Pendahuluan
Di era Globalisasi seperti sekarang ini telah membawa dampak semakin jauh dengan meningkatkannya transaksi Internasional atau biasa disebut Cross Border Transaction (transaksi lintas batas)  baik dari segi jumlah frekuensi atau volumenya.  Dalam literatur perpajakn terdapat konsep yang biasa disebut sebagai Controlled Foreign Company (CFC) yang dapat didefinisikan sebagai suatu perusahaan yang didirikan diluar negeri yang kepemilikan dan pengendaliannya dijalankan oleh wajib pajak dalam negeri. CFC ini jua dibuat sebagai salah satu bentuk dari penghindaran pajak (tax avoidance) dimana dengan cara menunda pengakuan penghasilan yang modalnya berasal dari luar negeri yang nantinya akan dikenakan pajak di dalam negeri. selain itu juga CFC bisa digunalan untuk menunda pembayaran dividen sehingga pemungutan pajak atas dividen bisa tertunda. di Indonesia regulasi CFC pada bulan Juni 2019 pemerintah Indonesia melakukan peruahan ketentuan untuk Controlled Foreign Company (CFC) melalui PMK Nomor 93/PMK.03/2019 tentang perubahan atas Peraturan Mentri Keuangan Nomor 107/PMK.03/2017 tentang penetapan saat diperolehnya dividen dan dasar perhitungan oleh wajib pajak dalam negeri atas penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di Bursa Efek.
Dengan ini PMK 93 juga merupakan komitmen Indonesia sebagai anggota G20 dalam mengimplementasikan rencana aksi OECD BEPS Action 3 tentang Designing Effective Controlled Foreign Company Rules meskipun CFC Rules bukanlah salah satu minimun standart yang telah ditetapkan OECD. selain itu, revisi CFC Rules juga semakin memperkuat Specific Anti Avoidance Rules (SAAR). yang sejalan dengan upaya reformasi perpajakan di bidang peraturan perpajakan. Penghasilan yang diperoleh CFC di luar negeri yang belum dibagikan kepada pemegang saham tetap akan dianggap sebagai penghasilan kena pajak di Indonesia. CFC mencakup perusahaan asing yang sahamnya minimal 50% dikuasai oleh wajib pajak dalam negeri, baik secara langsung maupun tidak langsung.
CFC adalah sebuah perusahaan asing yang dimiliki atau dikendalikan oleh perusahaan atau individu di negara asal (parent company). Biasanya, perusahaan ini didirikan di yurisdiksi dengan tarif pajak rendah atau bahkan tanpa pajak, untuk tujuan strategis atau penghematan pajak.
- Parent Company: Perusahaan induk di negara asal dengan kewajiban pajak penuh.
- CFC: Anak perusahaan yang terletak di yurisdiksi dengan tarif pajak rendah.
- Low-Tax Jurisdiction: Negara atau wilayah dengan tingkat pajak rendah yang sering menjadi pilihan untuk pendirian CFC.
Masalah Utama yang Ditimbulkan oleh CFC
- Penghindaran Pajak: Perusahaan menggunakan CFC untuk mengalihkan keuntungan dari negara asal ke yurisdiksi pajak rendah, mengurangi pajak yang harus dibayar.
- Income Shifting: Pendapatan yang diperoleh perusahaan induk disimpan di CFC untuk menunda atau menghindari pajak.
- Kurangnya Transparansi: Otoritas pajak di negara asal sering mengalami kesulitan melacak pendapatan dan operasi CFC.
Aturan dan Regulasi CFC
Banyak negara, termasuk Indonesia, memiliki aturan CFC untuk mencegah penghindaran pajak. Intinya, aturan ini:
- Mengharuskan perusahaan induk melaporkan penghasilan pasif CFC, seperti bunga, royalti, dan dividen, dalam penghasilan kena pajak.
- Menyediakan pedoman bagi otoritas pajak untuk mendeteksi dan mencegah penyalahgunaan struktur CFC.
Dalam hal ini Regulasi Controlled Foreign Corporation (CFC) bertujuan untuk mencegah praktik profit shifting (pengalihan laba) dan penghindaran pajak oleh perusahaan atau individu yang menggunakan entitas asing di negara dengan tarif pajak rendah atau tax haven.Â
Tujuan regulasi ini adalah sebagai berikut:
1. Mencegah Penghindaran Pajak