Mohon tunggu...
Siti Rahmah
Siti Rahmah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiwa Hubungan Internasional UIN Sunan Ampel

mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Surveillance Capitalism, Bencana Keamanan Manusia?

1 Juli 2021   14:00 Diperbarui: 1 Juli 2021   14:05 628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Pengantar

 Adanya jaringan internet sebagai salah satu hasil dari revolusi informasi membawa banyak perubahan dan pergeseran pada budaya dan pola hidup manusia. Semenjak awal tahun 70 an perubahan yang paling terasa adalah bahwa segala hal dewasa ini dapat kita akses dengan mudah melalui gawai dan jaringan internet, hal ini kemudian membuat banyak industri yang bergerak dibidang digital menjadi berkembang begitu pesat. Perusahaan berbasis internet seperti google kemudian menggurita dan masuk ke seluruh sendi kehidupan manusia. Kita bisa mengakses banyak hal melalui google, dari mulai aplikasi berbayar hingga gratis semuanya dapat dengan mudah bisa kita akses. Namun, dengan segala bentuk efisiensi dan layanan internet yang luar biasa kemudian juga membawa konsekuensi yang setara luar biasanya.

Surveillance atau pengawasan pada kebiasaan manusia dalam berinternet menjadi perdebatan kemudian, beberapa mengatakan hal ini melanggar privasi pengguna beberapa lagi menyebut bahwa ini tentang keamanan pengguna. Shoshana Zuboff pada 2019 kemudian merilis sebuah buku mengenai masalah yang muncul karena prilaku surveillance,yaitu Surveillance Capitalism. Zuboff mengatakan adanya indikasi penjualan data-data pengguna oleh penyedia layanan tanpa sepengetahuan pengguna kepada pihak ketiga yang kemudian membuat perusahaan penyedia layanan meraup untuk yang sangat besar. Belakangan ini kasus mengenai Surveillance Capitalism semakin naik ke permukaan karena adanya skandal salah satu perusahaan media sosial yang menjual data milik penggunanya untuk kepentingan kampanye tahun 2014, yaitu Facebook.

Shoshana Zuboff mendapati masalah ini sangat riskan dan krusial untuk segera dipahami oleh seluruh pengguna internet dan layanan tak berbayar juga pentingnya regulasi pemerintah internasional. Bukankah sebuah keanehan begitu banyak layanan yang kita dapatkan tanpa mengeluarkan uang sepeserpun? Darimana kemudian perusahaan penyedia layanan mendapatkan keuntungan? Inilah yang memberikan keyakinan bagi para ilmuan adanya penyalahgunaan data milik pengguna. Kemudian bagaimana studi keamanan manusia melihat adanya fenomena Surveillance Capitalism ini?

Surveillance Capitalism dan Keamanan Manusia.

Sebelum mengetahui tentang Surveillance Capitalism kita sangat perlu terlebih dahulu mengetahui apa itu Surveillance. Surveillance menjadi salah satu kegiatan yang paling identik dengan keberadaan internet. Tapi, hingga kini keberadaaannya tidak benar-benar diperhitungkan oleh pengguna layanan internet. Shoshana Zuboff menyampaikan dalam salah satu wawancaranya bahwa surveillance capitalism merupakan sebuah mekanisme pasar yang menggunakan pengguna layanan sebagai penyuplai dan sekaligus target konsumen. Hal ini kemudian menciptakan keuntungan yang sangat besar bagi perusahaan penyedia layanan internet.

