Masak atau jajan, ya? Pertanyaan ini mungkin paling sering muncul jika pagi hari tiba. Saat semua anggota keluarga akan menjalani aktivitas, dan ibu-biasanya begitu- menyiapkan amunisi berupa asupan nutrisi bergizi. Hanya untuk urusan membuat menu harian, terkadang seorang ibu bisa dibuat pusing tujuh keliling. Sudah membuat rencana memasak menu andalan, ternyata tidak semua bahan masakan tersedia di tukang sayur, untuk membeli ke pasar rasanya sudah terlalu siang, padahal jam makan pagi sudah hampir terlewati.
Akhirnya ada solusi "Sarapan online aja, Ma" celetuk salah satu anggota keluarga. Lalu dengan beberapa kali klik di gawai, ibu sudah terlihat tenang dan bisa kembali berselancar dengan nyaman. Masaknya? Ah kapan-kapan saja. Dan dalam waktu kurang dari satu jam, seluruh keluarga pun sudah kenyang berkat kiriman makanan yang dipesan.
Demikianklah gambaran aktivitas keluarga zaman sekarang. Tak perlu ribet buang banyak waktu dan tenaga, kemudahan teknologi seolah memberi segalanya dengan sekali kedipan mata. Benarkah demikian? Sesederhana itukah?
Oh, ternyata tidak semudah itu masalahnya, Ferguso! Karena kepraktisan itu menyisakan masalah sampah yang sama sekali tidak praktis, bahkan mengancam kelangsungan hidup manusia di bumi, terutama sampah plastik.
Gunung dan Lautan Plastik
Coba kita hitung sampah plastik yang tersisa untuk satu orang saja, dalam sekali makan. Untuk makanan biasanya dikemas dengan styrofoam dengan bahan utama berupa plastik.
Lalu dialasi kertas minyak, nasi lauk di tutup selembar plastik, baru ditutup dengan styrofoam yang menyatu dengan tempatnya. Alat makan berupa sendok dan garpu plastik biasanya terbungkus dengan plastik pula untuk alasan kebersihan.
Satu set makanan ini akan dibungkus dengan plastik bening lalu diikat supaya tidak mudah tumpah di perjalanan. Lalu jika membeli minuman juga, maka sampah plastik masih ditambah dengan gelas dan tutupnya berikut sedotan plastik. Terkadang sedotan diberikan terpisah dan dibungkus plastik bersegel.
Supaya tidak mudah tumpah, gelas berisi minuman akan dibungkus plastik dan diikat. Jika kita memesan beberapa pack makanan dan minuman, maka satu pack makanan dan minuman tersebut akan dimasukkan lagi ke dalam plastik yang lebih besar untuk memudahkan membawanya.
Jadi sekarang berapa jumlah plastik yang akan menjadi sampah untuk satu kali makan saja? Coba bayangkan jika tiap keluarga melakukan hal yang sama. Lalu satu kota memiliki kebiasaan serupa. Bisa-bisa jumlah sampah plastik yang ada lebih banyak dari manusianya!
Hasil penelitian Thomas Wright, ilmuan dari University of Queensland sebagaimana dimuat di theconversation.com tanggal 5 September 2017, empat sungai di Indonesia yaitu Brantas, Bengawan Solo, Serayu, dan Progo masuk dalam daftar 20 yang terkotor sedunia. Fakta itu berdasarkan hitungan metrik ton sampah plastik yang tidak dikelola dengan baik yang berada dalam sungai tersebut.