wilayah-wilayah seperti Nusa Tenggara Timur dan Papua, sering kali menghalangi wanita untuk mendapatkan akses layanan kesehatan, terutama layanan kesehatan reproduksi. Ini diperparah oleh rendahnya tingkat literasi kesehatan di kalangan wanita. Berdasarkan data dari UNICEF pada tahun 2019, hanya sekitar 50% wanita di wilayah pedesaan Indonesia yang mendapatkan layanan antenatal care (ANC) yang cukup selama kehamilan, dibandingkan dengan lebih dari 80% di daerah perkotaan (UNICEF, 2019). Masalah ini menunjukkan bahwa masih ada kesenjangan yang besar dalam akses dan kualitas layanan kesehatan di Indonesia, yang harus segera diatasi dengan pendekatan yang lebih inklusif.
Sistem kesehatan Indonesia sebenarnya memiliki potensi besar dengan infrastruktur teknologi yang terus berkembang, terutama di bidang telemedicine. Namun, penggunaannya masih terbatas di daerah perkotaan, dan sangat sedikit masyarakat di pedesaan yang dapat mengakses layanan ini karena keterbatasan konektivitas internet. Upaya pemerintah untuk memperluas layanan telemedicine di seluruh Indonesia, termasuk melalui program seperti SATUSEHAT, perlu didorong lebih lanjut untuk memastikan bahwa layanan kesehatan dapat diakses oleh semua masyarakat, tidak hanya mereka yang berada di kota besar.
****
Akses layanan kesehatan di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan, terutama di wilayah-wilayah terpencil dan pedesaan. Meskipun program-program seperti BPJS Kesehatan dan transformasi digital melalui SATUSEHAT telah membawa kemajuan signifikan, masih ada banyak masyarakat yang belum sepenuhnya terjangkau oleh layanan ini. Hambatan geografis, ekonomi, dan sosial menjadi faktor utama yang perlu diatasi. Melalui integrasi data kesehatan seperti yang dilakukan melalui platform SATUSEHAT, harapannya sistem kesehatan Indonesia dapat menjadi lebih efisien dan inklusif.
Namun, untuk mencapai transformasi yang sepenuhnya inklusif, dibutuhkan dukungan dari semua sektor, baik dari segi peningkatan infrastruktur di wilayah terpencil, edukasi kesehatan bagi masyarakat, hingga pengembangan kebijakan yang lebih berkeadilan. Dengan kerja sama yang solid antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat, Indonesia dapat mencapai sistem layanan kesehatan yang tidak hanya kuat dan terintegrasi, tetapi juga merata di seluruh lapisan masyarakat.