Surveillance capitalism mengizinkan pihak penyedia untuk memantau dan memata-matai pengguna melalui media sosial dan perangkat pencarian seperti Google, Instagram, Facebook dan lainnya. Saat pengguna menggunakan perangkat pencarian dan media sosial maka pengguna mengizinkan perusahaan penyedia untuk memantau dan merekam jejak pencarian mereka yang kemudian akan menjadi data milik perusahaan. Disinilah kemudia data tersebut disebarkan kepada pihak ketiga yang memiliki kecocokan kriteria untuk kemudian digunakan sebagai bahan pertimbangan algoritma periklanan yang sesuai dengan perasaan, keinginan dan kebutuhan si pengguna pada saat itu. Beberapa pengguna menyampaikan mereka merasa terbantu dengan hal ini, dan mereka tidak merasa ada yang perlu mereka tutupi, namun Zuboff menekankan bahwa Surveillance Capitalism memang secara kasat mata memang terlihat begitu membantu namun pada kenyataannya data yang kita berikan kepada pihak penyedia tidak sama sekali dapat dikontrol.

Zuboff meyakini bahwa kehidupan kita di era digital saat ini telah banyak dibajak oleh perusahaan penyedia layanan Internet, Zuboff juga menyampaikan bahwa data pengguna yang dimiliki oleh setiap penyedia layanan adalah jauh lebih banyak dari yang kita berikan kepada mereka saat mengisi identitas atau menyetujui syarat dan ketentuan sebelum mengakses layanan yang diberikan. Pada kenyataannya data yang kita berikan kepada penyedia layanan sebelum menggunakan layanan internet merupakan data yang paling tidak penting dalam keseluruhan data pengguna yang dimiliki oleh pihak penyedia layanan. Penyedia layanan internet menyatakan bahwa pengumpulan data dan referensi kebiasaan pengguna ini merupakan cara untuk meningkatkan pelayanan yang mereka miliki. Namun, data yang mereka miliki ini sangat berlebihan jika untuk meningkatkan pelayanan terhadap pengguna, hal ini disebut Zuboff sebagai Behavioral Surplus.

Surveillance Capitalism ini kemudian menjadi ancaman bagi keamanan manusia di era digital karena adanya indikasi penjualan data kepada pihak ketiga oleh penyedia layanan tanpa persetujuan pengguna. Salah satu skandal tentang adanya penjualan data ini terjadi pada tahun 2018 yang melibatkan Cambridge Analitica yang terbukti menggunakan data pengguna Facebook untuk kepentingan kampanye. Hal ini jelas bukan yang pertama, Zuboff menyebutkan penjualan data pengguna kepada pihak ketiga jelas sangat sering terjadi terutama untuk memberikan iklan yang ditargetkan untuk memenuhi keinginan setiap individu, yang menjadi masalah dan sekaligus ancaman bagi keamanan manusia adalah tidak adanya pihak yang bisa dimintai pertanggung jawaban atas penjualan dan penyalah gunaan data yang dilakukan oleh pihak ketiga.

Selain telah melanggar privasi dan mengancam keselamatan pengguna, Surveillance Capitalism ini jelas membatasi ruang gerak pengguna layanan. Contohnya saat pengguna mengunggah sebuah foto, maka wajah yang ada di dalam foto tersebut dapat digunakan sebagai pelatihan bagi algoritma pengenalan wajah yang sama sekali tidak kita ketahui akan dipergunakan untuk apa. Saat aplikasi atau inovasi layanan internet ditemukan perusahaan pasti merasa bahwa mereka dapat meraup untuk dari pengguna yang membeli aplikasi tersebut namun, bagi mereka yang mengerti tentang Surveillance Capitalism dan seberapa besar keuntungan yang didapatkan akan membuat aplikasi tersebut dapat diakses dengan harga terendah bahkan gratis agar semakin banyak orang yang menggunakannya, sehingga data yang mereka dapatkan juga akan menjadi sangat banyak dan tak terbatas, inilah logika mengapa aplikasi yang banyak diakses pada saat ini seperti Instagram, Whatsapp, Youtube dan Google menjadi layanan tanpa bayar dan tetap menguasai pasar dunia.

Inilah yang kemudian dirasa penting bagi Zuboff, bahwa perlunya penyebaran kesadaran kepada setiap pengguna layanan internet bahwa residu dari pencarian dan preferensi kita akan selalu bisa diakses oleh pihak penyedia layanan internet dan diperjual belikan kepada pihak ketiga yang berkepentingan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun