Mohon tunggu...
Siti Hapsah Azizah
Siti Hapsah Azizah Mohon Tunggu... -

terus berjuang untuk mencapai tujuan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tukang Bunga

14 Oktober 2011   06:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:58 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mala merasa kehilangan sesuatu yang dia sangat sayangi. Seorang Kakek yang sudah menganggap Mala itu cucunya sendiri. Kebetulan usia Mala hampir seumuran dan mirip dengan cucunya si Kakek. Setiap si Kakek pulang ke kampong halamannya, dia harus saja membawa oleh-oleh khusus untuk Mala.

Semuanya, yang ada di rumah. Pak Adi, bapaknya Mala. Bu Adiibunya inggit begitu juga dengan adik dan kakaknya, Santri dan Ihsan, sama-sama merasa kehilangan. Namun karena Kakek itu lebih dekat dengan Mala, maka Mala lebih-lebih merasa kehilangan.

“Kenapa Si Kakek tak dating juga??” kata Mala ke ibunya (seperti akan menangis).

“Ya. Ibu juga tidak tahu, sudah kangen ingin bertemu dengan Si Kakek,” jawabnya.

“Jangan-jangan Keke sakit?” kata Ihsan.

“Mungkin…,” jawab Ibu lagi.

“Aduh, bagaimana mana ini Bu? Mala terus merasa khawatir.

“Bagaimana jika kita tengok, sekalian main ke Situ Bagendit?” Si bungsu Santri berpendapat.

“Betul Pa,” Mala langsung setuju.

Yang dimaksud Si Kakek oleh keluarganya Pak Adi , yaitu Tukang jualan Bunga langganan Bu Adi dan Mala. Karena sering belanja Bunga dari Si Kakek, lama kelamaan merasa seperti menjadi bagian dari keluarga.

Hampir setiap hari, mau dibeli atau tidak, harus sengaja berhenti. Bilangnya ingin bertemu dengan cucu. Begitu juga dengan Bu Adi, mau membeli mau tidak harus menyuruh berhenti. Apalagi Mala biasanya sengaja menunggu di halaman.

Biasanya sepulangnnya Si Kakek mengelilingkan dagangan. Tidak akan jauh jalannya, baik berangkatnya ataupun pulangnya, pasti lewak ke depan rumah Mala.

Kakek itu aslinya dari bagendit. Nama aslinya Jaja Suharja. Semenjak muda sudah mengembara ke Bandung. Asalnya si Kakek adalah tukang minyak tanah. Setelah itu mengganti profesinya menjadi tukang jualan bunga.

Sebulan atau dua bulan sekali si Kakek suka pulang ke kampungnya. Oleh karena itu, sudah tidak canggung lagi, oleh bu Gumbira sering diberi oleh-oleh, untuk dibawa ke kampungnnya. Ada gula, kopi, sirop, kueh kaleng, kadang kadang ada pakaian bekas untuk ganti. Yang tidak itu memberi ongkos, karena tetap tidak diterima.

Begitu juga dengan Si Kakek, setiap pulang dari kampungnnya, pasti membawa oleh-oleh. Biasanya jika sedang musim panen, suka membawa beras segala. Tentu saja selain oleh-oleh khusus untuk cucu tersayang, Mala saja. Biasanya buah-buahan, manggis, sawo, duku, atau kedondong. Bagaimana musim-musimnya saja.

Yang dimaksud oleh-oleh khusus untuk Mala itu, sebenarnya hanya formalitas. Sebab pada praktiknya oleh-oleh itu untuk semuanya. Biasanya sekali ngirim itu pasti tidak kurang dari sekeranjang besar.

Tapi sudah dua bulan lebih, dari semenjak Si Aki bilang ingin menjenguk kampungnya, belum balik-balik lagi. Akhirnya Pa Adi menyetujui terhadap usulnya Si Bungsu Santri. Jikalau sebulan lagi Si Kakek tetap tidak kembali, sekalian jalan jalan akan sengaja ditengok. Kebetulan Si Kakek sering menceritakan nama kampungnya. Tidak jauh dari kota kecamatan.

“Iyah jika bulan depan Si Kakek tetap tidak kembali, sekalian jalan-jalan, kita tengok. Bolak-balik saja. Dari sini minggu pagi-pagi, sore-sore pulang” kata Pak Adi ke anak-anaknya.

“Sekalian mencoba mobil baru lagi,” kata Ihsan

“Baru membeli mobil Pa Adi itu. Meskipun bkan beli baru sih. Namun walau bekas, tidak terlalu tua.

Tiga hari sebelum keberangkatan, kira-kira jam satu siang, tiba-tiba berhenti sebuah mobil yang bagus di depan rumahnya Pak Adi. Ketika itu di rumah hanya ada Ibu, Mala dan Santri. Tak lama kemudian datanglah Ihsan. Agak jauh sekolahnya Ihsan itu. Sedangkan Pa Adi belum pulang dari kantornya. Biasanya setengah lima , baru sampai ke rumahnya.

Dugaan semuanya, paling-paling juga akan menanyakan alamat. Karena kebetulan sedang ada di teras rumah. Karena tidak tahu, siapa dan orang mana orang itu. Namun pasti bukan orang sembarangan. Dari dandanan dan mobilnya saja kelihatan orang berada.

Ternyata si tamu, sengaja berniat bertemu Pa Adi sekeluarga.

Mala memberi tahu bahwa Pa Adi masih ada di kantor.

“Biarkan saya menunggunya sampai pulang saja” kata si tamu.

Bu Adi  sangatlah bingung. Karena waktunya Pa Adi pulang itu masih lama. Semakin bingung karena si tamu pergi, meninggalkan tuan rumah. Lalu buru-buru menuju ke mobil dan membuka pintu belakang mobilnya.

Pada mulanya semuanya bingung bercampur gembira, ketika dari dalam mobil kelua Si Kakek. Bajunya tidak seperti sedang dagang kembang. Sekarang bersih dan bagus. Begitu juga dengan kulitnya. Tidak seperti sebelumnya.

“Kakek….!” katanya Mala berlari menuju Si Kakek. Keduanya saling merangkul.

Sudah tentu begitu, Pa Adi lalu diberitahu ada Si Kakek dating ke rumahnya.

Siapa sebenarnya tamu tersebut? Ternyata anaknya Si Kakek yang paling besar. Yang katanya salah seorang anaknya, hampir sewajah dengan Mala. Sebab sengaja bertemu, selain dari itu Kakek memberitahu bahwa dia akan lengser jualan bunganya. Karena dilarang oleh anak-anaknya.

Tapi sekali-kali, Kakek pasti berkunjung ke rumah Pa Adi. Utamanya jika kangen kepada Mala. Begitu juga dengan Pa Adi sekeluarga, harus sering menengok Si Kakek di kampung.

Tidak sangka yah, Si Kakek tukang mendorong roda kembang itu, anak-anaknya maju. Di antaranya yang bertamu ke Pak Adi. Punya pabrik besi segala katanya, dia itu.

“the end”

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun