Pada pemilihan presiden 2014 berkembang fenomena 'Jokowi Yes, PDIP No'. Di antaranya banyak calon pemilih yang semula penganut mazab golput, pesimis dengan semua partai politik yang ada, tiba-tiba terkesima dengan figur Jokowi.
Sepak terjangnya sejak menjadi Wali Kota Solo sudah menempati ruang pemberitaan nasional. Orang-orang yang sudah malas dengan performa partai politik dengan berbagai alasan termasuk identik dengan pabrik koruptor, lantas menjatuhkan pilihan pada Jokowi, tapi tidak partai pengusungnya, PDI Perjuangan.
Jokowi sendiri sejak awal mengatakan hanya mau bergabung dengan PDI Perjuangan. Ada apa dengan PDI Perjuangan? Apa istimewanya? Kenapa orang-orang yang jatuh cinta pada Jokowi tidak serta-merta jatuh cinta pada PDI Perjuangan?
Tampaknya sangat benar ungkapan tak kenal maka tak sayang. Tampak luar, PDIP sepertinya garang. Pemilihan banteng sebagai simbol partai sepertinya menyeramkan.
Tunggu dulu.
Ternyata terkandung makna mulia di balik lambang PDI Perjuangan berupa gambar banteng hitam bermoncong putih dengan latar merah di dalam lingkaran bergaris hitam dan putih.
Warna dasar merah melambangkan berani mengambil risiko dalam memperjuangkan keadilan dan kebenaran untuk rakyat. Mata merah dengan pandangan tajam melambangkan selalu waspada terhadap ancaman dalam berjuang.
Moncong putih melambangkan dapat dipercaya dan berkomitmen dalam memperjuangkan keadilan dan kebenaran. Lingkaran melambangkan tekad yang bulat dan perjuangan yang terus-menerus tanpa terputus.
Bukan sekadar lambang.
Di belakang PDI Perjuangan ada Bung Karno Presiden pertama Republik Indonesia. Sosok yang tidak diragukan lagi kecintaannya pada Indonesia. Ia yang mati-matian menolak orang asing menguasai tambang emas di Papua.
Namun, belum sebulan Pak Harto menjadi Presiden kedua RI, tambang emas itu dikuasai asing. Dan kini, belum lama ini Jokowi telah merebutnya kembali. Freeport sudah berada dalam kendali Ibu Pertiwi.