Mohon tunggu...
Siti kholis komara
Siti kholis komara Mohon Tunggu... Freelancer - Penikmat kegaduhan pemikiran

Penggiat Sosial yang hanya bisa menyumbangkan pemikirannya agar hidup tak kehilangan makna

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kenapa Orang Jawa Jika Sudah Menikah Harus Pisah Rumah?

17 Mei 2020   12:54 Diperbarui: 17 Mei 2020   12:57 797
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Orang yang dianggap sukses adalah ketika sudah punya rumah, jika komentar itu tidak datang dari keluarga inti maka bisa saja datang dari keluarga besar atau sangat-sangat mungkin datang dari para tetangga yang secara budaya Jawa masih sangat guyub.

Ada lelucon yang sedikit menggelitik "Ada hal yang lebih berbahaya dan mematikan dari Corona serta penularannya secepat jet yaitu congorna tentangga yang bisa merambat sangat cepat dari congor ke congor" nah karena budaya rumpi dan senangnya kumpul-kumpul membuat banyak topik diangkat termasuk soal urusan tumpang-menumpang, orang yang masih ikut orang tua atau mertua apalagi yang sudah berkembang biak akan dianggap kurang sukses. 

Sebenarnya itu cuman anggapan tapi balik lagi ke kasus pertama orang Jawa memiliki hati yang sangat halus dan akan menjadi masalah besar jika dibarengi dengan tingkat emosinal yang tinggi.

Tapi saya percaya orang Jawa punya mental yang kuat walau harus menahan ego ingin mengatur sendiri urusan rumah tangga dan tahan banting dengan gunjungan tetangga.

Ternyata faktor ketiga ini yang terkadang memaksa orang harus segara pisah rumah yaitu, kondisi rumah orang tua.

Pernahkah kita mendengar istilah "Banyak anak banyak rezeki" dan benar saja pulau Jawa menjadi pulau terpadat karena produksi anak disini cukup pesat yang celakanya tidak diimbangi oleh kemampauan ekonomi sehingga satu petak rumah bisa diisi oleh 6-7 orang (Ayah, ibu dan 4-5 orang anak). 

Bayangkan jika satu anak menikah dan harus ikut rumah orang tuanya maka akan ada tambah satu kepala belum lagi kalau punya anak bisa saja satu kamar dihuni oleh satu keluarga, jika kondisi rumah luas mungkin tidak menjadi masalah tapi kasus yang banyak terjadi rumah sempit di sekat-sekat yang efek berikutnya adalah terjadilah hubungan yang tidak harmonis. 

Apa ada yang tetap harmonis walau harus hidup berdampingan? Kalau saya percaya masih ada yang bisa dan santai ada dengan urusan saling singgung.

Semua kembali ke masing-masing personal bagimana harus menyikapi setiap masalah, persoalan pisah rumah atau tidak kembalikan kepada kemaslahatan dari berbagai sisi, jika dengan pisah rumah justru hidupnya semakin susah dan mengancam eksistensi rumah tanggga maka apa tidak sebaiknya bertahan dengan syarat dan ketentuan berlaku tapi sebaliknya jika tidak pisah rumah justru membuat tidak sehat dan menyusahkan maka pisah rumah menjadi pilihan terbaik. 

Orang Jawa atau bukan menurut saya tidak ada hubungannya karena pertimbangan pisah atau tidak adalah pada kebaikan semua pihak agar hidup lebih sehat jiwa dan raga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun