Mohon tunggu...
Siti Nurlitasari
Siti Nurlitasari Mohon Tunggu... Freelancer - hanya seorang pekerja keras

be the best

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kisah Inspiratif, Penjual Buah yang Sekolahkan Anaknya hingga Sarjana

19 Juni 2021   21:50 Diperbarui: 19 Juni 2021   22:20 551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Maryati atau sering dipanggil dengan nama ibu yati merupakan seorang ibu rumah tangga yang sudah berusia 47 tahun asal Kampung Indramayu yang hingga kini merantau ke Jakarta untuk mencari nafkah demi keluarganya di kampung. Ia sudah merantau kurang lebih 15 tahun lamanya. Di umur sekarang yang dikatakan sudah tidak muda lagi selain menjadi ibu yang baik, sudah menjadi kebiasaannya untuk disibukkan di pasar mencari nafkah dengan menjual buah-buahan. Mulai dari matahari terbit hingga matahari mulai terbenam.  Sebagai single parents, tak ada alasan bagi Ibu Yati untuk duduk manis di rumah. Ia adalah tulang punggung untuk anak-anaknya agar tetap bisa bersekolah dan melanjutkan hidup.
Dari penjualan buah yang dilakukan selama bertahun-tahun hasil penjualannya padahal tidak terlalu besar hanya sekitar 40.000 per harinya yang dibeli dari petani buah dan ia untuk dijual lagi di pasar dan selalu ditabung sehingga mampu untuk menyekolahkan anaknya. Dengan untung yang tidak terlalu besar ini bagaimana kita harus mengaturnya apalagi Bu Yati ini merantau. Harus pintar-pintar untuk mengatur keuangannya untuk kehidupan selama merantau nya juga. Bu Yati sendiri pulang ke kampung pada saat ada kesempatan saja. Seperti hari Raya dan bisa dibilang bisa setahun hanya 3 kali saja ia pulang ke kampungnya untuk menengok anaknya yang tinggal dan dirawat oleh paman dan bibinya.
Usahanya yang ia lakukan bukan semata-mata untuk menginginkan kesuksesan saja tetapi Bu Yati juga ingin anaknya sukses dengan caranya sendiri. Dan Ia hanya membantu lewat pendidikan. Bu Yati tidak ingin anaknya seperti dirinya yang hanya lulusan SD saja. Ia ingin anaknya berpendidikan walaupun didalam keadaan hidup yang serba keterbatasannya. Maka dari itu ia terus berjuang dan berusaha yang terbaik untuk masa depan anaknya. Sungguh baik sekali sosok BuYati yang sangat menginspirasikan ini. Dari Bu Yati ini kita bisa belajar untuk selalu bekerja keras untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Selalu berusaha selagi maish dikasih kesehatan dan tidak lupa juga untuk berdoa dan berikhtiar.
Keterbatasan bukanlah alasan untuk berpangku tangan. Seperti ibu Yati  yang bertahun- tahun berjualan buah-buahan dengan modal seadanya.  Dengan modal seadanya saat itu, Ibu Yati mengandalkan uang Rp 100 ribu sebagai modal belanja buah dan beberapa kebutuhan dapur. Ia awalnya berjualan menggunakan tampah yang dipikul di atas kepalanya. Berkeliling mencari pembeli hingga sampai saat ini ia bisa menyewa lapak di Pasar daerah Pasar Minggu, Jakarta Selatan.  Bertahun- tahun berjualan buah, sedikit-demi sedikit Ibu Yati bisa mengumpulkan uang untuk memenuhi dan melanjutkan kehidupannya yang selama ini merantau sendirian dan anaknya berada jauh di kampung. Ibu Yati memang buta huruf, tetapi Ia tak pernah membiarkan anak-anaknya mengalami hal sama. Segala usaha ditempuh untuk menjadikan anaknya berpendidikan serta berprestasi. Suaminya pak Edin meninggal karena penyakit yang di deritanya. Kepergian suami menjadikan ibu Yati menjadi satu-satunya tulang punggung ekonomi keluarga. Dia pun harus berjuang membesarkan, menyekolahkan, sampai menghidupi anak-anaknya. Salah satu anaknya, Lala Faradila, kini tengah menempuh kuliah S-1 di kampungnya. Bu Yati mengatakan, Lala sejak kecil adalah anak penurut, rajin, santun dan suka menolong. Saat libur sekolah ia suka datang dari kampung ke tempatnya merantau untuk  menemaninya berjualan di pasar.
Lala dengan segala keterbatasan ekonomi keluarga mampu mencetak segudang prestasi sejak menempuh pendidikan SD sampai kuliah. Kisah inspiratif dari penjual buah ini baru terlihat saat Lala akan masuk SD. Ibu Yati tidak memiliki uang untuk bisa mendaftar sekolah. Tetapi dengan prestasinya Lala bisa melanjutkan sekolah nya karena beasiswa yang ia dapatkan dari prestasinya.  Lala menjadi juara kelas sejak awal masuk sampai tamat. Dia juga menjuarai aneka perlombaan dalam dan luar sekolah serta berbagai kegiatan ekstrakurikuler lainnya.
Sementara itu Lala sangatlah bangga pada ibunya, karna melihat perjuangan ibunya untuk membiayai pendidikannya hingga sampai saat ini. Perjuangan yang tidak pernah letih dan putus ada membuat lala semakin semangat untuk menghargai banyak pengorbanan ibunya. Ia belajar dengan rajin dan selalu berprestasi adalah bentuk hasil dari kerja keras nya semangat dalam belajar.  Akan tetapi tak dipungkiri juga bahwa Lala juga menyimpan kesedihan mendalam lantaran ibunya yang akrab disapa dengan nama Bu Yati tersebut tak bisa punya waktu bersama dalam waktu yang lama dikarenakan posisinya yang merantau jauh nan disana. Ia sangat merindukan sosok ibunya pada saat-saat tertentu, tetapi Ia tidak boleh egois karena apa yang dilakukan oleh ibunya adalah untuk dirinya sendiri juga. Maka dari itu Lala juga ingin membuat ibunya bahagia dan bangga kepadanya dengan belajar yang giat hingga bisa mencapai kesuksesan dan mimpi yang Ia dambakan. Berstatus sebagai orang tua tunggal secara logika sulit baginya untuk dapat membiayai pendidikan putrinya, namun berbekal keyakinan kepada Allah putrinya kini telah menjadi sarjana. Kendati penghasilannya tidak seberapa ia beruntung masih diberikan kesehatan yang cukup untuk bekerja keras dan juga juga memperbanyak doa lewat shalat malam memohon pertolongan Allah agar dimudahkan rezekinya. Di tengah keterbatasan tersebut Ibu Yati selalu mengingatkan anaknya tidak meminta bantuan kepada saudara atau tetangga termasuk melarang anaknya makan di rumah orang lain, karena Ibu Yati tidak ingin merepotkan orang lain.
Hanya penjual buah di pasar bukan alasan tidak dapat menyekolahkan anak sampai tingkat sarjana (S-1). Sebab, Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Begitu prinsip Ibu Yati (47). Siapapun tidak bisa menebak jalan hidup dan masa depan dirinya. Tidak kita, tidak juga Ibu Yati. Kenapa, masa depan adalah rahasia Ilahi, masa kini adalah kenyataan, dan masa lalu sudah menjadi sejarah. Ibu Yati, termasuk sosok yang sudah berhasil mencatat sejarah dalam hidupnya. Sejarah tentang anak-anak sukses yang tidak mesti lahir dari keluarga the have. Seorang  penjual buah pun punya peluang mencetak anak-anak sukses. Kebahagiaan seorang ibu sudah diraih oleh Ibu Yati dengan keberhasilan menyekolahkan anaknya. Hanya satu lagi impian yang belum terwujud, apa itu? Naik haji ke baitullah.
Ia menyampaikan setiap keluarga punya cara sendiri dalam mendidik anak yang berasal dari lingkungan masing-masing dan belum tentu jika cara serupa dipraktikan di keluarga lain akan berhasil. Oleh sebab itu pola asuh terbaik adalah pola asuh yang telah menjadi tradisi dalam keluarga masing-masing, silakan ambil pelajaran dari orang tua lain yang berhasil dalam mendidik anak, namun tidak boleh ditiru secara menyeluruh. Keberhasilan Lala tak lepas dari doa dan perjuangan sang ibu yang telah membesarkannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun