Mohon tunggu...
S. Kholipah
S. Kholipah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Sedang belajar menulis

Setiap hari belajar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Alasan Indonesia Masih Impor Beras, Padalah Tanah Indonesia Sangat Subur

17 Februari 2022   08:48 Diperbarui: 17 Februari 2022   08:51 13203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia terkenal sebagai negara agraris yang luas dan Subur. Mempunyai 26.000.000 hektar lahan pertanian dan mempunyai lahan untuk agrikultur yang luasnya 68,3 juta hektar atau sekitar 33 persen dari total wilayah daratan Indonesia. Dengan lahan seluas dan sesubur itu seharusnya tahan Indonesia sangat kaya akan potensi, karena cocok untuk ditanami apa saja, mulai dari Padi-padian, Ubi-ubian, Jagung, Kopi, Tebu, dan juga semua jenis rempah-rempah eksotis dengan nilai ekonomi tinggi.

Jika dilihat dari sisi potensi pertanian di Indonesia seharusnya para petani bisa hidup sejahtera, namun ironisnya kesejahteraan petani selalu mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Dan sejak tahun 2000 Indonesia menjadi importir bahan dasar pangan seperti kedelai, bawang, cabe dan masih banyak lagi.

Ada banyak berbagai masalah yang membuat indonesia selalu menjadi net importir produk pertanian, salah satu masalah terbesarnya adalah produksi yang dihasilkan para petani tidak cukup memenuhi kebutuhan konsumsi 270 juta penduduk Indonesia. Contohnya seperti kedelai, menurut catatan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, rata-rata kebutuhan konsumsi kedelai dalam negeri bisa mencapai 2-3 juta ton pertahun, namun  menurut Neta Opindo kemampuan produksi kedelai hanya 300.000 ton per tahun. Rendahnya produksi kedelai ini dikarenakan sebagian besar lahan Indonesia ternyata tidak cocok ditanami kedelai, dan butuh biaya lebih untuk menghasilkan kedelai yang bermutu bagus.

Dan hal itu membuat profit petani kedelai semakin sangat kecil jika dibandingkan bahan pangan lain. Karena biayanya yang tinggi sebagian petani kedelai beralih ke komoditas lain, jadi petani yang menanam kedelai semakin sedikit.

Di komoditas lain seperti beras yang sudah lama jadi net importir sejak tahun 2000, juga mempunyai berbagai masalah. Salah satu alasan Bulog melakukan impor beras adalah untuk menjaga stok beras di gudang yang akan menipis, Karena menurut aturan Bulog harus ada minimal satu juta ton cadangan beras. Tapi sarapan Bulog buat beras dalam negeri juga belum bisa optimal dan ujung-ujungnya terpaksa  harus impor dari luar. Alasannya karena gabah dalam negeri mutunya belum sesuai standar karena mengandung kadar air yang terlalu tinggi. Karena itulah, meskipun pemerintah sudah mengklaim tiga tahun tidak impor beras tapi menurut data Menteri Pertanian ternyata Indonesia masih jadi net importir di komoditas beras.

Tidak hanya itu, produksi petani juga belum efisien dan kalah murah jika dibandingkan dengan produk impor yang kualitasnya sama. Padahal jika barang impor seharusnya lebih mahal, karena harus ada biaya pengiriman dan penyimpanan. Nah, disinilah masalah klasik Petani Indonesia yaitu sistem dan pemasaran produk pertanian yang sangat tidak efisien.

Antara petani sampai konsumen akhir bisa ada 5-6 perantara yang  membuat harga naik di setiap levelnya. Mulai dari penebas, pedagang penampung (Industri Penggilingan Padi/RMU), pedagang Grosir, kemudian masih lanjut sampai Pasar induk, pengecer, lalu baru sampai pada konsumen akhir. Dan hal itu yang membuat petani menjual produknya dengan harga murah, sedangkan konsumen harus membelinya dengan harga mahal.

Masalah klasik berikutnya yaitu petani Indonesia yang masih bergantung pada jasa tengkulak yang membeli produk Petani pasca panen dengan harga murah, lalu dijual kembali sebagai perantara dengan meraup harga yang besar.

keberadaan tengkulak ini memang sering dipandang negatif karena suka meminjamkan modal pada petani dengan beban bunga yang tinggi, dan ujung-ujungnya tengkulak sendiri yang membeli produk petani dengan harga murah. Nah, lalu kenapa para petani terus bekerja sama dengan tengkulak.?

seringkali tengkulak adalah satu-satunya pihak yang bisa diandalkan petani untuk bisa pinjam modal dan menjual produknya. Fakta di lapangan tengkulak inilah yang berani menjemput ke lokasi pertanian dengan membawa truk besar pas musim panen.

Bagi para petani yang tidak punya kendaraan dan kesulitan, mereka terpaksa menjual produknya ke tengkulak. Ditambah lagi tengkulak juga berani memborong semua hasil panen para petani berapapun skala produksinya dan hal itu yang membuat petani merasa lebih mudah. Namun ironisnya di satu sisi tengkulak menjadi pihak yang selalu membantu petani untuk menyerap hasil panen, tapi disisi lain tengkulak  juga yang mengeksploitasi petani dengan bunga tinggi atau harga jual yang sangat rendah, hingga profit untuk petani sangat kecil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun