Mohon tunggu...
siti muadinah
siti muadinah Mohon Tunggu... Guru - Ibu Rumah Tangga

lahir di kediri, suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berbagi Snack Nikahan pada Mantan Teman Sekantor

29 Desember 2020   07:33 Diperbarui: 29 Desember 2020   07:33 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Awalnya saya bekerja di sebuah perusahaan swasta di luar kota. Tujuh tahun merupakan waktu yang tidak sebentar untuk memulai suatu pekerjaan dan kemudian berada di posisi yang terbilang lumayan untuk seorang pegawai. Ya, dua tahun setelah saya menjadi pegawai  kontrak, saya diangkat menjadi karyawan tetap di perusahaan tersebut.

Tentu saja, jerih payah saya terbayarkan dengan diangkatnya saya sebagai karyawan tetap. Keinginan saya tidak muluk-muluk, asal saya bisa bekerja sesuai dengan kemampuan saya dan kemampuan saya bisa dihargai. Saya juga tidak berharap karier yang menjulang. Keinginan saya cukup sederhana, saya bekerja dan bisa mencukupi kebutuhan. Apalagi waktu itu ayah saya sudah almarhum. Tinggal ibu yang juga sudah mulai sepuh.

Tadinya saya enjoy saja menikmati perjalanan hidup. Saya bekerja, kemudian jika saya kangen rumah terutama kangen dengan ibu, saya tinggal ambil jatah cuti kemudian saya pulang ke kampung halaman. Namun, seriring berjalannya waktu, usia ibu saya sudah semakin sepuh saja. Fungsi dari organ tubuh sudah mulai menurun. Hal ini tidak bisa dibohongi meski beliau selalu berusaha menunjukkan bahwa diri beliau baik-baik saja.

Suatu ketika, tidak tahu kenapa saya pengen sekali pulang kampung pada saat saya di kota tempat saya bekerja. Seperti mendapatkan firasat, keinginan untuk pulang ke kampung halaman seperti sudah tidak bisa dibendung lagi. Akhirnya, saya ambil cuti pada waktu itu untuk bisa pulang hanya sekadar menjenguk ibu saya. Tidak disangka, pada saat sampai rumah itulah saya baru tahu bahwa ibu saya terbaring sakit tidak berdaya. Beliau sakit dan tidak ada yang tahu. Kebetulan ibu saya waktu itu berada di rumah sendirian. Dan anak-anak ibu yang lain atau saudara-saudara saya sudah pada menikah dan berada di luar kota. Hanya saya yang belum menikah.

Mungkin ini yang membuat saya merasa tidak enak. Ibu tidak pernah mengeluhkan sakit atau meminta anak-anaknya untuk pulang. Tapi entah kenapa, yang saya rasakan ibu membatin anaknya untuk pulang. Sehingga hal inilah yang membuat saya merasa tidak enak. Mungkin semacam ikatan batin antara ibu dan anak. Untuk itulah, pada saat saya di rumah saya mengantar ibu berobat dan merawat beliau semampu saya. Karena jatah waktu saya cuti dan untuk berada di rumah sangatlah terbatas. Tapi paling tidak ibu saya waktu itu sudah mendapatkan pertolongan. Dan ketika saya tinggal ke luar kota tempat saya bekerja, keadaan ibu sudah mulai membaik.

Tapi setelah itu, tidak jarang saya mendengar kabar bahwa ibu saya sering sakit. Saya juga mulai intens menelepon ibu saya, bahkan hampir setiap hari. Saya tidak peduli beban pulsa saya jadi membengkak. Kebetulan waktu itu saya sediakan handphone jadul buat ibu saya di rumah. Dan maklum saja, namanya sudah sepuh, ibu saya hanya bisa mengangkat telepon tanpa bisa memanggil balik atau hanya sekadar sms. Karena beliau tidak bisa mengoperasikan handphone model masa kini.

Hari berganti hari, bulan demi bulan, akhirnya saya mulai gelisah. Saya mulai bertanya-tanya, apakah saya terus bekerja di luar kota? Padahal keadaan ibu saya mulai sakit-sakitan dan tidak ada yang merawat. Setelah saya meminta pendapat beberapa orang teman termasuk Pak Ustadz, akhirnya saya mengundurkan diri dari pekerjaan dan kembali ke kota kelahiran saya. Saya terngiang-ngiang dengan kata-kata Pak Ustadz via telepon, "Kasihani ibumu. Niatkan kembali ke rumah untuk birrul walidain. Rawat ibumu mumpung kamu juga masih belum punya tanggungan."

Alhamdulillah, saya mengundurkan diri dari perusahaan tanpa mempunyai masalah. Murni karena keinginan saya pribadi untuk mengundurkan diri. Kemudian, saya kembali ke kampung halaman dan bekerja di tempat baru sembari merawat ibu saya yang saat itu sakit hipertensi dan diabetes mellitus. Tentu saja, pekerjaan saya berbeda dengan yang dulu. Kalau dulu bekerja di sebuah perusahaan, di kota kelahiran saya sudah tidak bisa lagi bekerja di perusahaan karena kota kelahiran saya hanyalah sebuah kota kecil. Saya banting setir di dunia pendidikan dengan mengajar. Setahun kemudian, saya menikah.

Tak lama setelah saya menikah, kurang lebih sekitar dua bulanan, HRD di tempat saya bekerja di perusahaan dulu mengontak saya. Beliau meminta SK asli pengangkatan saya sebagai pegawai tetap di perusahaan tersebut supaya dikembalikan. Tentu saja, HRD tersebut mendengar bahwa saya baru saja menikah. Tak lupa, beliau mengucapkan selamat atas pernikahan saya. Memang, saya tidak mengundang teman-teman saya di tempat kerja lama saya tersebut dengan pertimbangan jarak tempuh yang cukup jauh. Selain itu, pada saat saya menikah saya juga tidak mengundang terlalu banyak orang. Hanya kerabat dekat dan teman-teman dekat saja. Karena konsep pernikahan saya cukup sederhana.

Untuk itu, selain saya mengirimkan SK asli pengangkatan kepegawaian saya, saya juga menyertakan snack atau cemilan, sebagian sisa nikahan saya, sebagian lagi saya tambahi seperlunya untuk berbagi kebahagiaan dengan teman-teman di kantor. Untuk pengiriman tersebut saya percayakan kepada JNE. Awalnya pengiriman dokumen kepegawaian saya dan snack mau saya jadikan satu dalam satu kardus agar biaya pengiriman jadi satu. 

Dengan kata lain, biar lebih irit. Tapi kemudian setelah saya pertimbangan dari sisi keamanan dan kenyamanan, akhirnya snack dan dokumen kepegawaian saya, saya sendirikan meskipun dikirim ke alamat tujuan yang sama. Alhamdulillah, keduanya bisa mendarat dengan selamat. Hal ini dibuktikan pada waktu HRD di tempat saya dulu bekerja mengontak saya bahwa paketan JNE, baik yang berupa dokumen maupun snack sudah beliau terima dalam kondisi baik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun