Mohon tunggu...
Siti Aisyah S.Pd M.Pd.
Siti Aisyah S.Pd M.Pd. Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Pegiat Literasi, Seorang Pengajar di Kampus Swasta, Menjadi Abdi Desa, Ibu rumah Tangga dan Pegiat Literasi dengan CItati Google schoolar, dan Penulis Artikel Ilmiah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Urusan Tanah dan Konflik yang Menyertainya?

27 Juli 2023   19:41 Diperbarui: 27 Juli 2023   19:43 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Salah satu permasalahan yang ada sering kita temui di Desa adalah permasalahan tentang masalah Tanah. Masalah Tanah menjadi sangat rumit, sebagaimana di masyarakat sekitar kita sering menemukan konflik antara anak dan orang tua tentang Tanah, saudara dengan saudara bahkan antara sanak saudara sendiri yang berakibat kehancuran Keluarga dan terjadinya pengrusakan Bangunan bahkan beberapa kehilangan Jiwa karena mempertahankan Tanah yang dimilikinya.

Permasalahan tanah menjadi rumit hal ini terjadi karena beberapa hal, diantaranya:

  • Masyarakat pengelolan tanah, baik berupa lahan perumahan, persawahan maupun perkebunan tidak memiliki tanda kepemilikan yang sah.
  • Masyarakat yang mengelola tanah, masih mempertahankan “sipakatenning ada” atau kepercayaan akan ucapan dan komitmen melaksanakan perjanjian tanpa adanya bukti tertulis.
  • Banyak masyarakat yang memiliki dan mengolah tanah tanpa memperbaiki dokumen kepemilikan Baik berupa SPPT atau Surat Perintah Pembayaran Pajak masih nama pemilik lama atau bahkan dari nama generasi yang telah lama, atau masih nama nenek buntut dari orang yang dibeli lahannya. SPPT ini dikeluarkan oleh BAPENDA sebagai Badan Pendapatan Daerah yang merupakan bukanlah bukti yang Sah akan kepemilikan Tanah seseorang. 
  • Banyak masyarakat tidka memiliki Bukti kepemilikan yang Sah terhadap Tanahnya. Adapun yang menjadi Bukti kepemilikan Sah bagi pengelola Tanah adalah Sertifikat Tanah, Girik/Rinci yang digunakan Pada Zaman Belanda. Kelemahannua sertifikat Tanah atau Girik/Rinci tidak bisa diidentifikasi sekarang ini untuk keluaran tahun 2000 an kebawah karena Belum teridentifikasi Online.
  • Masyarakat melakukan transaksi jual beli, atau tukar menukar tanah tidak diketahui oleh pemerintah setempat. Dan hanya antara penjual dan pembeli. Hal ini bisa menjadi konflik nantinya bagi pewaris jika tidak mengetahuinya. Apalagi tentunya, sekarang ini Segala sesuatunya harus dibuktikan dengan Hitam diatas Putih atau berupa Bukti tertulis kepemilikan.
  • Banyak masyarakat yang mengelola tanah atas dasar hanya sebagai pengelola, atau biasa disebut “matteseng” dengan melakukan perjanjian bagi hasil bagi pengelola dengan pekerja sawah. Adapun syarat-syarat atau ketentuan tentang “matteseng” akan dibahas lanjut pada materi ini.
  • Masih Kurangnya pemahaman masyarakat tentang pembagian warisan.
  • Masyarakat banyak memahami bahwa pembagian hak Tanah tergantung pada apa yang dikatakan oleh orang Tua. Sehingga menjadi Hak mutlak bagi orang tua sebelum meninggal untuk mewariskan tanah kepada sang pewarisnya. Hal ini mengakibatkan pembagian warisan berdasarkan Kedekatan seorang anak dengan orang Tua.
  • Masyarakat banyak yang tidak membagi atau Meninggalkan wasiat  tentang warisannya  diberikan kepada siapa saja, sebelum kedua orang tua meninggal. Sehingga menjadikan beberapa konflik terjadi antara sanak saudara masalah Tanah. Karena tidak bisa dipungkiri sifat manusia yang ingin memiliki dan merasa tidak puas dan merasa menang sendiri. Apalagi jika Anak-anak yang ditinggalkan tidak memahami pembagian harta warisan dalam Islam. Inilah pentingnya pemahaman Pembagian Harta Warisan bagi keluarga yang ditinggalkan oleh sang pewaris. Kecuali bagi pewaris yang memang memiliki hanya satu anak, maka otomatis harta warisan akan langsung dialihkan kepada pewaris.
  • Bagi Masyarakat yang memiliki banyak Harta atau sedikitpun tapi meninggalkan warisan dan tidak jelas memberikan kepada siapa pewarisnya, khususnya bagi mereka yang tidak memiliki Keturunan. Ini menjadi konflik yang sangat besar ditemui di Masyarakat, Karena saudara-saudara, keponakan dari laki-laki ataupun perempuan merasa berhak memiliki tanah yang ditinggalkan oleh Orang tua yang tidak memiliki anak atau istilah bugisnya "tau manang".

Segelumik masalah tentang Tanah masih menjadi PR bagi kita semua, untuk menggalakkan masyarakat yang tertib administrasi Pertanahan. Olehnya itu dihimbau Bagi masyarakat untuk senantiasa melinatkan pemerintah atau dinas terkait dalam mengurus Khususnya permasalahan Tanah.

 

Dari Banyaknya permasalahan diatas, kira2 Permasalahan tentang Tanah Apa yang ada di Daerahmu?

Yuk share di Komen..

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun