Mohon tunggu...
Siti Hajar
Siti Hajar Mohon Tunggu... -

mahasiswa psikologi UIN MALIKI Malang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ibuku Sayang

8 Desember 2014   21:52 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:46 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Suasana sejuk menyelimuti pagi hari itu. kicauan burung turut mewarnai indahnya pagi hari. Duduklah seorang nenek dikursi goyangnya. Ia bernama Sumarni. Nenek Sumarni adalah seorang nenek yang sudah berumah 78 tahun. Ia hanya memiliki seorang anak laki-laki dari pernikahannya dengan suaminya. Suaminya sudah meninggal sejak 20 tahun yang lalu karena kecelakaan yang menimpanya. sejak kejadian kecelakaan ia hanya hidup bersama anak semata wayangnya yang bernama Ahmad.

Di usianya yang sudah sangat tua, sebagaimana orang lansia pada umumnya. Nenek Sumarni mengalami kelupaan dengan hal-hal yang terjadi dalam hidupnya. Ia selalu menanyakan hal yang sama berulang kali, makan harus disuapi, tidak bisa mendi sendiri, bahkan nenek ini tidak bisa mengenal tempat. Ketika ia tiba-tiba keluar sendirian maka Ahmad harus kebingungan mencari ibunya. Apa yang dialami nenek Sumarni biasa dikatakan sebagai gangguan Alzheimer. Yaitu sebuah gangguan yang menyerang sel-sel saraf otak yang biasanya terjadi pada orang tua yang bisa mengakibatkan kelupaan parah.

Sekalipun demikian Ahmad sangat telaten merawatnya. Tidak pernah terpikirkan oleh Ahmad untuk meninggalkan nenek Sumarni sendirian. Karena kondisi ibunya yang seperti ini Ahmad memutuskan untuk tidak menikah selama masih ada ibunya karena ia takut perhatiannya pada ibunya akan berkurang dan juga ia takut jikalau ia mendapatkan istri yang tidak bisa menerima keadaan ibunya. Sampai akhirnya ia memilih untuk membujang dan fokus merawat ibunya sampai akhir. Karena tidak ingi meningglkan ibunya sendiri, Ahmad membuka pekerjaan sendiri dirumahnya dengan maksud ia tetap bisa bersama ibunya sekalipun ia sedang bekerja. Ahmad membuka bengkel motor dirumahnya untuk menutupi kebutuhan hidupnya dan ibunya.

Nenek Sumarni tidak bisa hidup tanpa Ahmad. Serangan alzheimer membuatnya tidak bisa mengurus dirinya sendiri. Pernah suatu kali tanpa sepengetahuan Ahmad, ibunya berjalan menuju pasar sampai disana ia membeli beras sekilo dengan memberi uang 1.500 rupiah padahal harga beras yang harus ia bayar adalah Rp 8.000. namun nenek Sumarni tetap saja tidak menghiraukan penjual beras yang meminta uang kekurangannya. Nampaknya ia menyamakan harga beras itu dengan harga beras pada waktu ia masih muda. Sang penjual beras hanya bisa merelakan beras itu karena sadar dengan kondisi nenek tua itu. namun yang menjadi masalah adalah sang nenek tidak menemukan jalan menuju pulang. Menyadari ibunya tidak ada di rumah, Ahmad bergegas mencarinya. Dengan mengendarai motor, ia kelimpungan mencari ibunya. ia sudah bertanya ke banyak orang yang ia temui namun tetap saja tidak ada yang mengetahuinya. Hingga akhirnya ia melihat seorang nenek-nenek yang sedang kebingungan menyeberang jalan raya. Nenek itu berada ditengah-tengah jalan raya dengan wajahnya yang sangat kebingungan mendengar bunyi klakson yang saling bertautan. Nenek itu tidak lain adalah ibunya. melihat ibunya dalam keadaan kebingungan Ahmad langsung menghampirinya dan membawanya ke tepi jalan. Melihat kejadian itu ia tidak bisa menahan air matanya. ia merasa sangat kasihan kepada ibunya. ia berpikir betapa teganya orang-oang itu yang telah meneriakkan klaksonnya kepada ibunya. ia pun langsung membawa ibunya pulang.

Setibanya dirumah, ibunya terlihat sangat sedih. Ketika Ahmad akan menyuapinya ia malah tidak mau makan. Ibunya terlihat sedih dan juga marah. Hingga ketika ia meninggalkan ibunya untuk minum di dapur betapa kagetnya ia ketika melihat rambut kepala ibunya penuh dengan nasi. Nampaknya karena ibunya merasa marah, ia meratakan nasi yang ada di piring ke rambut kepalanya. Sekalipun demikian tidak ada perasaan jengkel sama sekali di hati Ahmad. Ia dengan sabar membawa ibunya ke kamar mandi dan memandikannya.

Keesokan harinya, karena merasa lapar. Ibunya berteriak memanggil Ahmad menyuruhnya mengambil makan. Ahmadpun mengambil makan dan menyuapi ibunya yang sangat ia cintai. Ketika ia menyuapinya ia pandang lekat wajah ibunya yang sudah keriput. Ia merasa sangat merindukan ibunya. ia tidak tahu kenapa tiba-tiba ia merasa sangat merindukan ibunya. ia merasa seperti akan berpisah dengan ibunya. seketika itu juga ia mengambil air di ember untuk mencuci kaki ibunya yang lusuh. Tiba-tiba matanya meneteskan air mata. Selesai mencuci kaki ibunya ia mencium kaki ibunya, ia cium tangannya, ia cium wajahnya yang sangat tua.

Hari itu hari jum’at. Ahmad harus pergi ke masjid untuk melaksanakan sholat jumat. Sebelum berangkat ia cium tangan ibunya. entah apa yang membuat kakinya berat meninggalkan ibunya. ia berpikir apakah perasaan ini sebagai pertanda ibunya akan meninggalkannya. Ia kembali menghampiri ibunya dan menciumi tangannya berulang kali. Namun ibunya tiba-tiba berkata “ Berangkatlah jum’atan kau sudah hampir telat”. Mendengar perintah ibunya ia langsung bergegas menuju ke masjid. Sholat jumat kali ini terasa sangat berbeda dengan sholat jumat sebelumnya. Ia melaksanakan sholat jumat dengan sangat khusyu’. Suara imam yang merdu melantunkan bacaan fatihah membuatnya meneteskan air mata. Hingga akhirnya sampai pada posisi sujud, ketika semua orang sudah dalam posisi tahiyat akhir Ahmad belum juga mengangkat badannya. Ia tetap pada posisi sujud sampai semua orang sudah melakukan salam. Melihat Ahmad belum juga bangun dari posisi sujudnya, para jamaah masjid mencoba memanggil namanya tapi Ahmad belum juga menjawabnya. Terpaksa mereka harus membalik badannya dan subhanallah, Ahmad meninggal dalam posisi sujud. Menyadari Ahmad sudah meninggal mereka membawa jasadnya ke rumahnya. Melihat anaknya sudah meninggal, sang nenek bukannya menangis tapi ia malah tersenyum. Namun senyum yang keluar adalah senyum kebanggaan, senyum keharuan. Ia tersenyum karena melihat wajah anakanya yang sudah meninggal dalam keadaan tersenyum. Ia yakin anaknya meninggal dalam keadaan khusnul khotimah.

Sahabat, melihat kisah diatas. Bisa kita ambil hikmah bahwasanya posisi orang tua sangatlah penting dalam menentukan posisi kita kelak di akhirat. Janganlah kita menyia-nyiakan orang tua kita. Apalagi orang tua kita yang sudah mengalami kepikunan parah. Penyakit Alzheimer merupakan penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Keberadaan anak sangat dibutuhkan dalam keadaan seperti ini. Orang tua kita dulu sangat sabar merawat kita. Mereka menyuapi kita, memandikan kita, dan mereka rela membating tulang untuk membesarkan kita. Kalau mereka ikhlas merawat kita kenapa kita tidak membalas jasa mereka sebelum mereka meninggalkan kita atau sebelum kita duluan yang meninggalkan mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun