Karl Mannheim
Dalam kehidupan saya yang saat ini sudah menginjak 20 tahun, pengetahuan yang saya miliki sudah saya dapatkan dari berbagai sumber dan berbagai media, salah satunya pondok pesantren. Saya masuk pondok pesantren saat saya menginjak usia 17 tahun dan bertahan selama kurang lebih 3 tahun sampai saya usia 20 tahun. Sebagai seorang santri saya harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan pondok pesantren dan menjalankan kegiatan wajib setiap harinya. Kegiatan yang membuat saya berkembang dari segi pengetahuan disini adalah mengaji kitab. Mengaji kitab di sini meliputi memberi harokat kepada arab yang gundul, memberi makna dibalik tulisan tulisan arab menggunakan tulisan jawa pegon, kemudian menjelaskan maksud dari makna tersebut.
Setelah mengetahui makna dari isi kitab tersebut maka dapat menambah pengetahuan mengenai hakikat hakikat dalam islam serta perilaku perilaku yang harus diterapkan setelah mempelajari kitab tersebut. Bagi saya, pengalaman ngaji di pondok pesantren ini merupakan contoh mengenai teori sosiologi pengetahuan yang digagas oleh Karl Mannheim. karena menurutnya, prinsip dasar pertama dalam sosiologi pengetahuan adalah adanya cara berfikir yang dapat dipahami jika asal usul sosialnya sudah di klarifikasi. Ide ide yang bersumber dari perjuangan masyarakat dengan isu isu penting didalamnya yang tidak bisa dipahami jika seseorang tidak mendapatkan penjelasan tentang dasar sosial mereka. Atas dasar tersebut maka ide ide harus dipahami dalam hubungannya dengan masyarakat yang memproduksi dan menyatakan dalam kehidupan mereka.
Saya mengenal teori sosiologi pengetahuan Karl Mannheim ini berdasar dari jurnal “SOSIOLOGI PENGETAHUAN: TELAAH ATAS PEMIKIRAN KARL MANNHEIM” jurnal ini menjelaskan bahwa Sosiologi pengetahuan merupakan kajian mengenai hubungan pemikiran manusia dan kontek sosial yang mempengaruhinya serta kesan ide-ide besar terhadap manusia. Didalam kajian ini terdapat cara berpikir yang tidak dapat dipahami secara memadai selama asal-usul sosialnya tidak jelas (Mannheim, 1954, p. 2). Artinya, sebuah pemikiran hanya dapat dipahami dengan baik jika faktor-faktor sosial yang terletak di balik lahirnya pemikiran tersebut dipahami dengan baik. Sebuah pernyataan atau konsep dapat saja memiliki redaksi yang sama tetapi dimaksudkan untuk makna yang berbeda hanya karena lahir dari latar sosial yang berbeda. Dalam pemahaman saya, ini berarti sebuah pengetahuan akan sampai kepada objek yang membutuhkan ilmu jika asal usul sosialnya jelas. Pembawaan sebuah pengetahuan yang disampaikan oleh seorang yang telah di utus untuk menyebarluaskan sebuah ilmu pengetahuan menjadikan proses sosial diantara mereka terjalin dengan baik.
Teori Sosiologi Pengetahuan dikenalkan oleh Karl Mannheim pada tahun 1954. Karl Mannheim (27 Maret 1893 - 9 Januari 1947) merupakan sosiolog dan filsuf Austria Hongaria yang terkenal karena kontribusinya terhadap sosiologi pengetahuan, sosiologi generasi, dan sosiologi pengetahuan sejarah. Mannheim lahir di Budapest, Hungaria dan menyelesaikan studi di berbagai Universitas Eropa. Mannheim sangat berpengaruh pada paruh pertama abad ke-20 dan salah satu pendiri sosiologi klasik serta pendiri sosiologi pengetahuan.
Konsepnya tentang sosiologi pengetahuan menekankan bahwa pemikiran dan pengetahuan tidak hanya dipengaruhi oleh factor individual, tetapi juga oleh konteks sosial dan budaya. Namanya mulai popular dan diperhitungkan di kalangan ilmuan dunia setelah bukunya Ideologie und Utopie (Ideology and Utopia) diterbitkan pada tahun 1929. Dalam buku ini dia berpendapat bahwa ideologi adalah sifat sejati dari setiap masyarakat dan dalam mencoba mencapai utopia, ideologi ini mempengaruhi teori filsafat dan bahkan sejarah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H