Mohon tunggu...
Prakasita Nindyaswari
Prakasita Nindyaswari Mohon Tunggu... Administrasi - Gula Jawa

Love coffee and cheesy jokes. Passionate in arts and cultures. International Relations graduate, but currently into Law.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Cerita di Pantai Carita

23 Maret 2013   12:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:22 3431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_250870" align="aligncenter" width="514" caption="Sunset"][/caption]

Sabtu dan Minggu lalu (16-17 Maret), saya dan teman kantor saya, pergi jalan-jalan ke Pantai Carita di daerah Banten, dengan budget minim seminim-minimnya. Yang tadinya ada 8 orang yang mau pergi, lama-lama menyusut dengan berbagai alasan. Saya dan teman saya, namanya Mba Windy, memutuskan pergi menggunakan transportasi umum kesana, demi menekan biaya. Ha aha. Karena kalau pakai mobil Mba Dita (teman kantor saya juga), dia memakai bensin pertamax, dan PP bensinnya bisa sampai 300 ribu. Modie. Memang jalan-jalan di saat tanggal krisis kemarin agak sulit ya. Saya gajian tanggal 25, jadi tanggal segitu lagi tanggal krisis-krisisnya.

Mba Windy menjemput saya di kost hari Sabtu jam setengah 9 pagi, lalu langsung meluncur menuju halte bis di Slipi Jaya, Jakarta Barat. Bisnya tidak lama, mungkin 5 menit menunggu sudah ada. Pakai Bis Arimbi jurusan Kampung Rambutan-Pelabuhan Merak, yang warna kuning. Bisnya ber AC dan cukup okelah. Harganya IDR 20,000. Beruntung bertemu orang baik di bis yang menjelaskan mengenai rute-rute angkutan umum menuju Anyer-Carita. Ada dua pilihan, mau yang langsung ke Terminal Labuhan atau Naik angkot dari Terminal Bayangan (ini tanya langsung ke supir bis nya juga pasti tau). Sebenarnya lebih cepat kalau ke Terminal Labuhan, tapi perjalanan menuju sana tidak ada pemandangan laut dan banyak ‘pak ogah’, sedangkan kalau dari Terminal Bayangan perjalanannya bisa melihat lautan, tapi lebih jauh. Saya dan Mba Windy pilih dari Terminal Bayangan, naik angkot sekali yang warna abu-abu . Angkot itu direct ke Pantai Carita, tapi biayanya IDR 15,000. Glek. Hahaha. Tapi aseli, memang jauh banget sih. Perjalanan menuju Carita pakai angkot memang cukup bikin gerah. Panas banget apalagi kalau sudah masuk ke kawasan industri di Cilegon. Ampun-ampunan debunya. Tapi terbayar ketika sudah masuk kawasan laut anyer, dimana sepanjang jalan bisa lihat hamparan luas lautan yang biru dan menentramkan. Angkotnya sempet mogok dua kali. Untung gak disuruh dorong. Ha aha ha. Kalau di Anyer sayangnya gak bisa main-main atau berenang, karena disana banyak karang dan dalam. Tapi airnya birunya ya ampun…indah banget. Enak kalau kesana sambil pacaran duduk di saung-saung pinggir pantainya. Kalau di Carita pantainya landai…. Jadi bisa berenang, naik banana boat, speed boat, snorkeling juga bisa. Tapi warna airnya biasa aja. Sampai di Carita, jam setengah dua siang. Kami memutuskan untuk menginap di Hotel Niguadharma, sekitar 3 km dari gerbang tulisan selamat datang di kawasan Carita. Kenapa disana? Karena disana murah. Katanya teman saya IDR 150,000 satu malam. Tadinya saya enggak berharap banyak dengan hotel ini. Ada harga, ada kualitas kan. Pas sampai sana, aduh depannya seperti sebuah restoran yang enggak terpakai lagi. Bangunan sedikit usang. Hotelnya ada di belakang bangunan itu. Dan ketika masuk, well… okelah… ada kolam renang. Bangunannya sih sebetulnya lumayan, tapi lama enggak direnovasi dan diperbaharui. Lalu kita ke resepsionis, dan tadinya mereka bilang harganya IDR 300,000. We said, big no! haha. Ya kale. Emang kita bisa ditipu? Lalu kami tawar sampai akhirnya mereka setuju IDR 200,000. Okelah, naik 50 ribu dari perkiraan sebelumnya. Karena dua orang yang menginap, jadi 200 ribu bagi dua sama dengan IDR 100,000 per orang. Pelayanannya lumayan lah, dapet welcome drink es teh manis. Melepas rasa seret setelah 2 jam diombang-ambing dalam panasnya angkot. Terus, bisa titip makanan ke petugas hotelnya, namanya Pak Encep. Saya sampai simpan nomernya karena doi baik banget. Dia beliin kita makanan, waktu itu kita pesan cumi goreng tepung dan oseng kangkung. Dia kasih kwitansi pembeliannya. Habis makan siang, lumayan leyeh-leyeh di kasur. Fyi, kamarnya bersih, spring bed (saya pilih yang tipe twin bed), ada televisinya, ber AC, kamar mandi dalam. Suasananya seperti kamar kos saja sih. Kamar mandinya bersih, wastafel ada, kloset duduk, dan shower. Jam setengah 4, Mba Dita, Mba Diah, dan temannya Mba Dita datang. Sayang, mereka PP, enggak nginep. Jam 4, kita sama-sama pergi ke Pantai Carita. Masuk-masuk, kaget juga bayarnya 50 ribu satu mobil. Menurut saya sih mahal ya. Pantai kan tempat umum kaleee…. Bisa-bisanya patok harga mahal begitu. Agak enggak make sense. Mending kalau 50 ribu itu terus kebersihannya dijaga. Lha ini sih… hmm. Sesampainya, seperti selayaknya kawasan wisata, banyak pedagang yang nawarin ini itu. Kalau saya milyarder, semuanya saya beli. Ada yang jual ikan asin, buah, keripik, emping, nawarin tato, lulur, banana boat, speed boat, ah banyak. Sebenernya enggak apa-apa sih ya nawarin, tapi kalau udah bilang enggak tapi masih nawar-nawarin sampai berkali-kali, itu annoying. That’s really Indonesian typical. Kayak yang Ibu-ibu jasa luluran, itu ada kali saya disamperin sampai 10 orang, dan saya udah bilang enggak mau tapi mereka masih kekeuh nawarin sampai menyentuh/mengelus-elus kulit saya. “Neng, ayo atuh neng di lulur…. *sambil elus2*. Supaya halus neng kulitna, abis kena aer laut da kudu di luluran neng…”. Akhirnya kita cuman sewa tikar IDR 20,000 dan beli kelapa muda IDR 10,000 (yang ternyata padahal harganya IDR 7,500).

[caption id="attachment_250863" align="aligncenter" width="484" caption="kamar hotelnya "]

13640165421073510104
13640165421073510104
[/caption] [caption id="attachment_250864" align="aligncenter" width="484" caption="kolam renang hotel :)"]
1364016609112046427
1364016609112046427
[/caption]

Sudah bayar 50,000 tentunya enggak mau rugi dong. Saya dan Mba Windy jalan terus menyusuri pantai… jalan terus sampai depan Lippo Condominium Carita. Kalau masuk dari condominiumnya enggak boleh. Jadi mending jalan aja terus menyusuri pantai. Jalannya sampai kira-kira ada kali kita jalan 2 km. Ha aha ha. Sedih melihat banyak sampah di salah satu bagian pantai. Ada sih tukang mulungin sampahnya, tapi sayang yang dipulung enggak semua, tapi pilih-pilih. Idih…. Kita disana sampai sunset. Sayang, sunsetnya enggak begitu kelihatan dari Carita, tapi kelihatannya dari Anyer. Makan malam ditutup dengan semangkok mie bakso dan air mineral. *keliatan banget lagi ngritinya*. Haha. Dan setelah itu Mba Dita, Mba Diah, dan satu temannya Mba Dita pulang lagi ke Jakarta, dan saya dan Mba Windy masih stay disana. Malam itu saya tumben tidur jam 9 malam. Kelihatan banget jomblonya deh. Capek kale, naik bis, naik angkot, terus main di pantai. *ngeles*.

[caption id="attachment_250866" align="aligncenter" width="482" caption="pantainya, kalau dari segi warna air lebih bagus anyer sih"]

1364016786892821265
1364016786892821265
[/caption] [caption id="attachment_250868" align="aligncenter" width="483" caption="kuda laut yang ditangkap untuk dijadikan obat kuat pria. hua kasihan :("]
13640169861260602923
13640169861260602923
[/caption] [caption id="attachment_250867" align="aligncenter" width="482" caption="numpang narsis satu biji ya :)"]
13640169051706884874
13640169051706884874
[/caption]

Besok paginya, sms Pak Encep, nanyain breakfast. Voilaaaaa… kita dikasih breakfast. Ini seperti angin surga. Haha. Hanya dengan 200 ribu satu malam, service nya oke juga. Kemudian 10 menit kemudian, Pak Encep datang, dengan dua mangkok Indomie rebus pakai telur dan dua cangkir teh manis hangat. Okelah. Habis itu langsung cuss ke pantai lagi. Dengan semangatnya, saya berenang, tanpa pemanasan dulu. Kenapa harus pemanasan? Karena kalau enggak, urat kaki sebelah kiri saya pasti ‘mringkel’. Dan… bener kan.. pas udah sampai agak tengah…. Tiba-tiba yang saya khawatirkan terjadi. Urat yang ada di tempurung kaki kiri ‘mringkel’. Itu sudah sering terjadi. Bahkan saat lagi solat pun dari duduk ke berdiri suka terjadi seperti itu. Entah tendonnya atau uratnya deh. Tiba-tiba kaki kiri gak bisa digerakkan, sakit banget. Untungnya saya langsung pegang tangan Mba Windy. Kalau enggak, saya mungkin udah terbawa ombak entah kemana, karena kaki saya udah enggak bisa gerak. Berbagai orang mencoba membalikkan uratnya kembali normal dengan berbagai jenis metode, tapi gagal. Malah gara-gara banyak metode, semakin sakit. Udah depresi, ngebayangin naik angkot dan bis pas pulang dalam keadaan begini. Biasanya sekali tarik udah balik lagi, ini udah ditarik-tarik masih belum balik juga. Buset. Setelah berjuang 2,5 jam… akhirnya bisa juga balik lagi, setelah di beliin satpam counterpain. Terimakasih untuk dua satpam yang baik hati… juga penjaga pantai yang mengantar saya sampai hotel. You’re all so kind.. Tuhan membalas kebaikan kalian semua ya. Ah, pantai carita yang membawa cerita. Lumayan dua hari refreshing, menjauh dari penatnya ibu kota dan pekerjaan. :)

[caption id="attachment_250872" align="aligncenter" width="483" caption="ya, saya kangen ibu :("]

13640172631994434013
13640172631994434013
[/caption]

Perjalanan selanjutnya adalah… Pura Jagatkarta di kaki Gunung Salak hari Minggu besok, dan Pulau Payung awal April nanti. Mau? Lagi ingin melihat lebih dekat alam ciptaan Tuhan nih.  :)

Total pengeluaran: IDR 280,000 all-in. Lumayan kan? :D

Rgrds,

Sita

Ps: akhirnya nulis di kompasiana lagi setelah.... kemarin-kemarin hilang nafsu menulis disini :p

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun