A. Filsafat perenialisme
Perenialisme berasal dari kata perenial diartikan sebagai yang abadi atau kekal dan dapat berarti pula tiada akhir. Dengan demikian esensi kepercayaan filsafat perenial ialah berpegang pada nilai-nilai atau norma-norma yang bersifat abadi.
Aliran ini mengambil antalogi realitas sosial budaya manusia seperti realitas pohon bunga yang terus-menerus mekar dari musim ke musim datang dan pergi merubah warna secara tetap sepanjang masa dengan gejala yang terus ada dan sama. Jika gejala dari manusia ke musim itu dihubungkan satu dengan yang lainnya seolah-olah merupakan benang dengan corak warna yang khas dan terus-menerus sama. Dalam pengertian yang lebih umum dapat dikatakan bahwa tradisi dipandang juga sebagai prinsip-prinsip yang abadi yang terus mengalir sepanjang sejarah manusia. Karena ini adalah anugerah Tuhan pada semua manusia dan memang merupakan hakikat insaniah manusia.
Dengan demikian perenialisme ini menginginkan bahwa budaya dan adat istiadat yang terbiasa mereka lakukan merupakan suatu yang abadi, kekal, tanpa akhir. Aliran perenialisme beranggapan bahwa pendidikan harus didasari oleh nilai-nilai kultural masa lampau. Oleh karena itu, kehidupan masa modern ini banyak menimbulkan krisis dalam banyak bidang.Perenialisme mengambil jalan regresif karena mempunyai pandangan bahwa tidak ada jalan lain kecuali kembali kepada prinsip umum yang telah menjadi dasar tingkah laku dan perbuatan zaman Yunani Kuno dan abad Pertengahan. Yang dimaksud dengan ini adalah kepercayaan-kepercayaan aksiomatis mengenai pengetahuan realitas dan nilai dari zaman tersebut.
B. Pemikiran tokoh-tokohnya
1. Robert Maynard Hutchins
Ia mengembangkan kurikulum berdasarkan penelitian terhadap buku besar bersejarah dan pembahasan buku-buku klasik.
2. Mortimer J Adler
Salah satu pendukung filsafat perenialisme ini mengatakan bahwa jika seorang manusia adalah makhluk yang rasional yang merupakan hakikat yang senantiasa seperti itu sepanjang sejarahnya, maka tentulah manusia memiliki gambaran tetap pula dalam hal program pendidikan dengan tidak mengikutkan peradaban masa tertentu.
Sayyed Hossein Nasr menyebutkan bahwa karakteristik khusus manusia tidak lain adalah rasionalitas yang merupakan sifat manusia yang hakiki. Dengan prinsip dasar ini pula maka aliran ini berpendapat bahwa sesungguhnya ilmu pengetahuan sebagai produk dan presentasi manusia dimanapun dan kapanpun akan selalu sama karena memang bersumber dari hakikat yang sama.Dalam hal ini Mortimer J Adler mengungkapkan bahwa manusia adalah makhluk rasional yang memiliki kemampuan intelektual yang tampak dalam kapasitasnya sebagai subjek yang aktif dan dapat melakukan tindakan-tindakan seni  membaca dan mendengar, menulis dan berbicara, erta berpikir. Namun mengingat manusia adalah makhluk sosial maka kehidupan intelektual juga hidup di tengah-tengah komunitas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H