Stres dan tekanan membuat Chika jatuh sakit. Ia pingsan di kantor dan dilarikan ke rumah sakit. Dokter menyampaikan kabar paling menyakitkan: ia mengalami keguguran. Bayi yang dinantikannya bersama Yovan tak lagi ada. Tangisnya tak terbendung, hatinya hancur tak bersisa.
Di tengah keterpurukannya, Chika menyadari satu hal: ia tidak bisa terus hidup seperti ini. Dengan sisa-sisa keberanian yang ia miliki, Chika menggugat cerai Yovan dan memutuskan hubungan dengan ibunya. Itu bukan keputusan yang mudah. Bagian dari dirinya masih berharap ada perubahan, tetapi ia tahu itu hanya angan kosong.
"Aku harus memikirkan diriku sendiri," kata Chika pada sahabatnya. Dengan dukungan teman-teman dan bantuan terapi, Chika mulai membangun hidupnya kembali. Ia meninggalkan kota itu, membawa hanya barang-barang yang penting dan kenangan yang ingin ia buang jauh-jauh.
Sementara itu, pernikahan antara Yovan dan Yulia yang berlangsung tak lama setelah perceraian Chika tak berjalan mulus. Sifat tempramental Yovan membuat Yulia kewalahan. Pertengkaran demi pertengkaran terjadi, hingga hubungan mereka hancur sebelum genap setahun.
Yulia menyesali perbuatannya, tetapi semuanya sudah terlambat. Ia kehilangan Chika, anak yang dulu selalu ia banggakan. Yovan, di sisi lain, kehilangan segala hal yang pernah ia miliki. Karma datang dengan cara yang tak terduga, menghancurkan keduanya.
---
Di sebuah kafe kecil, Chika duduk sambil menyesap kopinya. Senyumnya kini tulus, matanya penuh dengan semangat baru. Ia telah berdamai dengan dirinya sendiri. Masa lalu memang menyakitkan, tetapi ia tahu, kebahagiaan sejati ada pada dirinya sendiri, bukan pada orang lain.
Luka itu masih ada, tetapi ia telah belajar bahwa luka bukan akhir dari segalanya. Hidupnya baru saja dimulai. Dengan langkah mantap, Chika melangkah keluar dari kafe itu, siap menjemput masa depan yang lebih cerah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H