Mohon tunggu...
siti latifatul wahidiyah
siti latifatul wahidiyah Mohon Tunggu... Lainnya - karyawan swasta

mempelajari sesuatu yang baru terasa menarik buat saya . karena saya suka dengan hal2 yang baru dalam hidup saya

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pelukan Tanpa Akhir

22 Desember 2024   12:02 Diperbarui: 22 Desember 2024   12:02 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Ibu 

Ibu,  
di matamu yang teduh,  
aku menemukan tempat pulang paling sunyi,  
di genggammu yang lembut,  
dunia terasa tak lagi sepi.  

Kau, matahari di hari-hariku,  
menyulam cahaya di gelap malamku,  
mengukir cinta tanpa kata,  
yang tak pernah habis meski waktu menua.  

Langkahmu, ibu, adalah doa,  
yang berjalan di atas kerikil tajam kehidupan,  
tangismu, adalah hujan di musim kemarau,  
yang selalu datang untuk memulihkan dahan yang hampir patah.  

Kau tak pernah meminta,  
namun selalu memberi,  
membiarkan lelahmu menjadi rahasia,  
sementara aku tumbuh dalam pelukan bahagia.  

Aku ingin menjadi langit,  
yang selalu menaungi langkahmu,  
aku ingin menjadi bintang,  
yang menyinari malam-malam panjangmu.  

Ibu,  
dalam doa yang kulantunkan,  
ada namamu yang tak pernah hilang,  
seperti akar yang menembus bumi,  
kau adalah alas hidupku yang abadi.  

Terima kasih, Ibu,  
atas cinta yang tak bertepi,  
yang menjadikanku  
seperti sekarang ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun