Joana memutar tubuh, menatap bingung. "Nama saya, Tan?"
"Jangan panggil tante, umi Zeana aja," sahut wanita itu.
Joana menggaruk tengkuk yang sebenarnya tidak gatal, bingung harus mengatakan apa. Entahlah, mungkin perasaan saja, tetapi dengan wanita itu seperti ada aura istimewa.
Pakaian keduanya sudah basah kuyup. Hujan tak kunjung reda. Akhirnya, ini umi Zeana menarik tangan Joana menuju mobil.
"Kamu ikut umi aja, nanti diantar pulang," jelas umi Zeana setelah mereka berada dalam mobil.
Tak lama kemudian mereka tiba di depan sebuah bangunan mewah bak istana. Joana sampai tercengang melihat pemandangan itu. Bahkan dia tak menyadari kalau umi Zeana memperhatikan wajahnya.
"Ayo, masuk," ajak umi Zeana dengan lembut.
Joana tersentak kemudian tersenyum canggung. Baru kali ini dia menemukan orang selembut umi Zeana. Biasanya dia selalu menerima perlakuan kasar dari bibi, rasanya hari ini ia seperti bertemu ibu kandung.
"Rumah kamu di mana?" tanya umi Zeana sembari menyodorkan teh hangat. Joana yang mendengar hal itu langsung kaku, haruskah dia jujur pada orang yang baru dikenal?
"Em, aku-"
"Zeana!" Teriakan itu menghentikan ucapan Joana. Sontak keduanya bangkit untuk melihat siapa yang mengganggu.