Mohon tunggu...
Siti Muawanah
Siti Muawanah Mohon Tunggu... -

Seseorang yang ingin bercerita melalui rangkaian kata.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Pemandangan yang Tak Biasa: Melihat langsung Dokter Hewan Bekerja

30 Desember 2013   11:04 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:21 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mimpi apa aku, hingga aku bisa melihat dokter hewan menyuntik kambing? Pemandangan yang belum pernah kutemui sebelumnya. Tak pernah terlintas dalam benakku, aku bisa melihat langsung dokter hewan menyuntik hewan ternak. Menyetujui ajakan dadakan di pagi itu membawaku ke pemandangan yang tak biasa bagiku. Awalnya aku hanya mampir ke kontrakan teman di sela-sela aku nggowes .

Siang ini aku ikut temanku melakukan pengecekan kondisi hewan ternak kambing bersama tiga dokter hewan di dua kelompok perternak. Di tempat pertama, ketiga dokter mulai dengan mengecek kondisi hewan sambil bertanya keadaan hewan ternak pada kelompok ternak. Daripada aku hanya diam saat ketiga dokter mengecek kambing, aku iseng mengambil dedaunan dan mengarahkannya ke kambing agar dimakan. Dari pengamatan, ada beberapa kambing yang perlu diberi obat cacing dan ada pula yang perlu dimandikan karena berkutu. Beberapa kambing itu merupakan kambing yang baru saja dibeli. Namun, secara garis besar kelompok peternak itu sukses karena banyak kambing yang telah punya anak dan sehat serta jarang ada kematian ternak.

Setelah dirasa cukup, pak dokter take action. pak dokter membuka tasnya yang penuh dengan botol obat-obatan untuk hewan. Dengan bantuan bu dokter, pak dokter menyiapkan obat dalam suntikan dengan cekatan. Dosis obat disesuaikan dengan umur kambing. Setelah obat cacing siap, mbak dokter masuk ke dalam kandang kambing yang bentuknya panggung dengan jarak sekitar 90 cm dari tanah, kemudian disusul temanku. Mbak dokter akan meminumkan obat cacing ke kambing. Agar mbak dokter mudah meminumkan obat cacing, temanku membantu pegang si kambing.

Kambing-kambing di kandang itu dipisah oleh sekat bambu seakan kambing itu punya bilik sendiri bersama anak-anaknya. Karenanya, mbak dokter dan temanku harus keluar masuk bilik-bilik kambing. Satu per satu kambing diberi obat cacing.

Setelah pak dokter siap dengan beberapa suntikan berisi vitamin, pak dokter juga mulai menjelajah tiap bilik kambing, sedangkan bu dokter masih sibuk menyiapkan obat. Dengan cekatan pak dokter menyuntik kambing. Sekali pegang si kambing, pak dokter langsung menyuntikan vitamin ke tubuh kambing seolah kejadian itu terjadi dalam hitungan detik.

Tak ada yang bisa kulakukan kecuali melihat. Mungkin seharusnya aku tidak ikut kegiatan ini. Mungkin seharusnya aku lanjutkan nggowes. Mungkin seharusnya aku menyusuri selokan mataram saja. Pikirku.

Tiba-tiba pak dokter berkata kambing hitam yang ada di depannya sakit magtitis, sejenis peradangan pada puting susu kambing. Pak dokter segera mengeluarkan cairan yang ada di puting susu itu seraya memberi penjelasan pada kelompok perternak. Cairannya berwarna merah. Pak dokter mengecek puting susu yang lain pada kambing itu. Puting yang lain itu segera obat disiapkan. Mungkin begitu sakit yang dirasakan kambing itu hingga kambing itu bergerak terus dan meronta kesakitan. Agar mudah menyuntikan obat, kambing itu dipegangi oleh temanku dan seorang dari kelompok perternak itu. Pak dokter memberi penjelasan tentang penanganan selanjutnya untuk kambing itu.

Selesai memberi obat, pak dokter berbagi pengalaman tentang kesehatan ternak dan apa yang perlu dilakukan agar ternak tetap sehat dan penyakit dapat terdeteksi lebih cepat.

Di tempat kedua, semua kambing diberi obat cacing dan vitamin kecuali kambing yang lagi hamil. Ada tiga kambing yang sedang hamil. Kambing yang sedang hamil cukup diberi vitamin. Vitamin yang diberikan pada kambing yang hamil berbeda dengan yang lain. Di tempat kedua ini ada beberapa anak kambing yang sakit diare. Seperti di tempat yang pertama, temanku membantu mbak dokter memberi obat cacing, kemudian pak dokter memberi vitamin, sedangkan bu dokter menyiapkan obat atau vitamin yang diperlukan.

Aku tak mau hanya melihat. Aku lakukan apa yang bisa aku lakukan. Mungkin hanya membawakan suntikan yang sudah terisi obat. Mungkin hanya membuka atau menutup pintu bilik kambing saat dokter memberi obat atau menyuntik. Mungkin hanya meminta suntikan ke bu dokter untuk mbak dokter maupun pak dokter. Apapun lah. Asal tidak hanya berpangku tangan.

Pengecekan hewan ternak di tempat kedua itu lebih cepat dibandingkan dengan di tempat yang pertama. Pada umumnya semua kambing yang berada di tempat kedua itu sehat. Hal yang disayangkan oleh pak dokter adalah ketinggian kandang yang diatas satu meter dan penggunaan bambu yang masih basah. Ketinggian yang diatas satu meter bisa menyebabkan kambing kembung karena lokasinya yang dilereng bukit, dan bisa menyebabkan kematian anak kambing yang bisa keluar melalui celah kandang karena jatuh dari atas kandang. Pemasangan bambu sebagai alas yang sekarang masih rapat bisa menjadi renggang karena bambu akan mengerut dan mengering sehingga bisa membuat kaki kambing terjerembab. Hmmm.. Semoga kelompok peternak menyadari hal-hal itu sehingga mereka bisa meminimalisir kemungkinan yang burukbagi hewan ternak mereka.

Yogyakarta, 30 Desember 2013

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun