Sumber: Pexels.com
Malam adalah waktu yang sangat menyesakkan untukku. Di mana gelap, hening, dan lelah bercampur menjadi satu, menyeruakkan segala ingatan yang sudah berusaha aku enyahkan ketika pagi menjelang. Aku tidak membenci malam, hanya saja aku tidak suka saat malam membuatku tersiksa dengan segala kenangan yang pernah tercipta di masa silam.
Aku terdiam, ku balut tubuhku dengan selimut tipis bergambar kartun kesukaanku yang warnanya sudah mulai pudar. Selimut yang mengingatkanku dengan masa di mana semuanya masih terasa menyenangkan. Di mana aku masih berada dalam dekapan ayah dan ibuku ketika pertama kali aku menggunakan selimut ini.
Dulu, hangatnya selimut ini terasa menenangkan.
Namun kini, selimut ini hanya menyisakan luka yang tak bisa ku jelaskan.
Tubuhku hangat, namun tidak dengan hatiku.
Bulir air mataku perlahan mengalir. Sorot mataku mengarah ke atas, menatap langit-langit kamar yang meremang. Aku terisak pelan, ku kuatkan batinku sendirian. Dalam hati kecilku, aku ingin berteriak. Mengutarakan pada semesta bahwa aku tidak lagi mampu menghadapi semuanya.
Tapi tidak. Aku tidak boleh menyerah.
Aku kuat. Aku mampu menjalaninya, walau berat. Ini sudah menjadi jalan takdirku.
Ini sudah menjadi bagian dari plot kisahku yang telah Tuhan gariskan dalam perjalanan hidupku. Di mana, kehilangan adalah hal yang tak akan pernah bisa ku hindari.
Ya, kehilangan.
Kehilangan ibuku. Kehilangan ayahku.
Kehilangan separuh dari kehidupanku.
* * *