Akad istishna' merupakan salah satu instrumen dalam keuangan syariah yang memiliki potensi besar untuk diterapkan di Indonesia, terutama dalam sektor manufaktur dan konstruksi. Namun, hingga saat ini, penerapannya masih sangat terbatas. Salah satu alasan utama adalah kurangnya pemahaman dan pengetahuan tentang akad ini di kalangan masyarakat dan pelaku industri. Edukasi dan sosialisasi tentang konsep dan manfaat akad istishna' masih sangat minim, sehingga banyak yang belum memahami cara kerja dan potensi keuntungannya.
Selain itu, regulasi dan kebijakan yang mendukung akad istishna' di Indonesia masih belum memadai. Regulasi yang jelas dan komprehensif sangat penting untuk memberikan kepastian hukum dan rasa aman bagi para pelaku bisnis yang ingin menggunakan akad ini. Tanpa dukungan regulasi yang kuat, para pelaku industri mungkin ragu untuk mengadopsi akad istishna' karena ketidakpastian hukum yang mungkin mereka hadapi.
Infrastruktur keuangan syariah di Indonesia juga masih dalam tahap berkembang. Banyak bank syariah dan lembaga keuangan yang belum siap atau belum memiliki produk khusus untuk akad istishna'. Hal ini tentu menghambat akses pelaku bisnis terhadap pembiayaan melalui akad tersebut. Selain itu, risiko yang lebih tinggi dalam akad istishna', seperti risiko kegagalan penyelesaian proyek atau ketidakcocokan spesifikasi barang, membuat pelaku bisnis dan lembaga keuangan lebih berhati-hati dalam mengadopsi model pembiayaan ini.
Kurangnya studi kasus dan praktik terbaik dari negara-negara lain juga menjadi faktor penghambat. Akses terhadap informasi mengenai implementasi akad istishna' yang sukses sangat penting untuk mendorong adopsi yang lebih luas. Tanpa contoh nyata dan bukti keberhasilan, para pelaku bisnis mungkin enggan mencoba model pembiayaan ini.
Budaya dan preferensi lokal juga memainkan peran penting dalam adopsi akad istishna'. Masyarakat Indonesia mungkin lebih terbiasa dengan sistem pembiayaan konvensional atau model syariah lainnya yang sudah lebih dikenal, seperti murabahah atau mudharabah. Perubahan kebiasaan dan adaptasi terhadap model baru membutuhkan waktu dan upaya yang lebih intensif.
Untuk mendorong penerapan akad istishna' di Indonesia, diperlukan langkah-langkah strategis seperti peningkatan edukasi dan sosialisasi, penguatan regulasi yang mendukung, serta pembangunan infrastruktur keuangan syariah yang memadai. Dukungan dari pemerintah, lembaga keuangan, dan akademisi sangat penting untuk menciptakan ekosistem yang kondusif bagi pengembangan akad ini. Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan akad istishna' dapat lebih dikenal dan diterapkan secara luas, sehingga memberikan kontribusi positif bagi perekonomian Indonesia.
Meningkatkan kualitas jual beli syariah akad istishna' di Indonesia memerlukan berbagai upaya. Berikut adalah beberapa potensi yang perlu diperhatikan:
- Peningkatan Kualitas dan Kuantitas Sumber Daya Manusia: Peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia lembaga keuangan syariah sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas jual beli syariah. Hal ini dapat dilakukan dengan membentuk lembaga pendidikan dan pelatihan ekonomi syariah yang mengintegrasikan teori dan praktik.
- Peningkatan Layanan dan Diferensiasi Produk: Meningkatkan layanan dan diferensiasi produk dapat meningkatkan kualitas jual beli syariah. Sebagian besar masyarakat Indonesia menempatkan kemudahan dan kualitas layanan di atas aspek syariah, sehingga perlu diperhatikan dalam pengembangan jual beli syariah.
- Pengembangan Legalisasi Ekonomi Syariah: Pengembangan legalisasi ekonomi syariah yang komprehensif dan sesuai dengan hukum syariah sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas jual beli syariah. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat kompilasi hukum ekonomi/keuangan syariah yang disepakati bersama dan disahkan oleh negara.
Meningkatkan kualitas jual beli syariah akad istishna' di Indonesia memerlukan berbagai upaya. Berikut adalah beberapa tantangan yang perlu diperhatikan:
- Kurangnya Sumber Daya Manusia: Kurangnya sumber daya manusia yang kompeten dan ahli dalam bidang syariah dan operasional keuangan dan ekonomi menjadi tantangan utama dalam pengembangan jual beli syariah.
- Infrastruktur: Infrastruktur sarana dan prasarana penunjang jasa keuangan kepada masyarakat sangat penting, namun masih banyak lembaga keuangan syariah yang belum memiliki fasilitas online.
- Citra Lembaga Keuangan Syariah: Citra lembaga keuangan syariah belum mapan dimata masyarakat, sehingga perlu diperbaiki dengan meningkatkan kualitas layanan dan diferensiasi produk.
- Pengembangan Kelembagaan, Sosialisasi, dan Promosi**: Pengembangan kelembagaan, sosialisasi, dan promosi serta pemanfaatan teknologi masih kurang dalam beberapa lembaga keuangan syariah, sehingga perlu diperhatikan dalam meningkatkan kualitas jual beli syariah.
Dengan memahami potensi dan tantangan ini, maka dapat dilakukan upaya yang lebih efektif untuk meningkatkan kualitas jual beli syariah akad istishna' di Indonesia.
Referensi:
[1] https://ejournal.unisba.ac.id/index.php/amwaluna/article/download/3755/2343Â