Pendahuluan
Pengenaan Pajak Penghasilan maupun Pajak Pertambahan Nilai terhadap E Commerce yang sedang berkembang di Indonesia memang harus mendapat perhatian dari pemerintah. Hal ini dikarenakan besarnya potensi perpajakan dari usaha secara online tersebut. Peraturan perpajakan di Indonesia masih belum mengatur secara khusus mengenai hal tersebut sehingga terjadi kekosongan norma. Apabila ditinjau dari peraturan perundang-undangan perpajakan, semestinya perdagangan secara online sangat berpotensi untuk dikenakan Pajak. Tetapi karena kurangnya pengaturan mengenai pengenaan pajak terhadap bisnis online dapat menimbulkan adanya kekosongan norma yang terjadi dalam peraturan perpajakan di Indonesia. Sehingga potensi perpajakan tidak dimanfaatkan secara efektif.
Pengertian E-Commerce
E-commerce memfokuskan  diri  pada  transaksi  bisnis  berbasis  individu  dengan menggunakan  internet  sebagai  medium  pertukaran  barang  atau  jasa  baik  antara  dua buah  institusi  (business  to  business)  dan  konsumen  langsung  (business  to  consumer) melewati  kendala  ruang  dan waktu.
Aplikasi e-commerce yang  pertama  kali  dikembangkan  adalah Electronic  Funds Transfer  (EFT)  pada  awal  tahun  1970. Penggunaan  aplikasi  tersebut  dibatasi  hanya pada  perusahaan-perusahaan  besar  dan  lembaga  keuangan.  Aplikasi  selanjutnya yang berkembang  adalah Electronic  Data  Interchange(EDI),  yaitu  sebuah  aplikasitransfer dokumen  seperti invoicedan purchase order secara  elektronik.  Pengguna  dari  aplikasi EDI  lebih  banyak  dibandingkan  EFT,  yakni  meliputi  manufaktur, retailer,  dan service provider.
Aspek Perpajakan  Atas Transaksi E-Commerce
E-Commerce adalah  perdagangan  barang  dan/atau  jasa  yang  dilakukan  oleh pelaku  usaha  dan  konsumen  melalui sistem  elektronik.  Transaksi e-commerce sama dengan  transaksi  perdagangan  lainnya,  tetapi  berbeda  dalam  hal  cara  atau  alat  yang digunakan.  Oleh  karena  itu,  tidak  ada  perbedaan  perlakuan  perpajakan  antara  transaksi e-commerce dan transaksi  perdagangan lainnya.
Sesuai  dengan  (Peraturan  Menteri  Keuangan  Nomor  210/PMK.10/2018)  serta (Surat  Edaran  Dirjen  Pajak  Nomor  SE -62/PJ/2013)  tentang  Penegasan  Ketentuan Perpajakan  Atas Transaksi E-Commercemengatur  tentang;
- Ketentuan  Pajak  atas  Penghasilan  yang  Diterima atau  Diperoleh  dari  Transaksi E-commerce.
- Ketentuan  Pajak  Pertambahan  Nilai  dan  Pajak  Penjualan  atas  Barang  Mewah  atas Transaksi E-commerce.
- Ketentuan   dalam   Undang-Undang   Pajak   Pertambahan   Nilai   dan   peraturan pelaksanaannya   juga   berlaku   bagi   Wajib   Pajak   yangmelakukan  transaksi e-commerce.
Penarikan  (Peraturan  Menteri Keuangan  Nomor  210/PMK.10/2018)
Melalui Siaran Pers Nomor 12/KLI/2019 tertanggal 29 Maret 2019 Menteri Keuangan menarik (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.10/2018) tentang Perlakuan Perpajakan Atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik  (e-Commerce). Alasan penarikan ini adalah adanya kebutuhan untuk melakukan koordinasi dan sinkronisasi yang lebih komprehensif antar kementrian/lembaga. Koordinasi dilakukan untuk memastikan agar pengaturan e-commerce tepat sasaran, berkeadilan, efisien dan mendorong ekosistem ekonomi digital dengan mendengarkan masukan dari seluruh stakeholder.
Dengan ditariknya PMK tersebut diatas, maka perlakuaan perpajakan untuk seluruh pelaku ekonomi tetap mengacu pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Para pelaku usaha e-commerce maupun konvensional yang menerima penghasilan sampai dengan Rp 4.800.000.000 dapat memanfaatkan skema pajak final dengan tarif 0,5% (setengah persen) dari omzet usahanya.