Persia Kuno: Sejarah Falooda dapat ditelusuri kembali ke Persia kuno, di mana minuman serupa bernama "faloodeh" sudah populer di kalangan bangsawan. Minuman ini terbuat dari bihun beku yang direndam dalam sirup mawar.
Kekaisaran Mughal: Ketika Kekaisaran Mughal menguasai sebagian besar anak benua India, mereka membawa serta tradisi kuliner Persia, termasuk faloodeh. Di India, minuman ini mengalami perkembangan dan menjadi lebih kompleks dengan penambahan berbagai bahan seperti susu, es krim, dan berbagai macam topping.
Evolusi Menjadi Falooda: Di bawah pengaruh budaya India, faloodeh berevolusi menjadi falooda yang kita kenal sekarang. Nama "falooda" sendiri berasal dari kata Persia yang berarti "diparut", merujuk pada tekstur mi bihun yang halus.
Cendol dan falooda, meskipun berasal dari  kuat, sedangkan cendol memiliki rasa yang lebih sederhana dan merupakan bagian dari warisan kuliner Nusantara.
Faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan ini antara lain:
 Ketersediaan Bahan: Bahan-bahan yang tersedia di masing-masing wilayah tentu berbeda, sehingga mempengaruhi jenis makanan dan minuman yang dihasilkan.
Pengaruh Budaya: Pertukaran budaya dan perdagangan menyebabkan masuknya pengaruh kuliner dari berbagai daerah, sehingga terjadi akulturasi dan muncullah variasi makanan dan minuman.
Adaptasi Lingkungan: Kondisi lingkungan seperti iklim dan ketersediaan air juga mempengaruhi jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi.
Perbedaan juga terkait warna dominasi cendol adalah hijau, sedangkan falooda didominasi dengan warna putih susu.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H