Generasi Y sering disebut dengan generasi Milenial yang lahir antara tahun 1977 hingga 1995 (R.D.Asti). Generasi Z atau disebut juga post-millennium adalah generasi yang lahir pada tahun 1996 hingga 2010. Perlu kita ketahui bahwa salah satu permasalahan yang sering dihadapi generasi milenial adalah gagal move on.
Gagal move on sering kali digambarkan dengan patah hati atau putus cinta. Sebenarnya gagal move on tidak selalu soal cinta, gagal move on bisa datang dari apa saja, seperti menonton drama Korea karena alur ceritanya yang sering membuat emosi, dan juga tidak bisa meninggalkan liburan karena belum siap untuk melakukan aktivitas kembali.
Pada dasarnya gagal move on berasal dari ingatan dan kebiasaan, karena otak adalah tempat menyimpan semua ingatan manusia. Paul Reber, profesor psikologi di Northwestern University di dalam Scientificamerican.com, membahas ruang otak manusia dapat menyimpan 2,5 petabyte data, setara dengan 2.500.000 gigabyte.
Pada saat otak kita merekam momen-momen ketika bersama si doi yang membuat kita merasa senang sehingga memicu hormon endorfin keluar. Oleh karena itu, tidak dapat dipungkiri ketika kita bertemu dengan pacar, perasaan bahagia muncul karena adanya hormon endorfin yang membuat kita tidak bisa berhenti tersenyum.
Nah sekarang permasalahannya, gimana sih tips move on dari mantan? Faktanya, patah hati bisa menurunkan performa seseorang dan bahkan yang lebih parahnya lagi, dapat meningkat pada tingkat depresi. Berdasarkan penelitian Heather Love dan timnya menunjukkan bahwa seseorang yang mengakhiri hubungan serius, terutama yang telah menghabiskan banyak waktu dan komitmen emosional, bisa sangat rentan terhadap masalah emosional, termasuk depresi (Vitelli, 2017) .
Berakhirnya suatu hubungan dapat terjadi dan meninggalkan luka yang mendalam bagi individu yang mengalaminya. Perasaan sedih dan tidak mampu move on dengan mantan atau yang disebut dengan gagal move on dapat menimbulkan akibat yang serius berupa gangguan depresi pada individu tersebut.
Depresi berat ditandai dengan kesedihan, perasaan tidak penting dan bersalah, penarikan diri dari lingkungan, ketidakmampuan untuk tidur, kehilangan nafsu makan, kehilangan semangat dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Depresi adalah pengalaman yang menyakitkan, suatu gangguan suasana hati (afektif) yang ditandai dengan emosi yang tidak menyenangkan. Ada banyak faktor berbeda yang dapat mempengaruhi depresi, seperti faktor fisik termasuk genetika, kimia otak dan tubuh, usia, jenis kelamin, gaya hidup, penyakit, obat-obatan terlarang, kurang sinar matahari.
Ada juga faktor psikologis. faktor-faktor tersebut antara lain kepribadian, gaya berpikir, harga diri (harga diri), stres, lingkungan keluarga, penyakit jangka panjang. Kemungkinan dampak gangguan depresi, jika tidak ditangani dengan serius, dapat menyebabkan orang yang menderita kondisi tersebut melakukan bunuh diri. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah tersebut, anda dapat melakukan berbagai cara, beberapa di antaranya adalah dengan berolahraga, menjaga pola makan, dan berkonsultasi dengan dokter kesehatan mental. Selain itu, anda memerlukan dukungan dari lingkungan jika melihat seseorang menunjukkan tanda-tanda depresi untuk segera dipantau.
Beberapa penderita depresi terkadang merasa malu membicarakan pengalamannya. Oleh karena itu, lingkungan sekitarnya harus peka, aktif mendengarkan keluhan dan mengambil tindakan terbaik untuk menghindari kemungkinan terburuk yang mungkin dihadapi orang tersebut.
Memikirkan masalah dalam suatu hubungan tentunya setiap emosi bisa kita rasakan mulai dari bahagia hingga sedih, apalagi yang tidak bisa kita pungkiri seperti berakhirnya sebuah hubungan, hal ini bisa membuat seseorang merasa sedih. Gagal move on dapat menghabiskan waktu untuk move on dan merasa bahwa dirinya lebih baik setelah hubungan berakhir kurang lebih selama 11 minggu atau bahkan bisa lebih maupun kurang dari waktu tersebut.
Dampak dari depresi sendiri bisa berupa gangguan tidur, masalah interpersonal, gangguan makan, masalah pekerjaan, bahkan pikiran untuk bunuh diri, banyak orang yang patah hati hingga nekat untuk bunuh diri atau melakukan segala cara agar mantan kekasihnya menerima dan membalas cintanya kembali. Ketika suatu hubungan berakhir, seringkali seseorang harus menerima kenyataan dan berdamai dengan masa lalu agar tidak lagi merasakan beban pikiran dan kesedihan yang mendalam. Namun, bagi sebagian orang, merelakan dan melepaskan hubungan yang telah berakhir dengan orang yang dicintai bisa jadi hal yang sangat sulit.
Oleh karena itu, kita harus memahami bahwa cinta bukanlah satu-satunya masa depan yang harus kita capai. Putus bukan berarti masa depan kita berakhir. Jika kita menuntut terlalu banyak cinta dari orang yang tidak mencintai kita, bukankah hal itu malah terlihat egois? Biarkan dia membuat pilihannya sendiri dan kita bisa menjalani hidup kita sendiri juga. Beristirahatlah dari hal-hal toxic yang mengganggu pikiran kalian, kembali dan lanjutkan aktivitas kalian yang tertunda. Saat seseorang putus cinta, banyak hal yang membuat rasa sedih terus muncul. Ada beberapa hal yang sering membuat generasi Milenial tersakiti,yaitu :
Takut kehilangan rasa bahagia
Hal ini terjadi karena kita selalu merasa bahagia setiap kali kita melihatnya. Alhasil, ketika kita kehilangannya, kita merasa seperti dunia tak lagi seindah dulu lagi. Jika kita takut kehilangan, entah kehilangan orang itu atau kehilangan diri kita sendiri, itu karena kita telah menghadirkan seseorang ke dalam hidup kita sehingga mereka juga menjadi bagian dari kita. Kita harus ingat bahwa kita harus membuka tidak hanya hati kita tetapi juga pikiran kita. Jangan sampai kebahagiaan kita bergantung sepenuhnya pada orang yang tidak bisa membahagiakan kita atau hanya bisa menyakiti kita.
Memperbaiki masalah ini tidaklah mudah dan bahkan justru membutuhkan banyak waktu serta memerlukan adaptasi. Langkah pertama yang bisa kalian lakukan adalah belajar berdamai dengan diri sendiri lalu beradaptasi dengan situasi seolah-olah kalian tidak pernah memulai hubungan sejak awal. Lambat laun, kalian akan terbiasa memulai dari awal. Lalu, hindari menyalahkan diri sendiri atas apa yang terjadi di antara kalian berdua. Jika kamu masih terus-terusan menyalahkan, berarti kamu masih menyimpan dendam dan akan semakin sulit melupakannya.
Merasa Harus Beradaptasi Lagi
Hal ini akan sangat dirasakan oleh orang yang bertipe setia, karena baginya sangat sulit beradaptasi dengan seseorang yang baru saja singgah di hatinya. Orang ini tidak bisa dipaksa untuk langsung terbuka terhadap orang baru.
Pada dasarnya, syarat untuk mengakhiri hubungan romantis berbeda-beda tergantung individunya. Berakhirnya sebuah hubungan romantis atau disebut juga dengan putus cinta bisa dianggap sebagai pengalaman berharga dan proses menuju kedewasaan hidup bagi sebagian orang. Namun tak jarang sebagian orang menganggap putus sebagai hal yang paling sulit dan menyakitkan, hingga tenggelam dalam kesedihan yang mendalam. Bagi mereka yang tidak dapat mengatasi kesedihan yang mendalam ini, mereka akan menderita akibat yang permanen. seperti kehilangan gairah atau motivasi. Selain itu, individu juga akan menarik diri dari lingkungan sosial, kehilangan integritas dan membuat keputusan yang buruk, dan hubungan sosial selanjutnya akan memburuk. Memburuknya hubungan sosial merupakan reaksi lingkungan sekitar terhadap segala macam tindakan kontraproduktif yang dilakukan para penyintas. Pekerjaan indivdu tidak terorganisir secara ketat, individu juga banyak melakukan aktivitas yang membuang waktu dan cenderung menimbulkan kerugian, seperti lebih sering merokok, dll. Mengingat dampak depresi yang diakibatkan oleh kegagalan gerakan pada , maka diperlukan penanganan yang serius dari lingkungan dan kemauan yang kuat pada diri pasien untuk menghilangkan gangguan depresi tersebut. Sebab jika keadaan ini terus berlanjut maka dapat menimbulkan risiko bunuh diri yang mematikan pada individu tersebut. Gejala depresi ringan dapat diatasi dengan mengatur pola makan dan berolahraga. Sedangkan jika seseorang mengalami gejala depresi berat, memerlukan pertolongan ahli kesehatan mental, seperti psikolog atau psikiater. Berikut beberapa cara mengatasi depresi yaitu :
- Berolahraga
Mengapa berolahraga? Olahraga diketahui dapat menciptakan pikiran dan emosi positif yang dapat mencegah masuknya suasana hati negatif ke dalam diri seseorang. Olahraga dapat membantu orang mengatasi stres, gejala depresi ringan, dan meningkatkan mood. Saat berolahraga, tubuh melepaskan hormon norphine. Fungsi endorfin mirip dengan morfin, membantu meredakan nyeri dan merangsang perasaan positif.
- Menjaga Pola Makan
Gejala depresi bisa bertambah parah bila terjadi ketidakseimbangan nutrisi dalam tubuh. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengendalian pola makan untuk menjaga keseimbangan nutrisi. Yang pertama adalah menghindari banyak mengonsumsi kopi, gula, alkohol, dan produk susu. Makanan dan minuman yang mengandung zat tersebut dinilai berpotensi memperburuk gejala depresi. Cara kedua adalah dengan mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung vitamin C. Vitamin C berperan dalam meningkatkan produksi serotonin , neurotransmitter yang mengatur suasana hati bahagia, yang diproduksi oleh tubuh.
- Konsultasi Ke Psikiater
Bila beberapa cara di atas tidak berhasil meredakan gejala depresi dan memperburuknya, sebaiknya seseorang berkonsultasi dengan praktisi kesehatan mental, seperti Psikolog dan psikiater. Psikolog dan psikiater lebih memahami masalah dan gejala yang dihadapi dan dapat segera merekomendasikan solusi yang tepat. Baik melalui terapi maupun penggunaan antidepresan oleh psikiater.
Namun, penting untuk diingat bahwa setiap orang memiliki preferensi masing-masing mengenai metode yang digunakan oleh praktisi kesehatan mental yang merawat mereka. Setiap individu mempunyai keinginan untuk sembuh yang berbeda-beda karena semua terserah pada individunya, psikolog atau psikiater hanya ada untuk membantu proses penyembuhannya.
Tentunya dalam sebuah hubungan, segala emosi bisa kita rasakan mulai dari kebahagiaan hingga kesedihan, terutama hal-hal yang tidak bisa kita pungkiri seperti berakhirnya sebuah hubungan yang bisa membuat seseorang sakit hati, sulit dihadapi, sulit move on. Seseorang dapat meluangkan waktu untuk bergerak dan merasa lebih baik setelah hubungan berakhir dalam waktu sekitar 11 minggu atau lebih, lebih sedikit dari jangka waktu ini. Wajar jika seseorang merasa sedih ketika suatu hubungan berakhir, apalagi jika itu adalah orang yang sangat dicintainya. Saat kita sedih, masih ada hal lain yang bisa kita lakukan dengan meluangkan waktu bersama keluarga dan orang di sekitar kita serta menyibukkan diri, seperti mempelajari sesuatu yang baru, pergi berlibur, dan menikmati aktivitas. Bersenang-senang sambil merefleksikan diri.
Selain itu, dari kegiatan ini kita bisa belajar beberapa hal yang bisa dijadikan pelajaran menuju hubungan kedepannya dan bisa fokus pada diri sendiri serta mengembalikan kesadaran diri yang sempat hilang karena tidak bisa melangkah maju. Patah hati bisa mereda seiring berjalannya waktu, dan waktu yang dibutuhkan untuk move on sangat relatif tergantung pada apakah orang tersebut sedang menghadapi emosi positif atau negatif yang dapat mengingatkannya pada sistem hubungan mereka di masa lalu.
Namun percayalah, bahwa apa yang kita rasakan adalah hal yang wajar. Yang perlu kita lakukan adalah mengelola emosi dan menjaga keadaan setelah hubungan berakhir dengan menjaga kesehatan tubuh, pikiran, dan sosial. Namun, jika kita masih kesulitan mengatasi emosi karena tidak bisa melangkah maju, jangan ragu untuk mencari bantuan dari teman, keluarga, atau ahli kesehatan mental untuk mendiskusikan situasi tersebut, meminta bantuan, dan meceritakan apa yang sedang kamu hadapi.
Daftar Pustaka
Asti, R.D. (2019). Parenting 4.0: mendidik anak di era digital. Klaten: Caesar Publisher
Lubis, N. L., 2009. Depresi dan tinjauan psikologis Jakarta: Prenada Media Group
Palutturi, A. (2023, Oktober 30). Gagal Move On? Ini Penyebab Utamanya. Diakses dari Kompasiana:https://www.kompasiana.com/abipalutturi/56298ca421afbd180505cf94/gagal-move-on-ini-penyebab-utamanya
Vitelli, R. (2017). How Dangerous Is a Broken Heart? “New research explores the linkbetween relationship breakup and suicide.” Psychology Today.https://www.psychologytoday.com/us/blog/media-spotlight/201711/how-dangerous-is-broken-heart
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H