Mohon tunggu...
Siti Hajar
Siti Hajar Mohon Tunggu... -

mahasiswa psikologi UIN MALIKI Malang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Marni Ingin Jadi Orang Gila Saja

12 September 2014   05:42 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:55 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

MARNI INGIN JADI ORANG GILA SAJA

Keluarga… keluarga yang sebenarnya adalah merupakan tempat keluh kesah dikala merasa sedih, tempat saling berbagi dikala membutuhkan, tempat perlindungan dikala ada yang mengganggu. Tapi tidak semuanya bisa merasakan memiliki keluarga yang seindah itu.

Marni adalah anak keempat dari lima bersaudara. Dia berbeda dari saudara-saudara lainnya. Mulai dari wajahnya yang bisa dibilang paling jelek di antara keluarganya, dan juga dia memiliki IQ yang paling bodoh dikeluarganya dan sangat pelupa. sedari kecil dia sudah terbiasa menerima cubitan, omelan, serta ejekan dari orang lain maupun dari ibunya sendiri. Bahkan semua hal itu sudah menjadi makanannya sehari-hari.

Ibu marni merupakan orang yang berwatak keras. Dia sering memarahi marni dengan kesalahan yang ia lakukan, sekalipun kesalahan itu dalam hal yang sepele. Pernah suatu kali ketika marni masih duduk di bangku SD, ia disuruh ibunya menggoreng tempe, marni belum pernah menggoreng tempe sebelumnya. Ia tidak tahu bagaimana menggoreng tempe yang benar, tapi karena ia takut dengan ibunya perintah itu itu ia kerjakan saja. Tapi tanpa di sangka ia malah dimarahi habis-habisan oleh ibunya dengan alasan marni memotong tempenya terlalu tipis dan kecil. Marni hanya bisa diam saja tanpa berkomentar ketika dimarahi ibunya.

Marni tidak tahu mengapa ibunya sangat membencinya. Dia selalu mendapat omelan-omelan dari ibunya sekalipun itu kesalahannya yang sangat sepele. Masa kecilnya dipenuhi dengan menerima amarah ibunya. Mungkin hal ini yang membuat marni menjadi orang yang pendiam, ia tidak pandai bergaul, sehingga ia tidak mempunyai banyak teman. Kesehariannya ia lebih banyak diam, dari pada bercanda-canda dengan temannya. Marni merasa bahwa tidak ada orang yang menyukainya, ia lebih memilih diam, diam, dan diam.

Rasa tidak suka ibu marni kepada marni tidak berhenti pada masa kecil marni saja, tapi hal itu terus berlanjut sampai marni menginjak remaja. Malahan lebih parah lagi, marni merasa rasa tidak suka ibu marni kepadanya semakin besar. Cara ibunya memperlakukannya semakin kasar. Dulu, ketika dia dimarahi ibunya ia hanya bisa menangis. Tapi sekarang sepertinya air mata itu sudah habis, ia tidak bisa menangis lagi. Ia tidak tahu kenapa ia tidak bisa menangis, padahal hatinya menjerit kesakitan. Pernah suatu ketika marni merasa tidak enak badan, ia merasa tidak kuat melaksanakan rutinitasnya mencuci baju. Ketika ibunya tau bajunya belum dicuci, ibunya berangkat ke sungai untuk mencuci baju. Karena merasa tidak enak pada ibunya,marni menyusul ibunya ke sungai. Namun karena ia merasa pusing, ia tidak langsung turun ke sungai membantu ibunya, ia berhenti dan duduk sambil melihat ibunya mencuci, tapi tanpa disangka ibunya menghampirinya dengan membawa air dengan gayung, tiba-tiba “byuuur” air itu di siramkan ke kepala marni dan ibunya memarahi marni habis-habisan, marni dibilang sebagai anak yang pemalas, bagaimana ia hanya duduk diam saja melihat ibunya mencuci baju padahal masih banyak pekerjaan yang harus ibunya lakukan. Mungkin hal itu dilakukan karena ibunya tidak tahu kalau ibunya sedang sakit, tapi marni terlanjur merasa sangat sakit dengan perlakuan ibunya padanya. Ia berlari sangat cepat menuju rumah, ia masuk rumahnya lalu ia berlari menuju kamarnya. Ia mengunci rapat-rapat pintu kamarnya. Didalam kamar marni ingin menjerit tapi ia tidak berani, ia sangat ingin menangis tapi ia juga tidak tahu kenapa ia tidak bisa menangis. Akhirnya ia menarik-narik rambutnya, sampai-sampai rambutnya banyak yang tercabut. Tidak sampai disitu, ia masih belum puas, lalu ia memukul-mukulkan kepalanya ke tembok. Hatinya terasa sakit, ia merasa diperlakukan sangat tidak adil, ia merasa tidak ada orang yang menyukainya. setelah lama ia mengurung diri di kamar, ia berlari keluar, ia tidak tahu mau kemana, ia hanya berjalan dan terus berjalan. Lalu di tengah jalan ia melihat ada orang yang pakaiannya lusuh dan kotor, orang itu senyum-senyum sendiri, orang itu tidak memperdulikan orang-orang yang menertawakannya. Marni melihat orang gila itu dan ia berkata dalam hatinya “orang gila tidak pernah merasa sakit hati, orang gila hatinya selalu riang, tersenyum dimanapun dan kapanpun, MARNI INGIN JADI ORANG GILA SAJA”. Ya, ia memutuskan untuk jadi orang gila saja, ia merasa lebih enak jadi orang gila dari pada harus hidup merasakan kepedihan saja, sedangkan orang gila tidak merasakan kepedihan, pikirnya.

Marni melanjutkan perjalanannya yang tak tentu arah, ia terus mencari-cari bagaimana cara menjadi orang gila, baginya tidak ada yang lebih menyenangkan daripada menjadi orang gila. Lalu tiba-tiba dek… hati marni tersentak, hatinya tiba-tiba tidak karuan. Allaaahu Akbar, Allaaaahu Akabar. Allaaaahu Akbar Allaaaahu Akbar…. Adzan itu seolah-olah memanggilnya. Ia merasa dipanggil oleh Dzat yang sudah ia lupakan selama ini. Tiba-tiba matanya menetes, air mata yang selama ini tidak bisa keluar kembali menetes. “Ya Allah, selama ini aku sudah melupakanmu “ batinnya. Memang semenjak marni merasa hancur, dirinya menjauh dari segala hal termasuk tuhannya. Marni langsung belari menuju masjid, dia pergi ke kamar mandi untuk mengambil wudhu’, hal yang sudah lama tidak ia lakukan. Ketika ia membasuhkan air pertama ke mukanya ia merasa dingin, hati yang selama ini merasa panas perlahan merasa sejuk seiring disiramkannya air wudhu’. Selesai wudhu’ ia mengambil mukena. Ketika ia mengangkat tangannya dalam takbir pertama matanya langsung menetes, ia merasa sangat berdosa selama ini ia sudah melupakan Allah. Sholatnya ia lakukan dengan khusyu’, dalam sujud terakhir ia lakukan dalam waktu yang cukup lama, ia seperti merasa berat mengakhiri sholatnya, ia takut kalau-kalau ia kembali menjadi seperti dirinya yang dulu ketika melupakan tuhannya kalau ia mengakhiri sholatnya. Tapi salam terakhir sholat harus ia lakukan karena itu merupakan rukun sholat.

Selesai sholat, ia berdoa dan tanpa henti meneteskan air mata. Berkali-kali ucapan istighfar ia lantunkan. Selama ini ia merasa sendiri dan hancur seperti menyesal hidup di dunia. Ia lupa kalau ia memiliki tuhan yang selalu ada bersamanya, tuhan yang selalu mengasihinya, tuhan yang selalu menyayanginya, tuhan yang maha memberi petunjuk, yaitu ALLAH, ALLAHU ROBBI. Ia merasa sudah keterlaluan selama ini sudah menyia-nyiakan dan tidak sadar akan kasih dan sayang yang sudah diberikan Allah kepadanya. Setelah dia merasa sudah tenang  berdua dengan Allah, ia berjalan kembali menuju rumahnya. Ditengah perjalanannya, ia bertemu kembali dengan orang gila yang ia lihat sebelumnya. Tidak seperti sebelumnya dimana ia ingin menjadi orang gila, kali ini ia merasa sangat beruntung masih diberi akal sehat, masih diberi kesempatan untuk dekat dengan tuhannya. ucapan puji syukur berkali-kali ia ucapkan selama perjalanan pulang. Kali ini sudah tidak merasa sendiri, karena ia merasa punya Allah yang selalu mendampinginya, selalu mendengar keluh kesahnya. Pintu rumah ia buka dengan pelan, lalu ia menghampiri ibunya seraya mencium tangan ibunya berkali-kali dan meminta maaf kepada ibunya, sekalipun ia tidak tahu apa kesalahan ia sebenarnya pada ibunya. yang ia yakini, pasti ada suatu alasan ibunya memperlakukannya seperti itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun