Pulang. Tema kali ini entah kenapa sangat-sangat emosional bagi saya. “Pulang” yang akan saya ceritakan disini, bukan pulang ke rumah saya sendiri ataupun pulang ke kampung halaman. Lalu pulang kemana? Yuk, mari disimak… Hehe.
[caption id="attachment_324819" align="aligncenter" width="576" caption="Foto Pribadi"][/caption]
Oktober lalu, saya traveling ke Lombok dengan seorang teman saya. Kami berdua mengikuti semacam trip backpacker yang pada saat itu anggota yang ikut sekitar 12 orang. Saya pernah bercerita disini, mengenai keindahan pantai-pantai yang saya kunjungi waktu itu, dan saya enggak akan mengulas kembali tentang pantai-pantai tersebut di tulisan saya kali ini, tetapi lebih kepada keterikatan emosional saya kepada pantai-pantai yang saya kunjungi waktu itu. Hm, fyi, ketika saya memutuskan pergi ke Lombok saat itu, saya benar-benar dalam keadaan butuh hiburan. Bisa dibilang, saya dalam keadaan susah move on, karena sudah 9 bulan (saat itu) semenjak kepergian Ibu saya ke pelukanNya, dan saya masih sering banget galau. Dan yang saya butuhkan saat itu hanya pantai. Entah kenapa setiap kali suasana hati saya lagi mendung, saya selalu mencari pantai. Disana saya selalu menemukan jawaban-jawaban atas beberapa hal yang saya pertanyakan dalam hidup. *ceilah*. Tapi serius. I have such a very tight relationship with beaches. Jadi, memang saat itu, saya lagi benar-benar membutuhkan yang namanya spiritual journey untuk meluruhkan segala mendung di hati saya.
Pantai Pink, pantai yang saya kunjungi saat jalan-jalan ke Lombok Oktober lalu. Melihat hamparan laut luas berwarna biru, selalu menyenangkan. Perjalanan menuju Pantai Pink dari sebuah dermaga kecil nan sederhana dengan menggunakan perahu nelayan memberikan kesan tersendiri. Lautnya benar-benar biru dan jernih. Belum banyak terjamah siapapun kecuali warga lokal yang membudidayakan mutiara juga mencari ikan. Saya biarkan sinar matahari mengenai kulit saya yang sudah cokelat eksotis ini, biar ketika kembali nanti ada oleh-oleh khas dari pantai, yakni kulit yang gosong :D, eh bukan deng, maksudnya kulit yang lebih ekotis lagi.
Ketika saya sampai di Pantai Pink, enggak tau kenapa saya merasa saya akan kembali lagi kesana, suatu hari nanti. Suasana yang hening, pantai dengan warna gradasi biru tua-biru muda-dicampur dengan warna putih nya pasir, ditambah dengan serpihan-serpihan karang berwarna pink alias merah muda, benar-benar bisa membuat hati merasa tenang. Saat itu saya duduk di pinggir pantai, dan berbicara kepada Tuhan. Memang doa bisa disampaikan dimana saja, dan yang terpenting tentu saja dalam shalat, tapi entah kenapa setiap kali ke pantai, saya selalu merasa Tuhan berada sangat dekat. Enggak ada batasan apa-apa, hanya ada saya, alam, dan Tuhan. Dan pada saat itu juga, saya merasa almarhum Ibu saya pun berada sangat dekat dengan saya. Mungkin itu halusinasi saya ya, hehe. Tetapi yang pasti, dari pantai-pantai yang pernah saya kunjungi, Pantai Pink berada di urutan paling atas tempat tujuan spiritual journey saya. Pantai Pink menyimpan doa-doa saya untuk Ibu, keluh kesah saya, rasa sedih saya, harapan-harapan saya. Ombaknya meluruhkan kekesalan dan rasa sedih saya, dan angin lautnya membawa doa juga harapan. Saya seperti merasa… semesta ikut merasakan apa yang saya rasakan, dan semesta turut mendukung doa juga harapan-harapan saya. Sepulangnya dari sana, ketika saya sudah sampai kembali di Jakarta, semuanya terasa jauh lebih ringan. Saya seperti merasa terlahir kembali, menjadi Sita yang baru, dengan semangat yang baru. Pantai Pink menyembuhkan segala rasa yang mengganggu, dan suatu saat saya akan kembali kesana, dengan cerita-cerita baru yang akan saya bawa :).
Pantai Pink, dimana hati saya akan kembali.... kesana.
[caption id="attachment_324823" align="aligncenter" width="576" caption="Foto Pribadi"]
.Sita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H