Mohon tunggu...
Siti Aisyah S.Pd M.Pd.
Siti Aisyah S.Pd M.Pd. Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Pegiat Literasi, Seorang Pengajar di Kampus Swasta, Menjadi Abdi Desa, Ibu rumah Tangga dan Pegiat Literasi dengan CItati Google schoolar, dan Penulis Artikel Ilmiah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pena Pereda Kesepianku "Part 11, Kehilangan Seorang Teman"

8 Januari 2024   18:10 Diperbarui: 8 Januari 2024   18:14 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

PART 11;

Pembicaraan berlangsung lama, mulai dari kenapa aku kuliah dan lain-lain, tapi aku tidak bisa menangis didepannya, yang ku lakukan hanya menggigit bibir bawah menahan rasa sakit ini. pembicaraanpun berlanjut kepada kabar masing-masing dan bagaimana dengan kuliah. Hal inilah yang membuatku semakin merasa sakit. 

Tapi melihat diriku yang menahan tangis diapun langsung mengalihkan pembicaraan kepada kabar seorang teman yang merupakan teman belajarku di SMA yaitu hardini, kabarnya dia sedang mengidap penyakit kaki gajah, semacam penyakit yang membuat salah satu bagian kaki bengkak, padahal orang ini selama sekolah adalah teman yang sangat dekat denganku dalam hal pembelajaran, dia juga termasuk kedalam peringkat ke 2 umum setelah diriku.

Diapun mengajakku untuk menjenguknya, tapi aku takut untuk meminta izin untuk keluar, karena selama ini aku memang anak yang sangat takut untuk meminta izin keluar rumah, walaupun itu adalah pekerjaan perkelompok. Pembicaraanpun terhenti ketika itu dan diapun meminta izin kepada orang tuaku untuk pulang.

Seketika itu, aku masuk ke kamar dan aku pun menangis, rasa sakit yang tak bisa tertahankan lagi, orang-orang yang selama ini aku selalu bantu, orang=orang yang selama ini berada di bawahku, kini telah berubah. Mereka semakin melaju cepat dan akulah yang berada di bawah mereka.. dunia memang tidak pernah berpihakan kepadaku. Benar pepatah bilang bahwa "hidup bagai dunia yang berputar, kadang kita berada di bawah dan kadang kita berada di atas".

Keesokan harinya, akupun mendapatkan berita bahwa orang yang ingin kami jenguk kemarin meninggal, INNALILLAHI WAINNA ILAIHI ROOJIUN" itu adalah kata pertama yang terucap dari bibir ini. Rasa tak percaya bahwa orang yang selama ini, selalu belajar bersama meninggal.. yang semakin membuatku menangis ketika ku mengingat bahwa dia pernah berkata kepadaku bahwa " siapapun yang berhasil duluan maka harus memanggil teman-temannya". Ini adlaah janji kami bertiga  saya, nirma , dan hardini. 

Mereka adalah teman kelompok belajar memang, yaitu ahli fisika, ahli biologi, dan ahli matematika. Kelompok belajar yang sangat dikagumi oleh semua guru pada waktunya. Tapi inilah yang terjadi, seorang ahli matematika telah tiada, maka yang lainnya harus memperjuangkan cita-cita selama ini.  Tapi semua cita-cita ke 3 nya telah sirna, aku tidak bisa lagi menjadi seorang ahli fisika, sedangkan temanku yang sekarang ini ada di pangkep sedang mengambil studi industri, jadi tidak bisa meneruskan cita-cita itu lagi.

Dia di rawat selama 1 bulan di rumahnya, dan tidak dioperasi, diapun meninggalkan kampusnya dalam keadaan tidak sehat,  berselang 1 bulan setelah aku jatuh sakit dan meninggalkan kampus tercinta. Yang membuatku teringat, kenapa kami berdua harus diberikan cobaan seperti ini? kenapa ALLAH melarang kami untuk menggapai cita-cita itu? Pertanyaan itu, belum terjawab sampai sekarang ini.

Teman-teman mengajakku untuk pergi ke pemakaman, tapi apalah daya diri ini belum terlalu sehat, dan  hal yang kutakuti adalah aku takut bertemu dengan guru-guru yang selama ini mendukungku, dan mendukungnya untuk menempuh pendidikan di sana, mereka yang penuh pengharapan kepadaku untuk menjadi yang terbaik, aku takut mereka kecewa terhadapku, dan kekecewaan itu membuatku merasa canggung. 

Dan mereka menganggapku sebagai orang yang sangat sombong karena tidak pernah memberi kabar kepada mereka, tapi aku juga tidak pernah memberikan penjelasan kepad mereka tentang apa yang terjadi, sehingga ketika aku bertemu atau berpapasan dengan mereka aku selalu membuang muka, ataukah pura-pura melihatnya, kecuali jika mereka yang menegurku karena menurutku jika memang mereka respect kepadaku maka mereka yang akan menanyakan kabar tentangku, bukanlah aku yang harus mengemis-ngemis meminta perhatian dari mereka semua, kepada guru, teman dan orang-orang yang ku cintai.

Akupun hanya tinggal dirumah, pada waktu pemakamannya, dan sebagai sahabat yang mengahrgai persahabatan itu, aku hanya mengirinkan surat al- fatihah kepadanya, semoga dia tenang di peristirahatan terakhirnya, dan maaf jika aku tidak bisa menggapai cita-cita itu lagi." Itu adalah doa yang kupanjatkan kepada seorang sahabat hardini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun