Norma Sosial: Penipuan dalam penjualan dapat berdampak negatif terhadap kepercayaan masyarakat terhadap sistem perdagangan. Oleh karena itu, penting untuk menjaga reputasi pasar dan memastikan kepercayaan konsumen.
4. Aturan-Aturan Hukum Terkait
Aturan-aturan hukum yang relevan dalam konteks flash sale mencakup:
-
Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999: Mengatur hak-hak konsumen dan kewajiban pelaku usaha. Dalam undang-undang ini, terdapat sanksi bagi pelaku usaha yang melanggar ketentuan perlindungan konsumen, termasuk praktik penipuan.
Undang-Undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) Nomor 11 Tahun 2008: Mengatur transaksi elektronik dan memberikan dasar hukum untuk melindungi konsumen dalam transaksi online. Pelaku usaha diharuskan untuk mematuhi prinsip-prinsip transparansi dan keadilan.
Fatwa DSN-MUI: MUI mengeluarkan fatwa mengenai transaksi yang sesuai dengan prinsip syariah, yang mencakup ketentuan tentang kejujuran dalam iklan dan perlindungan hak konsumen.
5. Pandangan Aliran Positivisme Hukum dan Sociological Jurisprudence
Positivisme Hukum: Dalam perspektif ini, pendekatan yang diambil lebih menekankan pada penerapan hukum positif yang ada. Penegakan hukum terhadap pelaku penipuan dalam penjualan akan menjadi fokus utama. Hal ini mencakup:
- Penegakan sanksi hukum terhadap pelanggaran hukum yang dilakukan oleh penjual.
- Penerapan denda atau hukuman bagi pelaku usaha yang terbukti melakukan penipuan.
- Penegakan hukum yang efisien untuk melindungi hak-hak konsumen dan menciptakan keadilan dalam transaksi.
Sociological Jurisprudence: Aliran ini lebih menekankan pada konteks sosial dan dampak dari praktik hukum terhadap masyarakat. Dalam konteks ini, analisis dapat mencakup:
- Pentingnya perlindungan konsumen dalam mendorong kepercayaan masyarakat terhadap e-commerce.
- Peran pendidikan konsumen untuk memahami hak-hak mereka dan mengenali praktik penipuan.
- Bagaimana regulasi dan kebijakan dapat disesuaikan untuk mengatasi praktik penipuan yang berkembang seiring dengan perubahan teknologi dan perilaku konsumen.
Kasus penipuan dalam penjualan (flash sale) mencerminkan tantangan serius dalam menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam perdagangan modern, khususnya di era digital. Pendekatan dari positivisme hukum dan sociological jurisprudence memberikan perspektif yang berbeda tetapi saling melengkapi dalam menghadapi isu ini. Positivisme hukum menekankan pada penegakan hukum dan kepatuhan terhadap regulasi yang ada, sementara sociological jurisprudence menyoroti pentingnya nilai-nilai sosial, etika, serta pendidikan konsumen. Kombinasi kedua pendekatan ini sangat penting untuk menciptakan lingkungan perdagangan yang adil, transparan, dan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, serta melindungi hak-hak konsumen dari praktik penipuan yang merugikan.
Beberapa saran yang dapat digunakan agar terhindar dari penipuan