Mohon tunggu...
siti Zulaeha
siti Zulaeha Mohon Tunggu... -

Bekerja di Lembaga Institusional pemerintah, yang lebih banyak melakukan pengujian di banding Riset. Yang lebih suka jadi pengamat tanpa pernah memberikan komen dalam bentuk tulisan padahal merasa punya hobi menulis (???) Yang apaadanya, dan mencoba selalu bersyukur atas apa yang Tuhan berikan padanya.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Satu Cinta Beda Rasa (Lanjutan)

16 Maret 2011   12:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:44 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku menyukai itu, menyukai semuanya, menikmati setiap detik bersamanya, setiap detik kehadirannya. Dan aku menyukai setiap senti dirinya.

(alinea akhir dari cerita sebelumnya)

Itulah yang membuat kami dekat sesuai dengan yang aku sebutkan tadi people with same wavelenght will always find each other. Sesuai dengan teori pengkutuban juga kan, sesuatu yang sejenis selalu ingin bersekutu (teori yang benar adalah "like dissolve like" senyawa polar akan bergabung dengan senyawa polar dan sebaiknya dengan senyawa nonpolar... lho ko jadi ngelantur).

Dan aku nampaknya belum menceritakan bagaimana aku bertemu dengan dia. Yah kami bertemu di salah satu tempat favorit kami. Toko buku...Tentu saja kalian boleh tertawa ;P.

Pasti imaji kalian akan langsung menebak pertemuan kami itu seperti yang terjadi di sinetron. Bertabrakan, atau gerakan menyentuh buku yang sama yang membuat berpegangan tangan tanpa sengaja yang  menyebabkan saling berebutan dan tidak ada yang mau mengalah, atau malah saling mempersilahkan, "buat kamu deh".  Yah pertemuan kami agak mirip-mirip seperti itulah kira-kira (sambil tertunduk malu).

Saat itu, aku tengah membaca buku tere liye yang berjudul " Daun yang jatuh Tak Pernah Membenci Angin" (bukan promosi ya)", dengan posisi jongkok  di depan rak buku. Dan dia tanpa sengaja menjatuhkan salah satu buku dari rak atas (untung buku itu tidak terlalu tebal, kalau tebal bisa-bisa aku geger otak, dan akan lupa kejadian kali ini) dan beruntungnya aku (aku betul-betul membenci kata "beruntung" untuk pertemuan aku dengan dia  adalah suatu keberuntungan , seandainya  saja aku tau akhir dari semua ini adalah seperti ini) tentu aku akan menyebutnya pertemuan yang membawa musibah.

Dia tidak menyadari ada seseorang yang tengah jongkok dan mengaduh setelah selang beberapa detik setelah buku (sialan) itu jatuh.

"aduh  sakit", Aku meringis dan mengelus-elus kepala, " siapa sih nih yang ga hati-hati",  umpat aku. Saat dia yang merasa bersalah langsung menyadari hasil perbuatannya dan spontan mengatakan "aduh maaf ya mbak, saya ga sengaja", sambil mengambil buku yang terjatuh tadi. Aku membetulkan letak kaca mataku (saat itu aku memilih menggunakan kaca mata karena berniat membaca seharian di toko buku itu). Dan menggoyangkan kepala perlahan, sambil tarik napas.  Dia yang merasa bersalah mulai memperhatikanku dan aku pun menengadahkan kepala, dan kau tau apa yang terjadi. Aku seperti terkena setrum listrik tegangan tinggi. Setelah melihat laki-laki kurus, tinggi, putih dan berlensa itu, dengan kawat gigi berukiran berwarna biru (sumpah ganteng banget...Ya, Tuhan sempurnanya ciptaanMu). Akupun terkesima, terpana sepersekian detik, mungkin saat itu laju gerak bumi melambat dan percepatan gravitasi kurang dari 10 m/s2, lambat sekali (lho apa hubungannya...).

Dan dia menyadarkanku dan membawaku kembali ke alam sadar. "Maaf mbak, apa ada yang sakit?, saya betul-betul tidak sengaja." Katanya. "Oh, saya tidak apa-apa, sakit sih tapi sedikit, ntar juga hilang, tapi lebih banyak kagetnya", (what, apa yang aku katakan barusan, aduh jujur banget sieh).

"Sekali lagi saya minta maaf yah, tadi saya buru-buru mencari novel ini", sambil menunjukkan novel berjudul "LOVE STORY" karangan ERICH SEGAL. Hmmm pilihan yang berkualitas batinku. "Titipan adik saya", lanjutnya. "Jadi saya tidak liat ada mbak lagi jongkok, sekali lagi minta maaf yah". Cerocosnya terlihat tidak enak. "Ga pa pa kok mas", jawabku singkat.

"Hmmmm, bagaimana sebagai tanda minta maaf, boleh saya mentraktir mbak minum?". Duuuhhh sopan banget nieh cowo. "Tapi bukannya mas buru-buru tadi",  kataku sedikit berbasa basi. "Iya sih tapi ga pa pa ko, yang penting saya sudah dapat buku ini", sambil mengacungkan novel yang tadi menimpa kepala ku. Aku pun tersihir dan melupakan novelku yang tinggal beberapa halaman lagi selesai. Ah lain kali kan bisa aku tamatkan. Tawaran ini ga bakal dateng dua kali. He he he he. Batinku saat itu.

to be continued

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun