Pengertian Pemeriksaan Pajak
Pemeriksaan pajak merupakan serangkaian kegiatan dalam menghimpun serta mengolah data, keterangan, dan bukti yang dilaksanakan secara objektif serta profesional berdasarkan standar pemeriksaan untuk mengetahui kejelasan pajak yang dilaporkan oleh para wajib pajak.
Menurut UU No. 16 Tahun 2000, yang dimaksud dengan pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengolah data dan atau keterangan lainnya, dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Dasar hukum Tata Cara Pemeriksaan Pajak
Ketentuan mengenai pemeriksaan pajak telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana mengalami beberapa kali perubahan hingga terakhir diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU KUP).Â
Merujuk pada Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (UU KUP), pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk menghimpun dan mengolah data, keterangan, atau bukti yang dilakukan secara objektif dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan dalam hal menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan ataupun untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan perpajakan.Â
Lebih lanjut, pada Pasal 31 ayat (1) UU KUP disampaikan bahwa tata cara pemeriksaan pajak diatur berdasarkan peraturan menteri keuangan. Oleh karena itu, pemerintah kemudian menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 184/PMK.03/2015.Â
Lalu, PMK Nomor 184/PMK.03/2015 ini diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 18/PMK.03/2021 yang merupakan aturan pelaksanaan UU Cipta Kerja.Â
Kriteria Pemeriksaan Pajak
Merujuk pada Pasal 4 ayat (1) PMK 17/2013 s.t.d.d PMK 18/2021, pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan bisa dilakukan dalam hal memenuhi beberapa kriteria.Â
1. Â Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sesuai dengan Pasal 17B UU KUP.Â
2. Ada data konkret yang menyebabkan pajak yang terutang tidak dibayar atau kurang dibayar.
3. Wajib Pajak melaporkan SPT yang menyatakan lebih bayar. Â
4. Wajib Pajak yang sudah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak.Â
5. Wajib Pajak menyampaikan SPT yang menyatakan rugi.Â
6. Wajib Pajak melaksanakan penggabungan, pemekaran, likuidasi, peleburan, pembubaran, atau meninggalkan Indonesia selama-lamanya.
7. Wajib Pajak melaksanakan perubahan tahun buku atau metode pembukuan.Â
8. Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT, tetapi lewat dari jangka waktu yang sudah ditetapkan dalam surat teguran yang terpilih untuk dilaksanakan pemeriksaan berdasarkan analisis risiko.Â
9. Â Wajib Pajak menyampaikan SPT yang terpilih untuk dilaksanakan pemeriksaan berdasarkan analisis risiko. Kesepuluh, PKP tidak melaksanakan penyerahan BKP atau JKP dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan atau telah mengkreditkan Pajak Masukan sesuai dengan Pasal 9 ayat (6c) UU PPN.
Tahapan Pemeriksaan Pajak
Pemeriksaan pajak diawali dengan penyampaian Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan atau pengiriman Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor. Apabila kondisi tidak memungkinkan, seperti pandemi covid-19, maka pemeriksaan pajak bisa dilaksanakan secara online atau daring.Â
Kemudian, hasil pemeriksaan harus diberitahukan dan disampaikan kepada Wajib Pajak melalui penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) yang dilampiri dengan daftar temuan hasil pemeriksaan dan mencantumkan dasar hukum atas temuan tersebut.Â
Lalu, pemeriksaan pajak untuk pengujian kepatuhan Wajib Pajak diakhiri dengan pembuatan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP), serta produk hukum yang bisa berupa SKPKB, SKPKBT, SKPN, SKPLB. Sementara itu, pemeriksaan untuk tujuan lain diakhiri dengan menerbitkan LHP berisikan usulan diterima atau ditolaknya permohonan wajib pajak.Â
Jangka Waktu pemeriksaanÂ
Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilaksanakan dalam jangka waktu pemeriksaan yang terdiri dari jangka waktu pengujian, dan jangka waktu pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan pelaporan.Â
Dalam hal pemeriksaan pajak dilaksanakan dengan jenis pemeriksaan lapangan, maka jangka waktu pengujian paling lama 6 bulan, yang dihitung sejak Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan kepada Wajib Pajak hingga tanggal SPHP disampaikan kepada Wajib Pajak.
Sementara, dalam hal pemeriksaan pajak dilaksanakan dengan jenis pemeriksaan kantor, maka jangka waktu pengujuan paling lama 4 bulan, yang dihitung sejak tanggal Wajib Pajak datang memenuhi Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor hingga tanggal SPHP disampaikan kepada Wajib Pajak.
Sedangkan, dalam hal pemeriksaan atas data konkret dilaksanakan dengan pemeriksaan kantor, maka jangka waktu pengujian paling lama 1 bulan, yang dihitung sejak tanggal Wajib Pajak datang memenuhi Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor hingga tanggal SPHP disampaikan kepada Wajib Pajak.
Lebih lanjut, jangka waktu pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan pelaporan paling lama 2 bulan, yang dihitung sejak tanggal SPHP disampaikan kepada Wajib Pajak hingga tanggal LHP.
Jika pemeriksaan atas data konkret dilaksanakan dengan pemeriksaan kantor, maka jangka waktu pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan pelaporan paling lama 10 hari kerja, yang dihitung sejak tanggal SPHP disampaikan kepada Wajib Pajak hingga tanggal LHP.
Mengapa perlu dilakukan pemeriksaan pajak?
Dari pengertian Pemeriksaan Pajak yang telah disebutkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan dilaksanakannya Pemeriksaan Pajak adalah dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan oleh Wajib Pajak. Tujuan pemeriksaan tersebut ditegaskan kembali dalam Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 625/KMK.04/1994 mengenai tata cara pemeriksaan di bidang pajak, yang menyatakan bahwa tujuan pemeriksaan adalah untuk:
1. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, yang dapat dilakukan dalam hal :
a.SPT Tahunan menunjukkan kelebihan pembayaran pajak dan atau rugi.Â
b. SPT Tahunan tidak disampaikan atau disampaikan tidak pada waktu yang telah ditetapkan.Â
c. SPT memenuhi kriteria yang ditentukan oleh Dirjen Pajak, seperti yang telah disebutkan pada kriteria pemeriksaan di atas.Â
d. Ada indikasi kewajiban perpajakan yang tidak dipenuhi. Â
2. Tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dapat dilakukan pemeriksaan dalam hal :Â
a.Pemberian NPWP atau pencabutan NPWP.Â
b. Pemberian Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) dan pengukuhan atau pencabutan NPPKP.Â
c. Penentuan besarnya jumlah angsuran pajak dalam suatu Masa Pajak bagi Wajib Pajak baru.Â
d. Wajib Pajak mengajukan keberatan atau banding.Â
e. Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan untuk menghitung penghasilan neto.Â
f. Pencocokan data dan atau alat keterangan.
g. Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah tertentu, misalnya di daerah terpencil.Â
h. Penentuan satu atau lebih tempat terhutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan atau Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21.Â
i. Pelaksanaan ketentuan perundang-undangan perpajakan untuk tujuan lain selain yang telah disebutkan di atas. Â
Berdasarkan dasar hukum tersebut, tujuan utama pemeriksaan tidak lain adalah upaya untuk menguji dan mendorong Wajib Pajak agar memenuhi kewajiban perpajakannya (compliance). Tujuan ini dilakukan berdasarkan prinsip bahwa tidak terdapat perbedaan pemeriksaan pada Wajib Pajak, karena secara yuridis Direktorat Jenderal Pajak harus memperlakukan hal yang sama (equal treatment) terhadap semua Wajib Pajak (Gunadi 1999). Artinya tidak terdapat perbedaan antara pemeriksaan pada Wajib Pajak yang bergerak dalam suatu bidang usaha tertentu, misalnya antara perusahaan yang bergerak di bidang jasa maupun yang bergerak di bidang perdagangan.Â
Bagaimana Diskursus Gadamer untuk Memahami Mekanisme dan Alur Pemeriksaan Perpajakan?
Hans-Georg Gadamer adalah seorang filsuf Jerman yang dikenal karena kontribusinya dalam bidang hermeneutika, yaitu studi tentang interpretasi teks dan makna. Pemikirannya terutama terfokus pada bagaimana pemahaman dan interpretasi terbentuk melalui interaksi antara penafsir dan teks.Berikut adalah beberapa poin kunci dari pemikiran Gadamer:
1. Hermeneutika Dialogis
Gadamer menekankan pentingnya dialog dalam proses pemahaman. Menurutnya, pemahaman bukanlah proses yang dilakukan dalam isolasi, melainkan interaksi yang melibatkan perspektif yang berbeda.
2. Pra-pengetahuan
Gadamer berargumen bahwa setiap pembaca membawa pra-pengetahuan dan pengalaman mereka sendiri ke dalam proses interpretasi, yang memengaruhi cara mereka memahami teks. Hal ini berarti tidak ada pembacaan yang sepenuhnya objektif.
3. Fusion of HorizonsÂ
Gadamer memperkenalkan konsep "fusion of horizons" (perpaduan cakrawala). Ini menggambarkan bagaimana pemahaman terbentuk ketika pandangan dunia (horizon) dari penafsir dan teks bertemu dan saling mempengaruhi.
4. Tradisi dan Sejarah
Gadamer berpendapat bahwa pemahaman dipengaruhi oleh tradisi dan konteks sejarah. Ia menegaskan bahwa kita selalu terikat pada tradisi kita, dan pemahaman berkembang melalui warisan budaya yang kita terima.
5. KonteksÂ
Konteks sangat penting dalam interpretasi. Gadamer percaya bahwa makna suatu teks tidak dapat dipisahkan dari konteks historis dan sosialnya.Pemikiran Gadamer berpengaruh luas, tidak hanya dalam filsafat tetapi juga dalam bidang sastra, linguistik, dan ilmu sosial. Ia telah membantu membentuk pemahaman modern tentang bagaimana interpretasi dan komunikasi bekerja dalam berbagai disiplin ilmu.
Pemikiran Hans-Georg Gadamer sering kali berfokus pada hermeneutika, yaitu seni dan ilmu untuk memahami teks, konteks, dan interaksi antar manusia.Â
Berikut adalah beberapa poin penting dari pemikiran Gadamer yang bisa diterapkan untuk memahami mekanisme dan alur pemeriksaan pajak:
1. Dialogis dan Interaksi:
Gadamer menekankan pentingnya dialog dalam proses pemahaman. Dalam konteks pemeriksaan pajak, dialog antara wajib pajak dan otoritas pajak sangat penting untuk mendapatkan klarifikasi dan menjembatani perbedaan pandangan.
2. Sejarawan dan Tradisi
Gadamer percaya bahwa pemahaman selalu terkait dengan tradisi dan konteks sejarah. Dalam hal pemeriksaan pajak, penting untuk memahami regulasi dan praktik pajak yang telah ada, serta bagaimana hal tersebut memengaruhi pelaksanaan pemeriksaan.
3. Horizon Pemahaman
Konsep "horizon" Gadamer menyatakan bahwa setiap individu membawa latar belakang dan pemahaman yang berbeda. Dalam pemeriksaan pajak, baik auditor maupun wajib pajak memiliki horizon yang berbeda, yang mempengaruhi cara mereka memahami data dan informasi pajak.
4. Fusi HorizonÂ
Proses di mana dua horizon bertemu dan saling memengaruhi adalah kunci dalam memahami situasi. Dalam pemeriksaan pajak, upaya untuk mencapai kesepahaman antara pihak pajak dan wajib pajak dapat membantu menyelesaikan permasalahan yang ada.
5. Evolusi PengetahuanÂ
Gadamer berbicara tentang pengetahuan yang dapat berkembang melalui pengalaman. Dalam bidang pajak, mekanisme dan prosedur pemeriksaan bisa berubah seiring waktu, dan pemahaman akan terus diperbaharui seiring dengan pengalaman dari setiap pemeriksaan.Dengan menerapkan pemikiran Gadamer, kita dapat mengerti bahwa alur pemeriksaan pajak bukan hanya sekadar prosedur mekanis, melainkan juga proses interaktif yang melibatkan pemahaman, komunikasi, dan klarifikasi antara pihak-pihak yang terlibat. Ini membantu menciptakan transparansi dan keseimbangan dalam hubungan antara Negara dan wajib pajak.
Referensi:
Gadamer. Philosophical Hermeneutics. London: University of California Press, 1976.Â
Gadamer. Truth and Method. London: Sheed and Warp, 1975.
Waluyo dan Wirawan B. Ilyas. 2000. Perpajakan Indonesia, Jakarta : Penerbit Salemba Empat.Â
Gunadi, 1999, Akuntansi dan Pemeriksaan Pajak, Jakarta : Abdi Tandur. Ikatan Akuntan Indonesia. 1999. Standar Akuntansi Keuangan, Jakarta : Penerbit Salemba Empat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H